Share

Tunggu ibu, Nak!

last update Last Updated: 2022-09-19 09:42:53

Aku masih mencoret-coret kertas dengan ujung pensilku. Memang benar, dari kecil aku suka sekali menggambar, terutama mendesaign pakaian. Makanya, meskipun hanya seorang penjahit kampung, aku selalu kebanjiran orderan setiap tahunnya dengan model pakaian hasil dari desaignku sendiri. Dari kalangan kelas bawah tentunya.

Tapi, apa iya bisa mendapatkan uang hanya dengan membuat desaign baju, tas, sepatu dan lainnya seperti ini? Bukannya dia juga butuh pekerja untuk membuat semuanya? Dibutuhkan pabrik untuk membuat semua itu. Sedangkan Dhafa hanya seorang supir kepercayaan Mas Johan.

Aku menggigit pensilku, seraya menatap luar jendela. Tiba-tiba teringat kata-katanya tadi pagi. Dendam apa yang dimiliki Dhafa pada keluarga Baskara? Setahuku dia sudah bekerja di sana selama lebih dari tujuh tahun. Dan selama itu, dia sangat setia pada Mas Johan dan keluarganya.

Aku melirik kantong plastik besar yang dia berikan padaku tadi  pagi. Rupanya dia tidak hanya membawa makanan, tapi juga sepaket skin care mahal. Aku terus berpikir, dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu? Apa iya gaji supir sebanyak itu?

"Mulai sekarang kau harus rajin merawat diri. Persiapkan dirimu bertemu dengan Johan lagi dengan penampilan yang berbeda," katanya.

Aku menarik napas panjang. Kuambil foto bayiku, lalu menatapnya lekat.

"Akan kulakukan apapun untuk mendapatkanmu kembali, Nak," kataku, lalu mengambil pensil dan meneruskan pekerjaanku.

.

.

.

"Alhamdulillah, akhirnya selesai," kataku sambil menyerahkan hasil pekerjaanku pada Dhafa.

Mata Dhafa tampak membulat ketika membuka hasilnya.

"Ini bagus sekali. Tak kusangka ternyata kau memang berbakat dalam hal ini," katanya.

Aku tersenyum lebar mendengar pujiannya. Dhafa sejenak menatapku.

"Begitu, kau harus sering tersenyum begitu. Sekarang, pelan-pelan giliran kita membuat mereka menangis," katanya.

Aku seketika menunduk malu. Mukaku memerah. Jantungku berdegup kencang. Ah, apa-apaan ini? Pikirku.

"Kalau begitu aku pergi dulu. Kalau butuh apa-apa, kau bisa menghubungiku," katanya lagi.

Aku terdiam. Sejak beberapa hari yang lalu, ingin rasanya aku bertemu dengan anakku.

"Apa mungkin, aku bisa menemui puteriku sekali saja?" tanyaku lirih.

Dhafa sejenak terdiam. Tiba-tiba dia teringat sesuatu.

"Aku akan membantumu menemuinya sekali saja. Tapi tidak hari ini," katanya.

Aku tersentak kaget, lalu menatapnya penuh harap.

"Benarkah bisa?" tanyaku tak percaya.

Dia tersenyum, seraya mengangguk.

"Akan kuberi kabar dua hari lagi," katanya sambil memasuki mobil dan perlahan pergi.

Aku menatap langit cerah pagi itu dengan hati penuh syukur.

"Sudah sebulan, Nak. Kau pasti sudah semakin besar," gumanku.

.

.

.

Beberapa hari kemudian, seperti biasa pagi-pagi sekali Dhafa sudah mampir ke rumah yang kutempati. Dia mengulurkan kantong plastik padaku. Aku mengerutkan kening seraya membukanya. Ternyata isinya seragam baby sitter.

"Ini...," aku menatap Dhafa penuh tanda tanya.

"Baby sitter yang merawat anakmu ada tiga orang. Hanya satu saja yang berjilbab. Aku berhasil bernegosiasi dengan dia. Hari ini kau bisa ikut denganku ke sana. Semua pelayan di keluarga itu memakai masker dan penutup kepala, jadi penyamaran ini cukup aman."

Aku melonjak gembira, seakan tak percaya dengan apa yang kudengar.

"Benarkah aku bisa bertemu dengan anakku?" tanyaku penuh haru, sampai tanpa sadar air mataku mengalir.

Dhafa menatapku.

"Iya, tapi dengan satu syarat. Kau tidak boleh terbawa perasaan. Sudah kubilang, mulai sekarang kau harus jadi wanita yang tangguh. Kalau kau sampai ketahuan, aku tak bisa menolongmu."

Aku cepat-cepat mengusap air mataku. Lalu menatap Dhafa penuh keyakinan.

"Akan kulakukan apapun. Aku janji tidak akan lemah lagi," kataku.

