“Ada-ada aja kamu, Nam. Hidup kamu itu ajaib emang. Ketuker ponsel sama siapa pula?”
Nami telah mengirimkan uang kepada mamanya setelah Leony bersedia meminjaminya sejumlah uang yang dibutuhkan. Itupun Nami berulang kali memohon maaf, karena dirinya sungguh tidak enak berucap tolong dalam urusan hutang piutang.“Aku yakin sama satu orang. Tadi siang aku ke restoran, terus tabrakan sama orang. Ponsel kami jatuh. Dia ambil ponselnya setelah minta maaf, terus pergi gitu aja. Aku juga nggak ngecek lagi, karena langsung ke kantor. Di kantor hectic parah, Le. Buat kentut aja nggak sempat. Pas sampai rumah, baru aku sadar kalau ponselnya beda. Mana pake password pula. Aku udah ke restorannya buat minta data pribadi atau sekadar ngecek CCTV buat nyari tau siapa yang tabrakan sama aku. Tapi pihak restoran nggak mau ngasih akses, karena menyangkut privasi.”“Gini aja, kita tungguin sampai ada yang nelepon. Kalau nggak ada, besok aku ngomong sama suamiku buat bantu kamu.”Nami semakin tidak enak jika harus melibatkan suaminya Leony dalam urusannya.“Ada yang nelepon, tapi aku nggak berani jawab.”“Kenapa? Siapa tau dari mereka yang nelepon, ada salah satunya si pemilik ponselnya.”Akibat jiwa dan raganya yang super lelah. Nami jadi sulit berpikir jernih. Mengapa ia jadi takut menjawab panggilan dari beberapa kontak yang masuk saat masih di rumah tadi?Leony pun mencoba menelepon nomor Nami. Namun baru saja Leony menempelkan ponselnya di kuping. Ponsel yang persis dengan ponsel Nami berdering.“Angkat, Nam! Angkat! Itu nomor kamu!” Leony berseru heboh. Meski kemudian, Leony spontan membekap mulut. Ia baru ingat, jika putri kecilnya sudah tertidur.Dengan gugup, Nami menjawab panggilan dari nomor ponselnya.“Ha-halo.”“Halo,” jawab suara pria yang entah siapa di seberang telepon.Nyess!Jantung Nami berpesta pora tanpa sebab. Oh, bukan tanpa sebab juga! Soalnya suara pria asing yang menyapa rungunya begitu ganteng dan menenangkan.“Iya, halo.” Nami menjawab dengan suara yang dilembut-lembutkan. Leony memutar bola matanya atas perubahan sikap Nami yang mendadak.“Dengan Nona Nami?” tanya suara pria itu.“Iya, Mas. Saya Nami.”Nami reflek menepuk-nepuk bahu Leony yang tersentak kaget, karena kelakuan random sahabat gilanya yang kelojotan setelah menyebut sapaan Mas.“Ponsel kita tertukar. Saya lega, karena akhirnya menemukan orang yang membawa ponsel saya. Jadi Nona Nami ada di Milan sekarang?”“Hah, Milan? Nggak, Mas. Saya di New City.”“Apa?! New City? Saya kira ponsel kita tertukarnya di bandara.”“Nggak, Mas. Ponsel kita tertukarnya di restoran. Mas yang buru-buru ke toilet setelah asal ngambil ponsel di lantai setelah kita tabrakan, kan?”Nami bisa mendengar helaan dari ponsel pria itu. Lalu disusul kekehan renyah yang membuat Nami mengguncang-guncang tubuh mungil Leony yang kedua kali.“Stress kamu!” Leony berbisik, tapi melontarkannya dengan penuh penekanan.“Ah, kamu nona yang di restoran! Saya lupa, Nona. Emmm, jadi bagaimana ini? Masalahnya saya di Milan selama tujuh hari ke depan. Ada pekerjaan yang tidak bisa saya tinggal.”Nami melupakan rasa kagumnya akan suara ganteng si pria pemilik ponsel. Ia memikirkan nasib ponselnya yang tidak ada selama tujuh hari ke depan.“Duh, gimana jadinya, Mas?! Mas tahu sendiri, kalau ponsel sekarang menjadi barang penting. Semua pekerjaan dan urusan ada di sana semua, Mas.”Email masih bisa dibuka dengan laptopnya, meski sedikit tidak praktis jika dirinya berada di luar rumah. Sementara untuk grup chat kantor, Nami tidak bisa meninggalkannya satu hari pun.Gumaman pria di ujung telepon terdengar.Tampaknya si pria bersuara ganteng pun memikirkan solusi. Akan tetapi, Nami sedikit keberatan jika ia harus bertukar ponsel dengan pria asing.