“Apa yang terjadi?” Ravena menyentuhkan tangannya pada sesuatu yang tak kasat mata—pelindungnya.
Samar-samar Ravena mendengar suara langkah kaki lain mendekat dengan cepat. Tak lama setelahnya, seluruh gua dibanjiri cahaya dan terdengar suara teriakan dan tembakan.
“Ravena? Ravena!” Suara Harvey terdengar serak dan putus asa, emosi di dalam suara pria itu terasa meremas hati Ravena, dan dia tahu dia harus menenangkan tunangannya.
Ravena menghambur ke dalam pelukan Harvey, dia bersyukur karena pria itu datang tepat waktu.
“Syukurlah, kau datang.” Lirihnya yang nyaris tidak terdengar.
“Maafkan aku karena terlambat datang.”
“Aku takut sekali.” Ravena semakin menenggelamkan wajahnya ke dalam dada bidang pria itu.
“Kau sudah aman sekarang. Apa kau terluka? Apa mereka menyakitimu?” Harvey melepas pelukannya, meletakkan kedua tangannya di sisi kepala Ravena, matanya menelusuri tubuh gadis itu dari atas hingga ba
“Kau benar. Kalau sampai tahu bibi Lucy kehilangan salah satu kakinya akibat serangan hari ini, nona Ravena pasti tidak akan memaafkan dirinya sendiri.” “Kuharap kau bisa menjaga rahasia dengan baik.” “Aku tidak janji, tapi akan kuusahakan.” Naomi tampak berpikir sejenak, “Menurutmu, siapa yang berniat mencelakai nona Ravena?” Tanyanya. “Aku akan menyelidikinya.” “Apa kau mencurigai seseorang yang sangat mungkin untuk melakukannya? Atau hal ini berhubungan dengan orang yang berusaha meracuni pangeran waktu itu? Benar, pasti ini ada hubungannya.” “Kita akan segera mengetahuinya.” “Kau harus memberitahuku terlebih dulu kalau sudah mengetahui orangnya.” “Itu pasti.” *** Harvey sedang mempelajari kitab kuno di ruang baca ardglass saat Noland mengetuk pintu. Hari sudah sangat larut, namun Harvey seolah enggan melepaskan diri dari buku tua yang tampak using itu. “Maaf, pangeran Harvey. Apa aku
“Athens, apa yang kau lakukan di sini?” Camilia hendak mendekati putranya sebelum pria itu mengangkat tangannya, memberitahu ibunya agar berhenti di tempat.“Sebenarnya apa yang sedang kalian rencanakan? Dan gadis siapa yang kalian maksud? Apa itu—Elsa?” Athens memincingkan matanya, dalam hati berharap kalau dirinya salah dengar.“Athens kau harus banyak istirahat, nak.”“Katakan!” Camilia dan Fraign terperanjat mundur mendengar bentakan Athens yang menggema ke seisi ruangan.“Apa kalian berniat melenyapkan Elsa tanpa sepengetahuanku? Fraign? Kau tahu aku menyukainya, kan?” Mata Athens dipenuhi amarah saat melihat adiknya yang sedari tadi menunduk, menghindari bertatapan dengannya.“Kak, biar kujelaskan.”“Katakan, apa dia masih hidup?” Sahut Athens cepat.“Ya. Harvey berhasil menyelamatkannya.”“Hah, kau
“Kenapa?” Raja Helion menatap tak percaya pada putranya, begitu pun Ravena. Gadis itu menganga mendengar jawaban Harvey.“Sejak awal itu adalah tempatku. Aku tidak setuju kalau ayah menggunakan pernikahan kami sebagai perisai, seolah-olah hanya dengan itu aku bisa menjadi putra mahkota.”“Mungkin menurutmu ini tidak adil. Tapi percayalah, ayah juga tidak ingin memberikannya pada anak ayah yang lain. Jadi ayah sengaja mengulur waktu dan menunggu saat yang tepat. Kau tidak punya pilihan lain selain menikahinya sebelum hari penobatan tiba.”“Apa ayah sedang berusaha melakukan penawaran denganku?” Harvey cukup mengagumi kemampuan ayahnya dalam hal bernegosiasi.Tapi karena dia adalah putranya, jadi dirinya juga tidak akan menyerah begitu saja.“Terserah kau menyebutnya seperti apa. Tapi memang itu adalah cara tercepat kau bisa mendapatkan posisimu kembali.” Raja Hames meningga
