Home / Rumah Tangga / KEMBALINYA ISTRIKU / 4. Zaki yang tak berdaya

Share

4. Zaki yang tak berdaya

Author: Muninggar88
last update Last Updated: 2024-01-26 22:41:11

Setelah sekian lama akhirnya tangis si Zaki rendah juga. Namun dengan seiring redahnya tangisan tersebut, badan Zaki yang semula panas berangsur turun tapi bibir mungilnya semakin biru dan warna kulitnya terlihat memucat. Tak ingin pikir panjang lagi. Segera bayi ini aku turunkan ke atas kasur dari yang semula berada pada gendonganku. Badanku juga terasa sangat lelah, ingin secepatnya merebahkan diri ini di sebelah putra kecilku. Semoga saja dia baik-baik saja. Dan bisa beraktivitas seperti biasanya agar dia bisa kembali menghasilkan uang lagi untuk kami. Walau bagaimanapun dia adalah tulang punggung bagi kami setelah ibunya. Dari hasilnya yang setiap hari ia dapat itu uang membantu menutupi kebutuhan dapur rumah ibuku.

Brak... Brak...Brak...!

Mata ini masih sangat mengantuk, tetapi telinga ini sangat terganggu dengan suara pukulan pintu yang aku yakin itu suara dari pintu kamar yang aku tempati ini.

"Rud, Rudi. Cepat bangun. Itu di depan sudah di tungguin penyewa Zaki!" tak salah lagi. Itu benar suara teriakan dari ibu dan yang tadi mengendor pintu ini juga pasti ibu. Iya setiap hari dan setiap pagi sengaja aku menyiapkan putra semata wayangku ini untuk mengais rezeki. Setiap hari orang yang menyewa jasanya untuk di jadikannya bayi pengemis akan datang ke sini untuk menjemputnya dan mengembalikan pada kami saat menjelang petang. Biasanya aku yang memandikannya setiap hari dan memberikannya sarapan sebelum di berangkat mengais rezeki. Aku juga sengaja hanya memandikannya dengan mengguyurnya mengunakan air saja dan tanpa membalurkan sabun pada tubuh kecilnya. Sengaja agar penampilannya semakin pari purna saat ikut orang yang menyewanya untuk meminta-minta. Aslinya anak tersebut memiliki fisik yang rupawan juga kulit yang bersih bak artis iklan sampo bayi yang ada di TV-TV. Namun seiring dengan berjalannya waktu bayi kecilku itu harus totalitas dalam perannya. Sehingga kami dengan sengaja membuatnya sedemikian agar semakin banyak orang yang bersimpati padanya.

"Iya, Bu, sebentar. Ini Rudi juga baru bangun." Rasa capek yang mendera badan ini belum sepenuhnya luruh. Tetapi rasanya aku sudah tertidur begitu lama. Disaat mata ini menoleh ke samping telat di mana bayi kecilku tertidur pulas. Wajah kecilnya menampilkan garis lengkung tepat di bibirnya. Seperti damai sekali tidur si Zaki seperti tanpa beban saja. Berbeda denganku. Aku terasa memikul beban yang sangat berat saja. Padahal tugas pencarian nafkah telah digantikan oleh istri dan anakku. Tidurpun terasa gelisah belum pernah aku mendapatkan ketenangan hidup. Ada yang aneh dengan Zaki-ku. Kenapa semakin lama aku memandanginya semakin tidak karuan rasa di dalam sini. Segera ku pegang pipi lusuhnya yang dulu sempat tembem itu. Dingin, dingin seperti es yang telah mencair. Segera ku raih badan kecil yang ada di hadapanku ini. Zaki, Zaki-ku tidak sedikitpun merespon bahkan untuk mengeliat seperti yang biasa di lakukannya. Ada apa dengan Zaki-ku?

"Ibu, Bu. Cepat masuk, Bu!" teriakku sekeras mungkin karena rasa khawatir yang teramat besar mendera dada ini. Degup jantungku aku tidak bisa mengontrolnya. Tanganku yang memegangi tubuh kecil ini bergetar entah kenapa.

Cklek...

Kriet....