“Nona, terpaksa kita harus bertukar ponsel sementara. Untuk informasi penting, kita harus saling mengizinkan satu sama lain menggunakan ponsel. Saya izinkan nona untuk mengakses dan menggunakan ponsel saya. Passwordnya nol empat dua belas sembilan dua. Jika nona juga bersedia, saya akan mengabari semua informasi penting yang masuk ke ponsel ini. Kita akan bertukar peran selama satu minggu.”Nami sangat hati-hati menyetujui usulan itu. Ia tidak bisa berpikir terlalu lama. Nami harus memutuskan dengan cepat. Nami memiliki trust issue. Tentu saja ragu terhadap orang asing. Namun dirinya pun tak memiliki solusi lain. Apa ia harus menerimanya saja?Nami berdoa pada Tuhan. Ia akan menggantungkan nasib pada seorang pria asing yang memiliki kemungkinan akan menikamnya setelah ini pasca mengantongi hal-hal privasi tentang dirinya.“Maaf, apa anda percaya dengan saya?”Nami pandai memutarbalikan pemikiran. Padahal dirinya yang tidak percaya sama sekali pada si pria asing. Namun dirinya tidak ingin terlalu kentara.“Percaya. Saya yakin Nona Nami orang baik.”Nami yang love languagenya adalah suka diberi pujian, tentu dengan mudah merasakan hatinya yang melting seperti coklat yang terpapar sinar matahari langsung.“Baiklah, Mas. Saya juga mempercayai mas. Jika ada hal-hal penting, akan saya sampaikan langsung ke … Maaf, dengan mas siapa?”“Dirga,” jawab pria bersuara ganteng yang ternyata namanya pun tak kalah ganteng. Nami semakin kelojotan setelah mengantongi nama si pria asing.“Nona Nami, selanjutnya kita lanjut lewat chat saja.”“Iya, Mas.”“Di New City sudah malam, kan? Good night. Ingat password ponsel saya?”“Ingat, Mas. Soalnya enam angkanya sama persis dengan tanggal lahir suami halu saya.”Leony menganga tak percaya akan informasi tidak penting yang ia katakan di telepon. Nami malah cekikikan dengan genitnya.Yang mengaku bernama Dirga ikut tertawa di Milan sana.“Saya tahu, kok. Baik, saya tutup.”Nami menghela napas yang sangat panjang saat panggilan terputus. Nami hampir berteriak kegirangan, karena mendengarkan suara ganteng Dirga.“Lili lagi tidur. Jangan teriak kamu.” Leony memperingatkan Nami yang sekarang berhasil membuka akses pada ponsel Dirga. Wallpaper ponselnya adalah foto seorang gadis berambut panjang yang membelakangi kamera. Harapan Nami menemukan wajah Dirga pun harus tertunda. Ia tidak berani membuka galeri foto di ponsel Dirga jika bukan orangnya yang meminta.Tak lama setelah itu, Dirga mengirimkan pesan.(“Saya minta tolong agar Nona mengirimkan pesan bertuliskan selamat tidur semuanya di grup chat yang bernama Tupai Lapuk. Jika Nona juga ingin saya mengirimkan pesan kepada seseorang, silakan katakan saja kepada saya.”)Nami bersumpah jika pria yang bicara dengan bahasa formal jauh lebih berdamage untuk jantung dan hatinya.Nami menuruti apa yang dikatakan Dirga. Ia membuka aplikasi hijau dan menemukan grup chat bernama Tupai Lapuk. Setelah mengetikkan apa yang diminta Dirga. Nami pun mengunci ponsel kembali. Ia tidak boleh terlalu mengutak-ngatik barang yang bukan miliknya.“So, gimana tadi?”“Kayaknya aku jatuh cinta pada pendengaran pertama, deh.”“Nggak ada balasan sama sekali dari Raline.”Samudra menunggu kabar dari Raline, kekasihnya. Ia menghubungi sang kekasih lewat ponsel Rajasa. Namun sayangnya, tidak ada reaksi apapun dari sang kekasih yang berada di New City. Samudra sedang berada di perhelatan acara fashion show. Di saku jasnya, terdapat ponsel Nami yang bergetar sejak tadi. Sudah sejak subuh tadi, benda persegi panjang itu sangat sibuk. Tidak ada pesan memaki dari mamanya Nami. Malah beruntun pesan dari atasan dan rekan-rekan kerja si pemilik ponsel.Samudra harus meneruskan semua informasi kepada Nami. Dengan mata yang masih enggan terbuka, Samudra lagi-lagi menjumpai kehidupan lain dari seorang Nami dalam bentuk lingkungan kerja yang toksik. (“Nam, printernya kok rusak lagi? Aku harus ngeprint kerjaan, nih!”)(“Halo, Nami! Dimana, woy?! Pak Kaze nagih laporan kemarin. Udah kamu kerjain, kan?”)(“Nam, beliin sarapan sama kopi. Pake uang kamu dulu.”)(“Kerjaan kamu yang kemarin, nggak ada yang bener. Kamu gimana,
