Share

Bab 4.

Author: Landysh
last update Last Updated: 2023-12-23 10:49:53

Nami memasang muka masam, malu yang ia rasa lebih besar dari pada rasa nyeri yang ada di kakinya karena tersandung batu. Jhon langsung memeluk Nami setelah keduanya berdiri dari jatuhnya.

Jhon lalu memeriksa setiap bagian tubuh Nami yang dirasa terluka saat jatuh tadi, "Kamu nggak apa 'kan Sayang?" ucap Jhon sambil menatap Nami penuh rasa cemas.

Nami yang mendengar ucapan Jhon terheran, apalagi mendengar ucapan Jhon yang penuh perhatian kepadanya.

Tak ayal Nami sempat tersipu malu mendapat perhatian dari Jhon. Senyum tipis tersungging di wajah Nami. "Nggak apa-apa kok,"

Rasanya Nami hendak memanggil dengan sebutan sayang juga, tapi rasa malu Nami lebih besar saat ini. Dirasa Jhon lengah, pria tersebut berusaha kembali hendak menarik tangan Nami agar kembali kepadanya dan menjauh dari jangkauan Jhon.

Tapi mata Jhon yang jeli, segera menahan tangan pria tersebut agar tidak kembali menyentuh Nami, "Berhenti di sana Pak Jaya!" Jhon menyebut nama pria gempal itu sambil tersenyum sinis.

Mendengar namanya disebut, sedangkan ia selama ini hanya menggunakan nama samaran selama berkunjung di klub-klub malam tidak menyangka identitasnya akan diketahui oleh preman pasar yang penampilannya sangat payah.

Jhon melihat raut wajah khawatir di wajah pria yang ia sebut namanya menyunggingkan senyum, berarti informasi yang ia dapat tidak salah. "Bapak Jaya, seorang manager di sebut perusahaan yang cukup ternama di kota ini. Hobi bermain wanita di klub malam, sering berbuat onar dan..." Jhon sengaja menggantung ucapannya, ia ingin melihat reaksi pria gempal di hadapannya seperti apa.

Jhon ingin sekali tertawa terbahak-bahak melihat wajah pucat di hadapannya, tapi image garang dan mengintimidasi harus ia perlihatkan agar pria itu yakin dan akan meninggalkan dan tidak lagi mengganggu Nami selamanya.

"Bagaimana kalau semua bukti yang aku punya, aku serahkan kepada pemilik perusahaan tempat dimana anda bekerja?" tanya Jhon dengan nada lirih tepat di telinga kiri Jaya.

Jaya menahan nafas, tidak sanggup mendengar apa yang akan dikatakan oleh Jhon, begitu pula bayangan jika ia akan kehilangan jabatan dan juga pekerjaannya. "Jika anda mengerti resiko yang akan anda hadapi, seperti anda juga dapat meninggalkan kekasih saya ini dan tidak lagi mengganggunya?" ucap Jhon sambil memeluk bahu Nami.

Tak hanya Jaya yang menahan nafas, kali ini Nami juga menahan nafas karena perlakuan Jhon kepadanya, usapan tangan di bahunya membuat Nami sedikit merasa merinding.

"Tapi aku sudah membayar dia dengan mahal! jadi dia milikku!" ucap Jaya tak ingin kehilangan Nami, wanita cantik, imut dan menggairahkan. Walau hanya dilihat saja membuat Jaya sudah diujung tanduk rasanya.

"Siapa yang menjual kekasihku?" tanya Jhon penuh penekanan.

"Aku tidak bisa memberitahukan siapa orangnya,"

Jhon menunduk, mengambil sebuah batu besar yang tak jauh dari tempatnya berdiri, "Siapa yang menjual Nami?" tanya Jhon sekali lagi, kali ini ia sambil memainkan batu sebesar kepalan tangannya.

"Aku..." Jaya tampak ragu hendak mengatakannya, "Aku... Tidak bisa menjawabnya." ucap Jaya pada akhirnya.

Secepat kilat batu yang ada di tangan Jhon kini telah melayang ke arah mobil dan mengenai kaca mobil Jaya. Jaya memekik melihat kaca mobilnya yang telah pecah karena ulah Jhon, begitu pula Nami yang reflek berteriak.

Jhon kembali mengambil sebuah batu yang tak kalah besar dengan batu pertama, tatapannya tampak puas melihat Jaya yang kini ketakutan. "Kali ini, targetnya adalah kepalamu. Katakan! siapa yang menjual Nami kepadamu?"

Jaya menelan ludahnya. Tidak ada kesempatannya untuk berlari, karena posisinya ada di hadapan Jhon dan mobilnya berada di belakang tubuh Jhon, tidak mungkin ia berlari memutar, karena pasti Jho lebih cepat gerakannya daripada gerak tubuhnya yang gempal dan kecepatan lari yang dibawah rata-rata.