Suara handel pintu kamar dan di susul terbukanya daun pintu itu.

"Kenapa si Rud, kamu ini teriak-teriak seperti orang kesetanan saja!" sungut ibuku yang baru saja menyembul dari balik pintu.

"Bu, cepat sini. Ini coba lihat Zaki! Zaki tidak mau bangun dan juga tidak merespon Rudi. Sedari tadi Rudi sudah coba bangunin Zaki. Namun anak ini juga masih tetap memejamkan matanya." Aku menunjuk pada arah Zaki yang masih terlelap dengan senyum yang menghiasi wajah pucatnya.

"Sini biar ibu yang bangunin." segera ibuku mengulurkan tangannya untuk meraih tubuh kecil Zaki. Jika bayi yang pada umumnya berbobot 12kg sampai 13kg. Maka berbeda jauh dengan Azka. Bayi tersebut hanya memiliki bobot kurang dari 10kg. Sejauh ini, hanya beberapa kali saja Zaki mengikuti posyandu. Itupun sewaktu ibunya masih belum berangkat menjadi TKW. Selepas kepergian ibunya, aku dan juga keluargaku lainnya sengaja abai, melalaikan apa yang seharusnya menjadi amanah untuk kami. Hanya uang dari ibu Zaki yang kami nikmati. Namun bayi kecil yang harusnya mendapatkan banjiran kasih sayang dari kedua orangtuanya terutama seorang ibu karena usianya yang masih harus ASI, tidak sempat ia rasakan seperti anak-anak lain yang seusianya. Justru oleh keluargaku, bayi Zaki di jadikan sebagai tulang punggung pula seperti ibunya. Sengaja kami menjadikan Zaki bayi sewaan untuk para peminta-minta yang membutuhkan jasanya untuk mendapatkan simpati dan belas-kasihan dari banyak orang. "Ya ampun, Rud. Apa yang sudah kamu lakukan dengan anak in? Apa dari semalam kamu belum kasih dia obat penurun panas?" selidik ibuku dengan raut yang tak kalah khawatirnya dengan diri ini.

"Maksud ibu apa?" Aku semakin khawatir atas ucapan ibuku.

"Anak ini belum kamu kasih obat dari semalam?" Ibu mengulang kembali pertanyaannya.

"Sudah, Bu. Rudi sudah kasih obat yang biasa kita minumkan untuk dia."

"Terus kenapa anak ini masih belum juga bangun dan dia juga tidak mau bergerak sama sekali?"

"Rudi juga gak tahu, Bu. Kemaren karena terus rewel, di tambah ibu dan Eni yang terus mengomel. Makanya Rudi kasih anak ini minum obat lebih dari biasanya. Biar cepat anteng dan gak rewel lagi. Rudi juga capek gak ada yang gantiin gendong." ucapku sedikit kesal karena sedari kemarin ibuku ini sangat abai padaku juga bayiku.

"Kok malah kamu nyalain ibu, sih!" Ibuku tidak terima dengan ucapanku yang menyalahkan atas sikapnya.

"Iya, tapi itu benar adanya kan?" sungutku. "Terus kalau Zaki masih seperti ini, apa ibu tega memaksanya untuk tetap ikut turun ke jalan?"

"Ya, mau bagaimana lagi. Kita juga kan butuh makan. Sementara yang berpenghasilan kan cuma anakmu ini. Lagian salah ibunya juga. Kenapa juga gak kirim-kirim uang lagi sama kita. Kamu jangan mau di bodohi sama istrimu itu. Biarkan saja Zaki tetap ikut. Lagian kasihan, orang yang biasanya sudah nungguin lama di depan. Lumayan juga dia ngasihnya. Bisa beli ayam sama telur nanti di warung." Lagi-lagi ibu masih menyalahkan ibunya Zaki mengenai kondisi ekonomi kami saat ini. Tapi ada benarnya juga ucapan ibuku ini. Semua salah Rani karena telat kirim uangnya. Sedangkan kami yang di sini juga butuh hidup dan makan juga.

