Part 17Devi mendongak, ia melihat pria itu tengah menyodorkan tangannya."Mari kubantu," ucapnya lagi.Tak menanggapi ucapan pria itu, Devi bangkit sendiri."Lho, kamu bukannya Devi?"Devi menoleh lagi, sembari mengerutkan keningnya sebagai tanda mengingat seseorang."Aku Akbar, teman SMP kamu. Kamu masih ingat kan?""Oh, Mas Akbar? Iya-iya aku ingat. Sudah lama gak ketemu jadi pangling.""Iya. Kamu juga pangling, makin cantik.""Gak usah memujiku, Mas.""Aku gak memuji, memang kenyataannya begitu. Kamu sekarang tinggal dimana?""Aku nyewa ruko di sebelah sana, Mas.""Ruko? Bukannya kamu udah nikah ya?""Iya, memang. Ya sudah, aku pulang dulu, Mas. Takut anakku khawatir."."Eh, tunggu dulu, Dev!" cegah Akbar sembari meraih tangan Devi. Devi segera mengibaskannya."Bisa minta nomor teleponmu, Dev?""Tapi buat apa?""Ya, aku sebenarnya masih ingin mengobrol denganmu, kita kan udah lama gak ketemu, gimana kalau lanjut chatting atau telepon? Boleh kan? Buat menyambung tali silaturahim lh
Part 18Silvi mengangguk sembari mendekap bantal ke dalam pelukannya. Devi kembali melangkah, ia tak mendengar Reno berisik lagi. Hampir saja akan membuka pintu, tiba-tiba terdengar seperti orang yang sedang berkelahi."Keluar kamu!! Jangan ganggu Devi lagi.""Hei, jangan ikut campur urusan keluargaku. Kamu hanyalah orang asing! Harusnya kamu yang keluar dari sini! Devi itu masih istri sahku!! Dia milikku.""Istri sah?""Ya, aku ini suaminya!""Suami apaan yang tingkahnya macam perampok kayak gitu!"Buugg ... Buugg ...! Suara pukulan demi pukulan menghiasi malam itu. Akhirnya Devi keluar, untuk melihat siapa yang berkelahi. Ia tak menyangka ternyata Reno dan Akbar terlibat perkelahian. Suasana rukonya menjadi kacau berantakan. Barang-barang penunjang untuk usahanya berserakan di lantai."Mas, Mas, hentikan, Mas!" lerai Devi, ia berlari ke arah keduanya. "Hentikan!" teriak Devi lagi. Keduanya yang sama-sama mencengkeram krah kemeja, lalu melepaskan satu sama lain."Mas Akbar, kenapa
Part 19Devi bisa bernafas lega, usai mendaftarkan putrinya ke sekolah yang baru. Beruntung, letaknya tak jauh dari ruko tempat tinggalnya, jadi bisa ditempuh dengan jalan kaki."Sayang, belajar yang rajin ya disini. Jadi anak yang baik ya!" "Siap, Bu."Setelah menitipkan putrinya ke pihak sekolah, Devi bertolak ke pasar untuk membeli sayuran dan lauk. Mulai hari ini dia harus masak sendiri agar tak terlalu boros. Sebenarnya dia merasa sangsi, takutnya Reno mengganggu lagi seperti tadi malam. Ia sudah tak nyaman dengan pria itu. Namun segera ditepis perasaan itu, kalau dia takut, maka Reno akan makin berani mengganggunya. Hari ini banyak agenda yang ingin dia lakukan, selain berbelanja perlengkapan make-up yang semalam hancur berantakan, ia pun harus segera mengurus surat perceraiannya dengan Reno.."Bismillah, semoga setiap langkahku dipermudah dan dilindungi oleh Allah. Aamiin," doanya dalam hati. Kali ini dia hanya sendirian, karena Rita pun sudah kembali bekerja dengan kakaknya.