“Siapa?” Harvey menatap Ravena dengan serius.“Fraign Luther.”“Kau yakin dia orangnya?” Pria itu mencoba memastikan.“Ya. Aku melihatnya berada di dalam gua, menjadi salah satu dari sekelompok orang berpakaian hitam yang mencoba mencelakaiku.”“Kenapa kau baru mengatakannya?”“Karena aku berniat membuat perhitungan sendiri dengannya. Tapi setelah melihat apa yang dia lakukan pada bibi Lucy, sebaiknya langsung kubunuh saja dia sekarang!” Ravena berdiri dan berjalan cepat ke luar kamar, hendak menuju kastil Llyn untuk melaksanakan niatnya.“Tunggu!”“Apa? Jangan coba-coba menghalangiku hanya karena dia adalah saudaramu.” Ravena menatap Harvey tajam.“Aku tidak akan membiarkan kau mengotori tanganmu hanya untuk membunuhnya.”“Pangeran benar. Biar aku saja yang melakukannya. Kupastikan akan mela
“Yang mulia ibu suri, apa baru saja anda menggeleng?” Ravena bertanya untuk memastikan. Terakhir kali kunjungannya ke nearon, wanita tua itu hanya bisa berbaring dan berkedip untuk merespon ucapan seseorang.“Ya.” Ravena meletakkan tangannya untuk menutup mulutnya, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Ibu suri juga bisa berbicara!“Yang mulia ibu suri, anda juga berbicara. Saya akan meminta bibi Layla untuk memanggil tabib kerajaan.”“Tidak, jangan.” Ravena menghentikan niatnya saat mendengar penolakan itu.“Kenapa? Ada apa?”“Duduklah.” Gadis itu mengangguk dan menurut untuk kembali duduk di tempatnya semula.“Sejak kapan yang mulia ibu suri bisa berbicara? Apa orang-orang di kerajaan sudah mengetahui hal ini?” Ibu suri menggeleng.“Belum, tidak satu pun dari mereka kecuali dirimu.”“Sej
“Kau, siapa? Jangan coba-coba ikut campur masalah kami.” Zaria memincingkan mata untuk mengamati pria itu.“Alexander Hadley.”“Siapa itu, aku tidak pernah mendengar namamu di daftar kerajaan manapun!”Ravena menengadahkan wajahnya lebih tinggi untuk memperhatikan pria itu.Pria dengan tinggi sekitar 189 sentimeter, dengan rambut hitam dan mata abu-abu terang itu juga menatap ke arah Ravena. Wajahnya melembut setelah mengenali gadis itu. Menarik napas panjang sebelum melanjutkan.“Apa kalian tidak malu melakukan perundungan seperti ini? Satu lawan empat, huh?”“Pergi kau, jangan ikut campur urusan kami!” Sahut Caecilia.“Para tuan putri yang budiman, bisakah kalian bersikap layaknya wanita bangsawan yang terhormat?” Tanyanya dengan senyum mengejek.“Mari ku bantu.” Pria itu mengulurkan tangannya.Ragu-ragu, Ravena akhirny
“Aku tidak bisa melakukannya.” Harvey berbalik menatap Ravena kembali setelah berhasil mengancingkan seluruh kancing pakaiannya.“Kenapa?” Ravena menatap bingung pada pria itu. Dirinya sudah diliputi ketegangan dan juga mendamba penuh ketertarikan.Harvey menarik selimut dan menutupi tubuh Ravena. Kemudian berlutut untuk menyamakan wajah mereka.“Bukankah sudah kukatakan tidak akan menyentuhmu sampai hari pernikahan tiba? Aku hampir saja kehilangan kendali diri tadi. Maaf, karena membuatmu bingung.”“Kau sungguh membuatku terlihat seperti jalang murahan yang sedang menggodamu.”“Bahkan kalau pun kau iya, aku tidak masalah.” Harvey tersenyum, menjatuhkan satu kecupan panjang di pucuk kepala Ravena.“Tidurlah.” Beristirahatlah, besok adalah hari pertunangan kita. Kuharap kau punya cukup energi untuk petualangan selanjutnya.***Harvey menemui ayahnya di erast saat Camilia sedang tidak ada di istana. Permaisuri itu sedang melakukan aksi sosial seperti yang biasa dia lakukan untuk membuat
“Susahpayah diriku melarikan diri sampai ke sini, dan kau ingin membawaku kembali ke sana? Tidak. Aku tidak mau.” Sekarang ini Harvey dan Ravena sudah berada di ruang utama ardglass.Ravena meninggalkan aula erast lebih dulu setelah mengatakan dirinya sedang tidak enak badan. Para tamu menyetujui namun pesta tetap berlangsung.“Ssssttt tenanglah.” Harvey meletakkan kedua tangannya di lengan Ravena, memberikan usapan lembut.“Jangan memaksaku. Kau tahu? Butuh perjuanan besar aku dan Naomi untuk sampai di Helion. Aku juga sudah memutuskan hubungan apapun yang berkaitan dengan masa laluku. Jadi aku menolak untuk kembali kesana.”“Ayah menerima undangan pernikahan Edith dan Harry.” Ravena tercekat, dia membuang wajahnya kemana saja asalkan tid