Radisha merasa khawatir kepada ibunya di kampung, tetapi dia tidak berdaya mau menolongnya pun tidak bisa. Karena Radisha belum memiliki uang. Kerjanya saja belum genap satu bulan di kota, mana mungkin Tifany akan memberikan gajinya secara cuma-cuma, terlebih lagi Radisha masih terbilang baru di bidang pekerjaan yang sekarang di jalaninya.
"Apa iya aku harus meminjam uang dari Nona Tifany, untuk menemui Ibu di Kampung?" ucapnya gusar sambil menggigit bibir bawahnya."Kau kenapa terlihat bingung seperti itu Radisha?" tanya Tifany setelah menghampiri Radisha.Radisha menelan salivanya, gugup saat tiba-tiba saja Tifany mengalihkan perhatiannya."Radisha, apa yang terjadi? Apa kau sedang ada masalah?" tanyanya lagi.Radisha pun menjawab pertanyaan Tifany. "Anu ... itu, em ... enggak ada apa-apa kok!" jawabnya gugup.Tifany mengernyitkan keningnya, heran dengan gelagat aneh Radisha saat ini.Ia merasa penasaran pada asistennya itu. "AMerasa keberadaannya mengganggu kedekatan mereka berdua, Radisha sadar diri dia langsung berpamitan pada Tifany, dan Kamandanu Naratama."Kalau begitu saya pamit duluan ya!" Radisha bangkit dari tempat duduknya."Kamu mau ke mana Ra? Kenapa terburu-buru sekali? Padahal aku mau gabung di sini hanya karena ada kamu!" ucap Danu.Radisha menatap pada Tifany yang seketika wajahnya terlihat muram. Tidak mau menciptakan kesalahpahaman lagi di antara dirinya dengan sang bos besar. Radisha tetap melangkahkan kakinya tidak sedikitpun menimpali Danu.Namun, Danu malah ikut bangkit lalu menghentikan Radisha yang mulai melangkah pergi."Kenapa kau hanya diam ... aku minta kau jangan menghindar!" Danu menggenggam tangan Radisha.Tifany membuang tatapannya, hatinya terasa seperti terbakar sakit bukan main melihat pria yang akan bertunangan dengannya malah memilih perempuan lain. Sedangkan dua keluarga sudah sangat cocok dengan perjodohan mereka
Radisha terengah-engah ia menghela nafas panjang, setelah selamat dari mobil yang hampir menyerempetnya. Kemudian Radisha segera membantu Danu untuk bangun."Mari saya bantu Tuan!" Radisha memegang lengan Danu, dan menuntunnya ke pinggir jalan."Terima kasih telah menyelamatkan saya!" ucap Radisha sangat bersyukur pada Danu."Jangan pernah berterima kasih padaku, karena itu adalah kewajibanku melindungimu dari marabahaya Ra!" ujarnya menatap lekat-lekat wajah cantik Radisha.Radisha membuang tatapannya, ia tidak mau terbuai semakin dalam lagi mengagumi sosok Danu si pria baik hati yang muncul, dan merebut hatinya.Danu tahu Radisha sedang berusaha menciptakan jarak dengannya. Namun, Danu tidak mau berpikir buruk tentang hal itu. "Kenapa kau menghindar? Apa salahku?" tanyanya dengan tatapan menyelidik."Tuan tidak salah apa-apa, hanya saja saya merasa tidak pantas ada di antara kalian!" "Kalian siapa maksudmu?
Radisha bergumam dalam hatinya. 'Kenapa Nyonya Stevani tiba-tiba saja ingin bicara denganku? Ada apa ini Tuhan?' Radisha membatin heran."HEY!" Stevani melambaikan tangannya tepat di depan wajah Radisha.Radisha pun tersadar dari lamunannya. Lalu bertanya dengan gugup. "Ada apa Nyonya?" tanyanya."Ayo ikut saya!" Stevani menarik tangan Radisha secara kasar dengan genggaman teramat keras, hingga Radisha merasakan sakit di pergelangan tangannya."Nyonya sebenarnya ada apa? Kenapa Nyonya memperlakukan saya sekasar ini?" ringis Radisha mencoba melepaskan tangannya yang terasa sakit.Namun, Stevani mengabaikan Radisha. Ia tetap menarik tangannya hingga ke teras belakang rumahnya. Setelah sampai di sana barulah pergelangan tangan Radisha di lepaskan."Kamu ini di kasih hati minta jantung ya!" sentak Stevani dengan lantang. Radisha masih bingung dengan Stevani, lantaran tiba-tiba saja Nyonya besar keluarga Candler itu memarah
Danu ikut memastikan Audrey, dia mengekor dibelakang ibunya untuk melihat keadaan Audrey yang sedang dalam keadaan marah saat ini."Audrey!" Natalie memanggilnya. Namun, tidak disahuti sedikitpun oleh putrinya itu. "Buka pintunya Audrey!" pintanya lagi. Tetapi, tetap saja Audrey menghiraukan ibunya."Biar Danu yang memanggilnya Ma," Danu meminta Natalie menyerahkan semuanya padanya."Tolong bujuk Adikmu, Mama khawatir dia melakukan hal yang aneh-aneh Nak!" Natalie menyingkir dari pintu, membiarkan Danu membujuk Audrey.Belum sempat Danu memanggil adiknya itu, dari dalam sudah terdengar sahutan dari Audrey. "Percuma saja kamu membujuk aku Kak ... aku kecewa sama Kakak, dan Mama!" lirihnya dengan suara murka bercampur tangisan."Aku tidak mau membuka pintunya!" lanjut Audrey berujar."Audrey ... tolong dengarkan Kaka dulu, kamu jangan seperti ini. Kita omongin semuanya baik-baik!""Enggak! Pergi saja kalian!" seru Audrey m