Dhafa terdiam sejenak, lalu mengangkat ujung bibirnya.

"Baiklah kalau begitu. Bersiap-siaplah," katanya kemudian.

Aku cepat masuk ke dalam kamarku dan mengganti pakaian. Tak lupa kupakai masker dan sarung tangan. Aku menatap diriku dalam cermin. Semoga mereka tidak mengenaliku.

Mobil meluncur membawaku dan Dhafa menuju kediaman keluarga Baskara, dan berhenti di depan pintu gerbang. Dhafa tampak menulis sesuatu di gawainya. Sesaat kemudian pintu gerbang terbuka lebar.

Mobil memasuki taman rumah yang sangat luas itu. Jantungku berdegup kencang begitu memasuki halaman rumah yang bagaikan taman istana itu. Bagiku, aku serasa masuk ke dalam gerbang neraka. Mobil berhenti di salah satu sudut taman.

"Kita berpisah di sini. Kau pasti masih hafal bagian-bagian dari rumah ini. Ingat pesanku...."

"Jangan terbawa perasaan," sahutku.

Aku menatap Dhafa seraya tersenyum di balik maskerku.

"Aku akan selalu ingat itu," kataku kemudian. "Terima kasih untuk ini semua."

Dhafa tersenyum.

"Jangan berterima kasih dulu. Setelah kau bisa melewati sehari ini tanpa ketahuan mereka, baru berterima kasihlah."

Aku mengangguk, lalu membuka pintu mobil dan turun. Aku menatap bangunan rumah yang tinggi menjulang di depanku. Tunggu ibu, Nak. Sebentar lagi kita akan bertemu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KAYA RAYA SETELAH MENJANDA    Extra part -- Apalah arti cinta

    "Mamaaa...," Dhafa kecil menangis sambil berlari ke arah mamanya.Sarah langsung mendekap putra semata wayangnya itu."Ada apa, Sayang?" tanyanya sambil mengelus rambut puteranya."Johan merebut mainanku!" rengeknya. "Kenapa sih, dia selalu merebut semua milikku?"Sarah tersenyum. Dia menghapus air mata puteranya, lalu mencium keningnya."Dia tidak merebut semua milikmu. Dia hanya menjaganya, dan suatu saat nanti akan mengembalikannya padamu."Benarkah?" tanya Dhafa dengan wajah polosnya.Ibunya mengangguk, lalu memeluknya."Suatu saat nanti, apa yang dimiliki Johan akan jadi milikmu juga."...Dhafa tersenyum sambil melihat pemandangan langit dari jendela pesawat."Apa yang kau pikirkan? Kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Sonia tiba-tiba.Dhafa tak menjawab. Dia hanya membuang napas."Senang sekali kita pulang tepat waktu musim semi. Jadi kita bisa melaksanakan acara pertunangan secara outdoor," kata Sonia membuka-buka majalah.Aku membuang napas lagi. Dia sedang dalam perjalanan

  • KAYA RAYA SETELAH MENJANDA    Pertemuan Kembali

    Ayu berlari di sepanjang bandara internasional itu, berharap bisa menemukan Dhafa. Dia terus berlari, menerobos kerumunan orang-orang, kloter demi kloter dia telusuri, tapi tak juga menemukan sosok Dhafa di antara mereka. Hingga ketika dia hampir putus asa, dia melihatnya diantara orang-orang yang antri untuk cek in."Dhafa!" panggilnya dari jauh.Dhafa menoleh, begitupun Sonia yang ada di sampingnya. Ayu dan Dhafa saling bertatapan, tapi tak berkata apa-apa.Sonia menepuk bahu Dhafa."Aku duluan, kutunggu di dalam," katanya, sambil menyerahkan tiket pada petugas bandara.Ayu masih berdiri di tempatnya. Tadi begitu banyak yang ingin dia ungkapkan pada Dhafa. Tapi kini dia kehilangan kata-kata. Dia bahkan tak bisa mengucapkan 'jangan pergi'.Dhafa berjalan mendekat, lalu berdiri di hadapan Ayu. Bibir Ayu bergetar, tapi dia tak bisa berkata apa-apa. Hanya air matanya yang mengalir, mewakili isi hatinya. Dhafa menyentil pelipisnya Ayu, lalu mengusap air matanya dengan ujung jarinya."Jan