"Pe-pemilik klub Zoi yang telah menjual Nami kepadaku!" ucap Jaya terbata, keringatnya mengucur deras , matanya tak lepas menatap batu yang ada di tangan Jhon, khawatir akan kembali melayang namun kali ini ke arah kepalanya yang tinggal sedikit rambut yang tersisa.

Nami tercekat mendengar pemilik klub disebut sebagai orang yang telah tega menjualnya kepada seseorang dengan tanpa sepengetahuannya. Jhon dapat merasakan tubuh Nami menegang tapi Jhon stay cool agar Jaya tetap merasa tertekan dengan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.

"Kalau kau macam-macam lagi ke Nami, semua informasi yang gua pegang ini bakal langsung sampai ke boss perusahaan elo! ingat itu!" ancam Jhon.

"Tapi... Aku sudah membuang uang banyak-"

"Persetan sama uang haram lo! kalau perlu gua obrak abrik itu klub bobrok!" teriak Jhon. Amarahnya sudah memuncak.

Jhon melempar batu yang ada di tangannya ke arah Jaya, tapi tidak mengenai tubuhnya. Batu itu mendarat tepat di samping kaki Jaya yang kini gemetar ketakutan.

"Pergi! jangan pernah lagi lo nongol di sini. Kalau sampe kepergok sama gua, abis lo!" ancam Jhon.

Jaya melangkah pergi, ia menggerutu dalam hati. Ia sudah habis-habisan uang untuk mendapatkan Nami, sang diva Geisha. Ia juga harus melihat mobil kesayangannya rusak begitu saja karena ulah Jhon.

Selepas kepergian Jaya, Jhon melepas pelukannya di tubuh Nami. Saat itu juga Nami jatuh terduduk di tanah becek.

Air Matanya mengalir begitu saja. Melihat Nami menangis, Jhon tak habis pikir. Seharusnya saat ini Nami bahagia karena orang yang sudah mengganggunya telah pergi dan tidak akan mengusiknya lagi. Tapi apa ini? Ia malah menangis. Jhon turut berjongkok di hadapan Nami. Sedikit menggusak rambutnya sendiri yang panjang menjadi semakin berantakan.

"Hei? Apa lagi yang salah? Aku sudah membantu! Tapi kenapa kau malah menangis begitu?" tanya Jhon tak mengerti.

Tangis Nami semakin pecah mendengar ucapan Jhon, membuat Jhon menolehkan kepalanya berputar, memastikan bahwa disekitarnya tidak ada orang.

Bisa gawat jika ada orang yang melihat Nami menangis di depannya, bisa-bisa Jhon dituduh telah berbuat mesum kepadanya.

Dengan panik Jhon menepuk bahu Nami, memintanya agar jangan menangis di tempat seperti ini.

"Hei... Dengar! Jangan menangis di sini! Jika semua orang melihat, mereka pikir aku yang jahat di sini!" pinta Jhon.

Sambil terisak Nami menatap Jhon, sesekali ia menyedot ingus yang keluar dari hidungnya.

Jhon yang melihat hal itu merasa jijik, ia memundurkan tubuhnya sedikit condong kebelakang.

"Jangan deket-deket! Jijik ah!" pekik Jhon.

"Hiks... Hiks... Gendong!" ucap Nami sambil merentangkan tangannya.

"Ih gila! Nggak mau! Liat kondisimu sekarang kaya gimana? Nanti baju aku ikutan kotor! Nggak mau!" tolak Jhon sambil bergidik ngeri.

Mendengar ucapan Jhon, wajah sedih Nami semakin tampak menyedihkan. Air mata memang tidak lagi menetes, tapi teriakan tangis Nami selanjutnya membuat Jhon terpaksa menuruti keinginan Nami.

"Ayo! Gendong belakang aja kalo gitu!" ucap Jhon pada akhirnya.

Nami mengangguk walau isaknya masih tersisa.

Detik berikutnya...

Tatapan Jhon kembali tajam. Hal besar akan ia lakukan sebentar lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   bab 25.

    telah menutup teleponnya, Novi lalu berjalan ke arah Anto dan Ahmad. Melupakan rasa malu karena meminta tolong pada orang asing yang belum tentu dapat dipercaya, tapi berdasarkan cerita Ratu dan Raja, Anto adalah orang baik, mungkin Novi akan mencoba mempercayainya."Permisi?" Novi membungkukkan sedikit tubuhnya, setelah Anto dan Ahmad menoleh, ia kembali menegakkan posisi tubuhnya. Ahmad sedikit salah tingkah melihat Novi ada dihadapannya."Boleh minta tolong?" tanya Novi lagi."Minta tolong apa, Tante?" tanya Anto.Novi cemberut. mengumpat dalam hati, apa pemuda itu lupa? jika Novi pernah marah saat ia dipanggil dengan sebutan tante? ingin sekali Novi mencak-mencak. Tapi kali ini, Novi membutuhkan bantuan Anto. Dengan sedikit gengsi dan sedikit malu-malu, Novi akhirnya memendam rasa kesalnya kepada Anto."Aku minta tolong, temani Raja menonton film. Aku ada pekerjaan dadakan, tidak mungkin dibatalkan. Kamu bisa kan bantu saya?" tanya Novi."Oh, begitu?" Anto menatap Raja yang tenga

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   Bab 24.