Akhirnya setelah sempat berunding dengan ibu. Kami memutuskan agar zaki tetap ikut turun ke jalan seperti biasanya. Lagian dia juga nampak anteng saja. Aku yakin nanti juga ia akan pulih seperti biasanya lagi. Dan aku tidak perlu dibuatnya repot lagi karena harus mengendong untuk menenangkan rewel dari tangisnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
for you
keluarga laknat
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KEMBALINYA ISTRIKU    35. Terusir lagi

    "Rud, kita gagal lagi. Ibu pikir harusnya kamu itu tinggalkan saja si Lasmi dan mencoba untuk mendekati Rani lagi. Karena kalau kamu berhasil dapatin si Rina itu sana artinya kamu bisa merubah hidup kita. Ibu bosan hidup miskin dan susah. Makan saja susah." Ibunya Rudi berusaha menghasut putranya."Tapi apa Lasmi mau Rudi tinggal, Bu? Kita saja numpang hidup sama dia." "Ya kamu pinter-pinter cari cara dong. Masa gitu saja harus tanya sama ibu kamu ini."Rudi dan ibunya sedang berada di kamar yang ditempati oleh ibunya Rudi. Tanpa sepengetahuan keduanya, Lasmi yang tadinya berpamitan untuk pergi sebentar ia urungkan karena ada sesuatu yang tertinggal. Dan benar saja, Lasmi mendengar dengan telinganya sendiri jika ternyata ibu mertua dan suami sedang bersekongkol untuk menyingkirkan dirinya.Mendengar percakapan di dalam kamar yang posisinya tidak tertutup dengan sempurna. Dari balik pintu terdengar gigi gemeletuk milik Lasmi."Oh, ini ternyata rencana kalian. Baiklah ternyata aku saat

  • KEMBALINYA ISTRIKU    34. Tak tahu malu

    "Wah, besar juga toko milik si Rani," ujar ibunya Rudi menatap takjub. Rudi sengaja memarkirkan motor miliknya agak jauh dari tempat istrinya tersebut."Alah..., biasa juga kali, Bu!" sewot Lasmi pada ibu mertuanya."Tunggu sebentar!" panggil Rudi pada kedua perempuan yang sudah terlebih dahulu melangkah di depannya.Rudi melangkah lebih maju agar bisa mengimbangi posisi mereka. "Sebaiknya Rudi nunggu di sini saja. Lihat ada dua penjaga di depan toko itu," ujar Rudi sambil menunjuk pada dua orang yang sedang terduduk di emperan toko."Emang ada masalah apa sama kamu, Bang?" tanya Lasmi penasaran. Matanya menyorot tajam ke arah suaminya."Pokoknya kalian saja yang masuk ke sana dari pada kena masalah," titah Rudi pada kedua perempuan beda generasi tersebut."Sudalah, Las. Kamu gak usah banyak protes. Yang penting sekarang kita itu bisa belanja banyak tanpa harus keluar duit," sahut ibu mertua Lasmi.Akhirnya keduanya pun bergerak dan meninggalkan Rudi yang berada beberapa meter dari t

  • KEMBALINYA ISTRIKU    33. Waspada

    Setelah kejadian kemarin. Keluarga Rani tidak ingin lagi kecolongan dengan keberhasilan Rudi yang menyelinap di kediaman miliki putri mereka.Sebelum perceraian antara Rani dan Rudi benar-benar disah-kan oleh pengadilan agama. Orang tua Rani sangat berhati-hati dalam menjaga keselamatan putri mereka terlebih aksi nekat yang telah dilakukan oleh laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi mantan menantu keluarga mereka.Kedua orang tua Rani sangat menyesalkan sikap mereka karena telah memberikan restunya pada laki-laki yang ternyata benar-benar tidak bertanggung-jawab. Bukan hanya melimpahkan kewajibannya sebagai tulang punggung keluarga. Keluarga dari menantunya pula yang telah membuat cucu mereka harus meregang nyawa tanpa ada kesempatan bagi mereka untuk menatap kepergian cucu mereka untuk yang terakhir kalinya. Keluarga Rudi sengaja menyembunyikan kematian putranya dari keluarga istrinya.Tidak hanya putri mereka yang diperas keringatnya oleh keluarga dari besan melainkan persekongko

