Dimas mengangkat pistol ke arah Aether dengan tangan kiri sementara tangan kanan diangkat supaya para anggota menahan diri untuk tidak asal tembak, sekarang kelompok mereka sedang disudutkan oleh sekelompok gangster lain, kelompok Balin yang jaya, hampir runtuh karena kehilangan ketua yang dituduh melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Indonesia. Tentu saja, sekarang para kelompok lain berani, karena pemerintah Indonesia juga turun tangan menyerang Balin. Dimas menyipitkan kedua mata dan berusaha mengingat identitas pria yang berdiri di hadapannya. Anggota lain terkejut ketika mengenali Aether. "Bukankah dia anak presiden yang dikenal sebagai pangeran bermasalah?" Dimas juga terkejut. "Kenapa?" Aether tidak lagi tersenyum bodoh atau melakukan kegiatan bodoh lainnya, dia berjalan santai dan mendekati Dimas, tanpa takut meskipun pistol diarahkan ke dirinya. "Ya, saya anak Presiden." Aether belum mau mengungkapkan identitas asli jiwa di dalam tubuhnya, tidak mungkin dia mengatak
Aether menatap tidak percaya Dimas. "Kamu yakin pemerintah tidak mengembalikan tubuh ketua kalian? Kenapa?" "Kami tidak tahu alasannya." Geleng Dimas sementara anggota lainnya menunjukkan wajah sedih. "Mereka tiba-tiba datang mencuri dokumen dan menuduh kelompok kita telah berupaya memberontak dan bekerja sama dengan negara lain." Aether mengepalkan kedua tangannya dengan marah lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Kalian mau diam saja ketika mendapat perlakuan tidak adil?" "Lawan kami penguasa." "Kami bisa berbuat apa?" "Anda hanya anak orang kaya yang masih menerima uang dari orang tua." "Bagaimana bisa kami mempertaruhkan nyawa untuk anda?" "Jangan ganggu kami." Aether tidak menyalahkan sikap mereka, mengambil kartu nama di balik saku jaket dan menyerahkannya ke Dimas. "Ini." Dimas membaca kartu nama kekanakan dan terlihat mewah, berwarna emas. "Apakah ini bisa dijual? Saya yakin ada unsur emas di kartu nama ini." Aether memasang tampang kecut ketika Dimas melontarkan
Keesokan paginya, Aether terbangun dengan kepala sakit. Pelayan muda yang bersumpah setia kepadanya, menghela napas dengan lega dan tertawa gugup melihat majikannya sudah bangun. "Tuan muda, anda sudah bangun?" Aether menatap dingin pelayan junior tersebut. Sang pelayan menundukkan kepala dan mengakui kesalahannya. "Saya minta maaf, Nyonya memaksa saya untuk membuka mulut. Saya tidak punya pilihan lain." Aether bangun dengan susah payah lalu mengangkat tangan ketika pelayan itu hendak menolongnya, dia bukan orang lumpuh dan tidak suka ada yang membantunya untuk hal kecil. "Tidak masalah, ceritakan saja. Aku tidak peduli." Dia juga tidak ingin merahasiakan semua tindakannya ke Julia untuk sementara waktu. "Ibu memang orang yang peduli pada hal detail, tidak usah merasa bersalah." Pelayan muda itu semakin gugup dengan jawaban Aether, masalahnya dia tidak tahu apakah jawaban majikannya itu untuk menghibur atau justru malah mengujinya. "Tapi, saya benar-benar merasa bersalah." "Kamu h
Sebastian selalu menjunjung tinggi nilai moral, dia tidak menyukai dengan namanya pengkhianatan. Apa yang dilakukan suami dari majikannya sudah melanggar norma, dia tidak pernah menghormati selingkuhan dan anak-anaknya sejak awal. "Rumah ini milik keluarga Kailash, beliau adalah tamu dari anggota keluarga Kailash. Sekarang saya ingin tanya kepada anda- apakah anda juga bagian dari anggota keluarga Kailash?"Alvin tersenyum. "Ayahku adalah menantu keluarga Kailash yang berarti aku-""Apakah anda tidak tahu mengenai hubungan darah? Atau saya perlu menjelaskan dengan teliti, bahwa hubungan darah itu diperlukan dalam menjalin hubungan keluarga, dan anda- apakah terhubung dengan darah?"Alvin terdiam dan tidak bisa membalas perkataan Sebastian."Anda tidak bisa menjawab?" tanya Sebastian."Kamu- benar-benar tidak tahu sopan santun, aku akan bicara ke Ayah mengenai hal ini.""Saya digaji keluarga Kailash, istri sah dan anak sah keluarga inilah yang hanya bisa memerintahkan saya." Sebastian b