“Eh, simpanan bos dapat ice cream truck dari sugar daddy yang mana lagi, nih?”Nami salah besar jika niatnya untuk berbagi kepada teman-teman sekantornya malah berbalik menjadi penghinaan yang sudah biasa ia terima. Nami salah mengira jika dengan berbagi, maka rekan-rekan kerjanya akan lebih lunak bersikap kepadanya. Lagipula siapa yang bisa menghabiskan es krim seorang diri?“Tapi nggak papa. Siapa, sih, yang nolak es krim gratis?”“Bilangin sama papah gula kamu buat ngirimin food truck besok.”“Pak Kaze nggak cemburu, kamu punya papah gula yang lain? Atau ternyata … emang truck ini dikirimin sama beliau?” Salah satu dari ketiga gadis yang merupakan rekan kerja Nami, berlagak kaget. Kedua gadis di sampingnya cekikikan seraya memesan ice cream tanpa rasa malu. Nami hanya bisa menahan kesal. Ia tak ingin melawan bukan karena takut, tapi ia tidak ingin menciptakan masalah di tempat kerja. Bagaimanapun, Nami butuh pekerjaan ini agar bisa membiayai ibunya yang suka meminta uang tanpa t
(“Hai, selamat pagi. Boleh izin membuka galeri foto? Tadi saya selfie beberapa kali. Saya harus mengunggah sesuatu untuk pekerjaan.”)(“Rencananya hari ini, saya ingin membeli ponsel baru.”)Nami yang masih bekerja, sontak menyambar ponsel dan membuka pesan dari Mas Dirga secepat kilat. Nami tidak mengerti, apa yang membuatnya sumringah seketika hanya karena membaca pesan berbahasa kelewat formal dari Mas Dirga?Selamat pagi? Nami terkekeh dengan sebelah tangan menutupi mulut. Di New City sudah jam setengah dua belas siang. Namun Nami tidak akan mempermasalahkan sapaan tersebut. Nami mengerutkan kening dan tak sengaja membuat bibirnya sedikit mengerucut saat membalas pesan Mas Dirga.(“Buka aja, Mas. Tapi maaf kalau nggak sengaja liat foto-foto absurd saya. Emm, kenapa mas beli ponsel baru? Padahal sisa empat hari lagi, ponsel mas udah balik ke tangan mas.”)Nami memikirkan kalimat balasannya sekali lagi. Sepertinya ia tidak perlu bertanya tentang alasan Mas Dirga membeli ponsel. Dir
(“Ngelus dada, ya, Mas … abis baca curhatan teman saya?”)Aneh. Padahal Samudra tidak kenal dengan temannya Nami. Namun entah mengapa ketika membaca cerita tentang seorang gadis yang mengejar cinta teman Nami tersebut, padahal si gadis sudah punya pacar-mau tak mau membuat Samudra tersentil dengan setiap jawaban yang diberikan Nami. (“Saya tertampar, Nona. Saya sangat jarang memiliki waktu untuk pacar saya. Sekarang saya mendadak kepikiran dengan pacar saya yang tidak ada merespon semua pesan saya. Saya percaya dia sebelum ini, tapi saya lupa jika pacar saya mungkin memiliki batas kesabaran.”)Samudra yang biasanya bercerita tentang pacarnya kepada teman-teman satu grupnya. Sekarang meloloskan pemikirannya pada Nami begitu saja. Kadang kegundahan yang dialami manusia, membuatnya mudah percaya pada orang lain. Sementara Nami yang mengetahui apabila cinta pada pendengaran pertamanya sudah memiliki pacar, hanya bisa tersenyum miris. Untung masih sekadar naksir. Belum yang baper sampai
