Share

Luahan Rasa

Maria sama sekali tak menyangka jika menantu kebanggaannya itu akan berucap hal menyakitkan barusan.

Ya, diantara dua menantunya, Hana adalah menantu idaman baginya, menantu yang selalu ia puji di depan menantu lainnya.

Sangat wajar jika Maria bersikap demikian karena Lina, istri dari anak keduanya adalah tipe perempuan yang ceplas-ceplos dan tak suka diatur-atur.

Rio nampak memasang wajah kesal. Namun, berusaha ia tahan karena posisinya sekarang dalam keadaan genting.

Laki-laki itu sedikit bersyukur karena hari ini ia mengambil cuti, jika tidak, sudah dipastikan perdebatan dua perempuan barusan akan berakhir fatal.

"Kenapa kau berbicara begitu, Hana?" tanya Maria dengan tatapan tak percaya.

Hana tak langsung menjawab, kini fokusnya terarah pada Ica yang sibuk menghabiskan makanannya, sedangkan Ira pura-pura tak paham dengan pembicaraan tiga orang dewasa di hadapannya itu, meski ia mulai sedikit tahu ke mana topik pembicaraan mereka.

"Ira udah kelar makannya?" tanya Hana lembut.

"Sudah, Ma," jawab Ira sambil turun dari kursinya, mengambil piring bekas pakainya dan meletakkan benda bulat berwarna putih pekat itu ke wastafel.

"Ica masih mau nambah?" tanya Hana pada si Bungsu.

Ica menggeleng cepat.

"Ya, sudah, sekarang selesaikan, lalu cuci tangan sama Kakak. Setelah itu main di depan, ya," titah Hana pada anak perempuannya itu.

Keduanya hanya mengangguk. Terlihat begitu penurut. Tapi, nampak perkembangan mereka tak sesuai usia. Ya, di usia mereka kebanyakan anak-anak akan bertingkah manja pada orang-orang terdekatnya.

Hana menatap punggung keduanya yang kini hilang di balik tembok. Setelahnya ia nampak menghela napas panjang.

"Mengenai hal yang tadi, aku hanya bicara seadanya," ucap Hana santai. Matanya menatap lekat ibu dan anak yang kini duduk bersisian di hadapannya.

Tak nampak wajah tak nyaman yang ditampakkan Hana, yang ada hanyalah wajah yang begitu dingin.

"Kenapa kau bicara begitu pada Mama?" tanya Rio berusaha berucap lembut, meski hasilnya nampak kaku.

Laki-laki itu sangat tak pandai berucap maupun bersikap lembut. Hana bahkan tak tahu apa yang membuat perempuan selingkuhan suaminya itu sampai berniat meninggalkan anak dan suaminya demi Rio, kecuali harta. Ya, sekarang Rio hidup mapan dengan gaji belasan juta perbulan. Tak seperti dulu saat mereka pacaran, di mana Rio hanyalah seorang mahasiswa yang tergolong dari keluarga sangat sederhana.

"Bukankah aku hanya berucap yang sebenarnya? Apakah ada perkataanku yang keluar jalur? Dan bukankah benar papamu pernah berselingkuh?" Hana tak gentar. Lidahnya terlihat begitu lancar menumpahkan rasa yang selama ini terpenjara dalam dada.

"Jangan berlebihan kamu Hana!" sergah Maria merasa kesal. "Papa berselingkuh bukan karena niatnya ingin mengkhianati Mama, tapi perempuan gil* itu yang rela mendatangi duk*n supaya Papa jatuh hati padanya." Lanjut Maria dengan wajah memerah.

"Tak perlu berlebihan, Ma. Itulah pentingnya menjaga perasaan orang lain supaya orang pun berusaha menjaga perasaan kita." Hana berucap dengan sangat tenang.

"Memangnya apa yang salah dengan perkataan Mama tadi?" gerutu Maria tak terima.

"Karena Mama terlalu menggurui. Setiap keluarga punya aturan masing-masing. Jangan paksa untuk samakan aturan dalam keluarga kita dengan keluarga orang lain karena itu akan membuat kita dibenci." Hana berucap lembut. Namun, terdengar menyakitkan bagi Maria.

"Memang, ya, menantu zaman sekarang banyak yang sok pinter. Dikasih tau nggak terima. Sama aja kamu sama Lina, sama-sama menyebalkan. Orang tua datang bukannya disambut hangat malah ngajak berantem." Maria semakin kesal.

"Iya, Ma, karena semua perempuan me--"

"Cukup! Selesaikan perdebatan ini. Kupingku panas mendengarnya!" bentak Rio dengan kesal.

Pikirannya kian kacau kala mendapati sikap Hana yang berubah 180 derajat dari biasanya.

Hana tak lagi menjawab. Ia cukup puas melihat wajah penuh amarah mama mertuanya itu barusan. Sedangkan Maria, perempuan itu kini berjalan ke kamar sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai sambil menggerutu.

*

Usai shalat ashar Hana mengantarkan Ira untuk les, Ica-pun tak mau ketinggalan. Anak bungsunya itu seolah tak terpisahkan dari sang mama.

"Apa yang kau lakukan pada istrimu sampai-sampai dia menjadi pembangkang seperti sekarang?" tanya Maria. Wajah perempuan itu masih menampakkan kekesalan yang tak kunjung hilang.

"Entahlah!" Rio yang kini tengah bersandar di sofa ruang keluarga menanpakkan wajah tak sedap.

"Jangan-jangan benar yang Hana ceritakan beberapa waktu lalu," sindir Maria pada anak sulungnya itu.

Rio menegakkan duduknya. Menatap sang mama yang kini tengah menatap lurus pada layar televisi.

"Hana cerita apa?" tanya Rio penasaran. Perasaannya semakin tak nyaman.

"Kau mau kawin lagi," ucap Maria pelan.

Rio bungkam. Sesaat kemudian ia mengacak rambut kasar seiring gundah yang semakin memancing emosinya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Emang gak tau diri Rio ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status