Natalie perlahan mendekati putranya, ia juga ikut prihatin dengan apa yang telah terjadi saat ini."Mama kasih saran sama kamu, kali ini kamu turuti saja inginnya Papamu yah!" Natalie mengelus pundak putranya, berusaha membuatnya untuk tetap bersabar. "Mama yakin suatu saat Papa akan setuju dengan keputusanmu, tetapi, kali ini kamu turuti saja perintahnya untuk makan malam bersama Keluarga Candler!" lanjut Natalie.Danu hanya diam tidak menimpali ibunya, untuk berbicarapun Danu sudah malas. Karena percuma saja dia membantah, semua usahanya akan gagal percuma.Natalie bangkit kembali dari tempat duduknya. "Kamu segera bersiap ya ... Mama akan bicara dengan Adikmu!" Danu segera bergegas menuju kamarnya, untuk sekedar membersihkan dirinya sebelum berangkat menuju rumah Keluarga Candler.Lima belas menit kemudian, Danu telah bersiap. Iya terlihat tampan mengenakan Tuxedo berwarna putih, dan celana hitam. Tidak lupa Danu memakai sepatu pantof
Dengan santai Radisha menyajikan makanan di meja makan, meskipun di meja itu ada keluarga Danu dengan yang lainnya, Radisha meletakkan beberapa makanan di meja itu.Namun, pandangan Danu tidak matanya terus menatap ke manapun Radisha bergerak."EKHEM!"Stevani berdeham lantaran dia tahu jika saat ini Danu terus menatapi asisten putrinya sejak tadi.'Ini Radisha kenapa lama sekali sih menyajikan makanan, apa dia sengaja berlama-lama di sini? Dasar ganjen Gadis Desa ini,' batinnya sangat kesal.Sedangkan yang lainnya tidak sadar dengan kejadian ini."Radisha tolong percepat menyajikan makanannya. Barangkali salah satu dari kami sudah ada yang lapar, jika kau masih belum selesai, bagaimana kami akan menikmati makanannya!" celoteh Stevani mengusir halus Radisha."Iya Nyonya ... saya berusaha mempercepat menyajikan ini kok!" sahut Radisha, sehingga membuat Stevani geram.'Nyahut saja lagi ... dasar perempuan gatal!'
"Jangan pernah merugikan Orang lain!" tegasnya lagi.Bukannya menuruti permintaan ibunya, yang lebih condong ke menasihatinya. Audrey malah membangkang pada Natalie."Kata siapa Audrey merugikan Orang lain? Enggak kok!" ucapnya tegas. "Lagian Radisha memang pantas diperlakukan seperti itu, karena dia itu Orang yang sangat licik Ma!" lanjutnya lagi.Natalie menatap tidak percaya atas ucapan yang terlontar dari mulut putrinya ini. "Astaga Audrey, Orang sebaik dan sepolos Radisha masih kau bilang Orang licik? Hati-hati jika menilai Orang Nak ... jangan sampai kau malu dengan ucapanmu hari ini!" "Ah sudahlah! Susah kalau ngomong sama Orang seperti Mama!" gerutu Audrey. "Aku mau kembali lagi ke ruang makan, malas meladeni Mama!" ketusnya meninggalkan Natalie.Natalie menggeleng kepalanya, dia tidak habis pikir dengan watak keras yang dimiliki putrinya.'Kapan kau bersikap biasa Audrey? Kau sama sekali tidak memahami Kakakmu!' batin Natali
"Kamu masih tidak mengerti dengan maksud perkataanku barusan? Kau benar-benar menyebalkan! Iiiih!"Tifany mengepalkan tangannya, merasa gregetan pada Radisha. Saking kesalnya sampai-sampai ia meninggalkan Radisha yang masih berdiri mematung menatapnya dengan heran.'Nona Tifany kenapa berubah lagi? Kenapa sekarang menjadi lebih galak ya? Memangnya salahku apa?' Radisha membatin.Baru saja Tifany kembali ke meja makan, Keluarga Danu sudah terlihat bersalaman, dan sepertinya akan segera meninggalkan rumah keluarga Candler."Kalian mau ke mana? Bukankah acara makan-makannya belum selesai ya?"Danu menatap pada Tifany, kali ini ia yang menimpalinya. "Kata siapa belum selesai, lihat itu!" Danu menunjuk meja makan dengan jemari tangannya. "Makanan aku sudah habis kan? Berarti aku dan keluargaku sudah harus pulang dari sini!" ketus Danu dalam menimpali Tifany."Eh iya," Tifany tersenyum menatap pada Danu, yang saat ini wajahnya sudah me