Hari itu juga, Dimas bertemu dengan kepala pelayan dan diberikan banyak pengarahan sambil tersenyum cerah. Dimas yang tidak tahan lagi, bertanya. "Apakah anda baik-baik saja? Kenapa tersenyum seperti itu? Apakah saya melakukan kesalahan? Saya tidak pantas berada di tempat ini?" Senyum Sebastian lenyap begitu mendengar pertanyaan Dimas, lalu berdehem. "Saya hanya bahagia melihat Tuan Muda akhirnya melakukan sesuatu yang berguna." "Menurut saya tidak terlalu berguna, dia hanya ingin membuang uang dan menunjukkan kekuasaannya di depan orang banyak." Dimas mengangkat kedua bahu dengan santai. "Beliau membuang uang dan menunjukkan kekuasaan karena memang berasal dari keluarga Kalish, tidak ada yang salah. Namun, yang salah jika beliau tidak memiliki pertahanan yang kuat." "Eh?" "Anda berasal dari kota belakang. Ini hanya rahasia umum sesama kepala pelayan di ibukota, para pelayan yang berasal dari kota belakang biasanya cekatan dan pekerja keras, tujuan mereka tidak ingin kembali ke pu
Dimas segera menurunkan piring dan gelas di atas kereta makanan, ke meja di hadapan Aether. Pelayan muda tersenyum penuh kemenangan. "Kalian berdua, bisa jelaskan kepada aku- kenapa negara ini masih berkembang meskipun banyak faktor potensial, yang menjadikan negara ini bisa maju?" tanya Aether. Dimas yang sudah selesai meletakkan piring dan gelas, berdiri tegap di samping pelayan muda. Pelayan muda mengerutkan kening dengan bingung sekaligus gugup. "Apakah kalian tidak bisa memikirkan hal ini?" tanya Aether. Pelayan muda maju dan memberikan alasan. "Tuan muda, kami hanya pelayan. Yang bisa kami lakukan hanya mencari uang untuk bertahan hidup, bagaimana bisa kami tahu jawabannya?" "Sumber daya manusia." Pelayan muda dan Aether spontan menoleh ke arah Dimas yang menunjukkan wajah datar. "Sumber daya manusialah yang membuat negara ini sulit berkembang." Pelayan muda berdiri di hadapan Dimas dan menegurnya. "Hei, kamu jangan sok tahu! Tuan muda tidak membutuhkan jawaban kita, s
Malamnya. Aether makan malam bersama keluarga besar, termasuk Ibunya. Julia. Kali ini Julia duduk di kursi keluarga sementara ayah kandung Aether duduk di sisi kiri, lalu Aether duduk di seberangnya. istri siri dan anak-anak selingkuhan tentu saja duduk di samping sang presiden. Berkat kebaikan hati Aether sebagai anak. Hal ini membuat para pelayan baru, mulai bersimpati terhadap Aether. Sementara pelayan lama yang dibawa kembali oleh kepala pelayan, menatap benci orang asing yang tidak ada hubungannya dengan Kailash. Alvin dan Aida tidak berani berkutik. Aether menyesap minumnya dengan santai. Baron berdehem lalu bertanya ke Aether. "Besok jadwal kamu apa?" "Menjemput tamu di bandara, bisa dibilang mereka memiliki hubungan baik dengan Ibu." Jawab Aether sambil mengangkat daging yang menancap di garpu dengan jijik. Apakah orang kaya selalu makan makanan yang menjijikan seperti ini setiap hari? Julia yang memperhatikan putranya, bertanya dengan khawatir. "Ada apa sayang? Maka
Aether tersenyum lebar dan menyapa empat anggota bangsawan Inggris yang datang memakai pesawat pribadi. Selena adalah seorang artis hollywood yang beruntung bisa menikah dengan salah satu anggota keluarga kerajaan yang memiliki nama bangsawan sendiri, Viscount Aelfric. Wanita cantik itu juga teman baik dari ibu kandung Aether yang sama-sama kuliah di universitas Brown. Selena yang fasih menggunakan bahasa Indonesia, terkejut melihat Aether menyambutnya. "Aether?" Tanyanya dengan ragu. Aether menyambut hormat pasangan bangsawan itu. "Hallo, saya Aether." Suami Selena yang juga fasih menggunakan bahasa Indonesia, tertawa serta menepuk bahu Aether dengan ramah. "Sudah aku bilang, jangan percaya dengan gosip- lebih baik datang dan lihat dengan mata kepala sendiri." Aether tersenyum canggung. "Apakah ada yang aneh?" Selena memperhatikan Aether dari atas ke bawah, lalu menggelengkan kepala. "Tidak, aku terlalu berlebihan. Jangan diambil hati." Aether mengangguk paham lalu berjongkok k