  • KEMBALINYA ISTRIKU    32. Tidak akan melepaskan

    Mas, kamu itu dari mana saja? Masih pagi bukannya kerja malah keluyuran. Terus itu kakimu kenapa? Kok kamu jalannya pincang gitu?" Rudi yang baru sampai di rumah. Di depan teras tempat mereka tinggal sudah menanti istri yang sudah menunggunya dengan muka yang sudah tidak bersahabat."Cerewet! Aku ini juga sudah usaha. Memang belum rejekiku hari ini." ucapnya tanpa memperdulikan wanita di depannya itu. Terus melangkah hingga masuk kedalam rumah milik Lasmi."Kalian itu numpang di rumahku harusnya tau diri, dong!" cerca Lasmi sambil mengekor di belakang suaminya itu. "Aku sudah capek masak ibu sama ibumu enak dari tadi kerjanya cuma tiduran." keluhnya pada sang suami."Bisa diem gak! Aku ini juga capek!" hardik Rudi sambil memijat bagian tubuhnya yang sakit itu."Gimana mau diem kalau di rumah gak ada apa-apa. Aku ini juga butuh menyenangkan diriku sendiri. Aku sudah stres. Semua yang aku punya sudah aku jual. Tapi mana janjimu yang mau balikin itu semua?" "Itu semua juga dulunya aku y

  • KEMBALINYA ISTRIKU    31. Penggunaan

    Sudah satu Minggu dari kejadian kerusuhan yang diperbuat oleh keluarga Mas Rudi. Tak ada kabar lagi dari mereka semua. Surat gugatan pun telah terdaftar di pengadilan agama, tinggal menunggu surat panggilan untuk sidang perdana kami. Semoga selepas semua urusan ini selesai. Aku bisa kembali mendapatkan ketenangan dan menjalani hidup dengan tenang pun menata hidup dan masa depan. Untuk kembali menjalin hubungan, aku tidak membatasi. Mengikuti alur yang sudah diskenariokan oleh Sang Maha Pengatur dan Pemilik kehidupan.Rencanaku hari ini adalah bertemu dengan pembeli rumah itu sekaligus pelunasan dari sisa uang yang belum terbayar."Tunggu!" terdengar suara bariton yang sangat aku kenali.Iya, Mas Rudi yang berteriak memanggil namaku. Mau apa lagi dia datang kemari. Kenapa nyaliku jadi menciut begini. Tiba-tiba jantungku berdegup dengan kencangnya.Aku takut karena Mas Rudi bisa saja berbuat nekad seperti kemaren. Sedangkan di rumah hanya aku seorang dan dua orang karyawan yang berjag

  • KEMBALINYA ISTRIKU    30. Memata-matai

    "Mbak, Bayu tadi kayaknya lihat seseorang yang mirip banget sama Mas Rudi." "Apa, bener, Le, yang kamu lihat tadi itu suaminya, Mbakmu si Rudi itu.""Iya, Bu. Bayu yakin. Soalnya tadi orang itu juga merhatiin kita terus pas kita bagi-bagi nasi kotak di depan." ucap Bayu dengan mimik seriusnya."Apa mungkin Mas Rudi sudah tahu tempat ini ya, Yu?" "Bayu juga gak tahu, Mbak. Mungkin tadi juga dia pas lihat kitanya gak sengaja. Mungkin saja kan karena kita tadi di jalan pas Mas Rudi juga melintas di sana. Terus lihat kita.""Iya, juga, ya." di sambut anggukan oleh Ibu juga Bapak."Terus kemaren bagaimana pas kalian menyita rumah ibu mertuamu itu, Nduk? Bagaimana reaksi dari mereka?" tanya bapak karena penasaran."Iya, Nduk. Ibu juga penasaran. Akan tinggal di mana kalau mereka keluar dari rumah itu?""Rani juga gak tahu, Bu. Itu sudah bukan urut kita lagi.""Kemaren sempat bersitegang si, Pak. Mereka mencoba beralasan. Tapi karena gertakan dari preman yang di bawa oleh Pak Indra dan jug

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status