  • KAYA RAYA SETELAH MENJANDA    Kembalinya Ingatan Ayu

    Belum sempat Johan mengatakan sesuatu lagi, tiba-tiba Ayu duduk bersimpuh di kakinya seraya menangis."Tolong maafkan aku, Mas. Aku pergi ke sini tanpa ijin dari Mas. Aku benar-benar merindukan ayahku! Kumohon, biarkan aku di sini sebentar lagi! Setelah itu, aku akan menerima jika Mas dan Mama mau menghukumku!"Napas Johan sesak seketika. Ternyata ingatan Ayu belum pulih, dan ternyata selama menikah dengannya dia begitu menderita. Johan duduk di hadapan Ayu, dan seketika memeluknya dengan erat."Maafkan aku, sudah membuatmu begitu menderita," ucap Johan penuh penyesalan. "Mulai sekarang aku janji akan membuatmu bahagia. Aku janji tidak akan mengurungmu dan mengekangmu lagi. Aku akan menjagamu sampai kapanpun!"Mata Ayu membulat mendengar kata-kata Johan."Mas tidak marah?" tanya Ayu lirih."Mas tidak marah, tidak akan pernah marah lagi padamu. Mulai hari ini, biarkan aku membuat kau dan Syakila hidup bahagia."Ayu tersenyum bahagia, lalu membalas pelukan Johan dengan penuh keharuan. T

  • KAYA RAYA SETELAH MENJANDA    Perubahan Aneh

    "Ikutlah denganku, akan kubuat kau jadi kaya."Ayu tersentak bangun. Sesaat dia memegang kepalanya yang masih terasa nyeri. Dia selalu memimpikan hal yang sama. Seseorang, entah siapa, dalam mimpi itu mengulurkan tangan padanya. Ayu memegang dadanya. Entah kenapa seperti ada yang hilang, tapi dia tidak bisa mengingatnya.Ayu menatap sekeliling. Dia masih berada di rumah sakit. Tiba-tiba matanya mengarah pada setangkai bunga mawar putih di atas meja. Ayu mengambilnya, lalu membelainya seraya tersenyum. Siapa yang memberinya bunga itu?"Asallamualaikum.""Waalaikumussalam," Ayu menatap pintu, dan melihat Johan masuk sambil menggendong Syakila."Kata dokter hari ini kau sudah boleh pulang. Aku akan membantumu bersiap-siap," kata Johan seraya tersenyum.Ayu membalas senyumannya. Tiba-tiba Johan mengeluarkan seikat bunga mawar merah dan memberikannya pada Ayu. Mata Ayu membulat senang seraya menerimanya."Setelah mawar putih, sekarang mawar merah? Sekarang mas jadi romantis," kata Ayu deng

  • KAYA RAYA SETELAH MENJANDA    Ingatan Masa Lalu

    Johan berlari sebisa mungkin menuruni bukit, sambil menggendong tubuh Ayu yang tak sadarkan diri. Untunglah dia hanya terjatuh di sisi jurang, tapi kepalanya terbentur batu dengan keras."Kau harus bertahan, Ayu, kau harus bertahan! Demi Syakila, kau tidak boleh mati!" raungnya sepanjang jalan.Napas Johan memburu, paru-parunya seakan kering karena kehabisan oksigen. Dia masih berjuang menuruni bukit untuk menyelamatkan wanita yang dulu pernah dibuangnya itu.Sampai di perkampungan, Johan melihat para warga ramai berkumpul karena mobil pick up yang akan membawa hasil perkebunan mereka ke kota sudah datang. Johan mempercepat larinya menuju ke arah mobil itu sambil berteriak minta tolong."Tolong, tolong selamatkan istri saya, Pak! Bawa kami ke rumah sakit! Tolong!" teriaknya.Baru kali ini Johan meminta bantuan orang lain dengan kata 'tolong'. Dia bahkan tanpa sadar menyebut Ayu sebagai istrinya."Bagaimana dengan barang dagangan kami?" tanya salah satu warga."Saya akan bayar! Saya ak

  • KAYA RAYA SETELAH MENJANDA    Sisi Baik

    Dhafa masih berdiri mematung sambil memperhatikan Ayu dan Johan dari jauh. Entah apa yang dia rasakan. Dia hanya bisa menatap nanar ke arah mereka."Kok mereka kelihatan bahagia begitu sih? Jangan-jangan mereka memang sengaja kabur bersama," gerutu Sonia.Dhafa akhirnya bergerak, tapi berjalan berbalik arah. Seketika Sonia sadar dia salah bicara. Dia cepat-cepat berlari mengejar Dhafa."Kau mau ke mana? Kita kan sudah berhasil menemukan mereka?" tanya Sonia sambil mendaki kembali bukit itu dengan susah payah.Dhafa diam tak menjawab. Dia tetap saja berjalan naik tanpa mendengarkan teriakan Sonia. Sesampainya ke atas, dia langsung menaiki mobilnya lagi. Sonia dengan susah payah berusaha naik ke atas. Napasnya memburu begitu sampai ke mobil."Kau itu menyebalkan! Tadi kau ngotot pengen cepat mencari mereka! Sekarang kenapa malah pergi?" omelnya pada Dhafa.Dhafa masih terdiam di depan kemudi. Ada yang berat di dalam dadanya, entah apa."Sekarang bagaimana? Apa kita suruh polisi saja yan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status