“Nembus M!” Nami tanpa sadar memekik hingga terdengar ke meja samping kanan kirinya. Nami tidak berhenti terkejut setelah berhasil masuk ke akun m-banking milik Mas Dirga. Bagaimana tidak terkejut, jika jumlah saldo yang dimiliki pria asing tersebut bisa membuat Nami berfoya-foya sampai anak cucu?“Kerjaan kamu udah selesai? Kalau udah, mending kamu bantuin kami. Biar kami bisa cabut ke kondangan.”“Belum, Kak.” Nami menjawab dengan sesopan mungkin,”Maaf, kalau tadi berisik. Saya diberi tugas dadakan oleh Pak Kaze.”Nami mempertahankan wajah pura-pura bodohnya. Para rekan kerjanya menggerutu hingga terdengar ke telinganya. Nami coba mengabaikan, meski rasanya menyakitkan. Nami tidak sepasrah itu sebenarnya diperbudak. Ia tetap mampu menolak, meski tidak pakai kekerasan dan acara menangis penuh dramatis.Ada yang lebih penting untuk Nami lakukan sekarang, yakni mengirim uang kepada Benua Armada Putra. Tidak b
(“Mas, nama pacarnya Raline, ya?”)Nami tidak bisa sabar sepertinya untuk mengetahui identitas Mas Dirga yang sebenar-benarnya dari sumbernya langsung. Begitu selesai dirinya mengobrol singkat dengan ibunya Samudra. Nami langsung menghubungi si mengaku yang namanya adalah Dirga. Tak disangka pula, Nami mendapat panggilan video langsung dari nomornya sendiri alias Dirga. Jantung Nami berdegup kencang. Ia harus mengobati rasa penasarannya dan panggilan video pun diterima. Oh, damn!Sosok yang terlihat di layar ponselnya sekarang benar-benar Samudra Dirgantara, idolanya atau pria yang sering Nami jadikan inspirasi kehaluannya dalam mengetik karya fanfiction yang hanya bertujuan untuk hiburan sesama penggemar Squirrel Crush.“Nona Nami?” Bibir tebal Samudra tersenyum simpul. Jangan tanya kondisi Nami sekarang. Gadis itu antara bengong, tidak percaya dan terkesima menatap sang idola yang sibuk memanggil namanya. Sepertiny
(“Nona, pacar saya selingkuh.”)Nami mengabaikan ponsel Samudra cukup lama hari itu. Pekerjaan di kantor seolah menerjangnya sampai bernapas pun ngos-ngosan. Belum lagi Nami harus menghindari Pak Kaze yang terlalu ingin berinteraksi secara tidak professional. Satu deret pesan yang muncul dari Samudra, baru saja Nami baca. Nami mengetikkan balasan beberapa kali. Akan tetapi, ia merasa tidak yakin dan berujung menghapus berulang. Sampai akhirnya Nami memutar otaknya untuk memilih respon yang tepat untuk segelintir informasi yang sejujurnya tidak mengejutkan lagi bagi Nami. Nami sudah mengetahui jika kekasihnya Samudra berselingkuh. Semua itu bermula ketika dirinya ditemui Rauf di kantor waktu itu. Mereka memutuskan untuk makan siang bersama, sekalian Nami mendengarkan cerita lengkap tentang urusan asmara Rauf. Dari sanalah terkuak jika Raline, kekasihnya Samudra yang mengejar-ngejar Rauf dengan dalih cinta lama bersemi kembali setelah mengendap di balik hati selama sepuluh tahun. Rau
("Kak, tumben nggak pernah nyapa di grup lagi? Di Milan sana sibuknya sampai bikin kakak nggak bisa pegang ponsel?")Nami menerima pesan dari Junot, sang rapper di Squirrel Crush. Tampaknya Nami melakukan kesalahan dan bersikap seperti bukan Samudra. Nami pun mengirimkan pesan Junot kepada Samudra dan ia menerima sebuah voice note yang berbunyi jika Samudra sedang sibuk. Jadi belum bisa terlalu intens untuk menghubungi Junot dan yang lain.("Mas, itu suara Mas asli?")Samudra menjawab jika yang ia rekam untuk dijadikan voice note memang suaranya.("Pokoknya kalau nanti Junot mengirim pesan kepada Nona. Segera kirimkan ke saya. Maaf, merepotkan. Anaknya sedikit ... em, begitulah.")Nami lupakan sejenak mengenai suara di voice note yang dikirimkan Samudra, karena Nami harus segera meneruskan voice note tersebut kepada Junot, teman satu grup Samudra.("Coba kirim foto.")Huh!Akhirnya Nami menghembuskan n