Part 20"Ya sudah kamu hati-hati di jalan ya. Kabari kalau dah sampai sana.""Iya, Rita, terima kasih. Aku berangkat dulu ya. Assalamualaikum.""Waalaikum salam."Devi tersenyum, kemudian berpamitan dengan semuanya. Wanita itu melajukan motornya dengan kecepatan sedang, ia harus tetap berkonsentrasi walaupun udara dinginnya pagi masih menerpa kulit. Jalanan pagi yang masih lengang, membuat dia leluasa, berbekal google map, Devi nekad memberanikan diri menembus angin pagi di jalanan.Diam-diam Reyhan mendengar percakapan antara adiknya dan juga Devi. Yang ia tangkap, Devi akan pergi ke Desa Kertasari, karena ada orderan rias pengantin pertamanya. Untuk sesaat Reyhan berpikir, desa itu terletak jauh dari sini, apalagi harus melewati areal persawahan dan juga pohon jati di hampir sepanjang jalan. Sangat jarang menemukan permukiman di area situ. Kecuali kalau sudah sampai di perbatasan desa. Entah kenapa, mendadak hatinya menjadi khawatir, apakah tidak apa-apa kalau dia pulang pergi sendi
Part 21Sesuai permintaan Sinta di ujung telepon, Akbar mengikuti kemanapun Devi pergi. Lelaki itupun menyewa mata-mata untuk mengetahui gerak-geriknya. Akbar menyeringai, banyak rencana yang sudah ia susun bersama dengan Sinta."Bos, dia lagi jalan sendiri," ucap suara anak buahnya di seberang telepon."Kau urus dia, sesuai rencana kita.""Beres, Bos!"Lelaki itu menutup panggilan teleponnya, kemudian kembali menatap wanita yang ada di hadapannya."Gimana kamu puas?" Sinta tersenyum. "Belum puas, kan belum beraksi.""Ya, tunggu saja. Mereka juga butuh timing yang tepat. Oh iya kenapa sih kamu dendam banget sama Devi?""Ada lah, Mas. Ini dendam masa lalu. Gara-gara Devi, aku berpisah dengan Angga.""Hanya karena itu?""Iya, tapi itu membuatku sangat sakit.""Kamu tenang saja, kan ada aku. Aku takkan pernah meninggalkanmu.""Halaaah gombal!""Aku serius.""Buktikan dulu kalau kau bisa menghancurkan Devi, baru aku percaya."Akbar tersenyum simpul, mendengar nada cemburu pada ucapan Sin
Part 22"Aku harus turun ke sana. Mencari Devi, Bertahanlah Dev," tekad Reyhan dalam hatinya. "Deeev ... Deviiii ...!" Lelaki itu terus berteriak, sembari membawa center di tangannya. Langkahnya perlahan turun dengan hati-hati. Ia takut kalau justru ia akan terjatuh dan tak bisa menemukan Devi.Ponselnya berkali-kali berdering, sebuah panggilan dari Rita, sang adik."Kak, share lokasinya, biar aku bisa kesana," ucap suara di seberang telepon sesaat setelah ia menggeser tombol panggilan.Reyhan masih terdiam, matanya masih sibuk mencari dimana Devi."Kak! Aku akan langsung cari bantuan sama teman-temanku nih, mereka banyak yang anggota Pecinta Alam.""Iya, nanti kukirim," sahut Reyhan. Setelah menutup panggilan itu dan mengirimkan titik lokasinya saat ini pada sang adik, Reyhan kembali memasukkan handphonenya ke dalam saku celana. Dengan langkah pelan dan hati-hati, dan berpegangan pada tanaman yang tumbuh di sekitar, Reyhan berusaha terus turun mencari sosok Devi. Cahaya lampu sente
Part 23Usai mendengar kabar mengenai Devi, Reno mengendarai motornya dengan kecepatan kencang, menuju desa Kertasari. Ia pun tahu, hanya disana satu-satunya jurang yang landai. Karena disana juga tersebar rumor, daerah rawan kecelakaan, ada pula rumor tentang begal dan perampok di tengah jalan karena minimnya penerangan. Ia tak mempedulikan lagi panggilan sang ibu dan juga istrinya. Tekadnya sudah bulat, ingin menemukan Devi. Entahlah hatinya bimbang, ia terombang-ambing dalam kegalauannya sendiri. Kadang benci, tapi juga kadang teramat cinta hingga tak ingin kehilangannya. Setelah menempuh waktu setengah jam, dengan kecepatan diatas rata-rata, ia berhenti di lokasi yang banyak orang. Ya, sepertinya mereka pun tengah mencari Devi. Reno menghentikan motornya di sisi jalan, lalu berlari ke arah mereka yang tampak sibuk dalam pencarian. Kebetulan sekali, Reno justru berpapasan dengan Rita yang tengah menggandeng Silvi. Putri kecilnya itu tengah menangis saat mendengar kabar kalau ibu
Part 24Pukul 04.00 pagi, terdengar lantunan suara orang mengaji. Devi mengerjapkan matanya pelan. Kepalanya masih terasa berat dan berdenyut-denyut. Ia melihat ke samping. Lelaki itu tengah tertidur. "Mas Reno? Kenapa dia ada disini?" tanya Devi dalam hatinya. Ya, dia sangat mengenali suaminya itu. Reno menggeliat malas, lalu mendapati istrinya telah sadar."Oh, Dev. Kamu sudah bangun? Syukurlah," ucap Reno.Devi hanya diam saja. Ia masih ingin mendengar kabar yang lain"Aku semalaman disini, nungguin kamu. Kamu cepat sembuh ya, Sayang. Biar cepat pulang ke rumah," ucap Reno lagi. Ia mengecup kening Devi berkali-kali, membuat Devi melengos. Ia tak mau terperangkap oleh rayuan gombal suaminya lagi.Devi berpikir sejenak. Bukankah semalam Reyhan yang menyelamatkannya? Tapi kenapa justru Reno yang ada disini?" Batinnya bertanya-tanya sendiri."Tolong kamu keluar dari sini, Mas!" ucap Devi."Lho, kenapa?""Cepat, Mas! Keluar dari sini! Aku tidak mau melihatmu lagi!""Ya ampun, Dev. Ak