    Jhonatan telah sampai di depan kos Nami. Ia membawa Nami dengan mengikat tubuh Nami dengan sebuah kain panjang yang ia temukan saat hendak membawa Nami pergi dari gudang kosong tempat Nami disekap. Walau selama perjalanan menuju tempat kos, Nami selalu berusaha berontak dan mengeluh panas tubuhnya semakin tak tertahankan, tapi Jhonatan pada akhirnya mampu membawa Nami selamat sampai tempat kosnya. Tanpa membuka ikatan kain yang membuat tubuh Nami dan Jhonatan tak berjarak, Jhonatan menggendong Nami di punggungnya. Kali ini, Nami berhasil melepaskan ikatan pada kedua tangannya. "Jhon... Lepaskan akuu... Aku bisa berjalan sendiri!" desah Nami."Aku nggak akan lepasin kamu! Diamlah, jangan berulah! nanti semua orang datang lalu menuduhku berbuat tak senonoh padamu!" Hardik Jhonatan tak tahan dengan racauan Nami. Tanpa kesulitan Jhonatan berhasil mendobrak pintu kamar kos Nami dengan satu kaki. Jhonatan lalu menyeret Nami masuk ke dalam kos lalu mengunci kos tersebut, barulah Jhonatan

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   Bab 23

    "Apa yang kalian berikan kepadaku?" teriak Nami histeris. Tubuhnya mulai merasa panas dan berkeringat, ada sesuatu yang mendesak dari dalam tubuhnya yang belum pernah ia rasakan sebesar ini sebelumnya. "Sebentar lagi bos besar datang, jadi... Saat ia sampai, kau pun telah siap untuk melayaninya. Hahaha..." ucap pria tersebut lalu tergelak riang. Keduanya pun meninggalkan Nami seorang diri kembali. Sedangkan Nami sudah mulai gelisah dengan apa yang ia rasa di tubuhnya. Tak lama, suara deru mobil terdengar mendekat lalu suara mesin mati. Mobil terparkir tepat di depan bangunan yang sudah tidak terawat lagi. Pintu terbuka, seorang pria paruh baya keluar dari dalam mobil dengan menggunakan kemeja putih di padu dengan celana bahan berwarna hitam. Sepatu pantofel hitam mengkilat tampak pas di kakinya. "Boss!" ucap pria berambut panjang sedikit berlari, mendekat ke arah pria paruh baya tersebut, menyambut kedatangannya. Di susul oleh teman yang menemaninya berjaga malam ini. "Selamat d

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   Bab 22.

    Jhonatan langsung berbalik, tinju yang ia layangkan cepat bergerak menuju ulu hati Hendrik yang terbuka, namun Kali ini, Hendrik tidak diam saja. Gerakannya dapat menahan tinju yang Jhonatan layangkan untuknya. Senyum kemenangan terlihat jelas di wajah Hendrik.Perlahan tapi pasti, Hendrik meremas kepalan tangan Jhonatan hingga Jonatan meringis kesakitan. "Jangan kau bertindak bagai pahlawan kesiangan! Nami itu milikku sejak awal. Jadi jangan kau bertingkah seolah-olah dia adalah milikmu!" bisik Hendrik di telinga Jhonatan. "Aku tahu kalian hanyalah sebatas kerbau dan buruk jalak! Jadi tetaplah seperti itu!" imbuh Hendrik. "Pergilah! Kau tidak akan mendapatkan apapun di sini!" ucap Hendrik lalu melepaskan cengkeramannya. Tanpa sepatah kata pun, Jhonatan meninggalkan ibu dan rumah besar tersebut. Elis, sang ibu hendak menghentikan Jhonatan, namun di cegah oleh Hendrik. "Biarkan saja dia, Sayang. Anak yang sedang jatuh cinta memang sering kali kehilangan kesabaran dan akal sehatny

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   bab 21

    Jhonatan sampai di sebuah rumah yang cukup besar. Halaman yang luas dengan hiasan air mancur di bagian tengah halaman dengan lampu yang menyala terang menghiasi halaman yang ditata apik. Tidak lagi mengetuk. Jhonatan langsung mendobrak pintu rumah yang tinggi menjulang berbahan kayu jati dengan detail ukiran yang bagus. Langkahnya terdengar berat karena hentakan kaki yang penuh amarah melangkah masuk ke dalam rumah. Raut penuh amarah nampak jelas di wajah Jhonatan. Tangannya meraih sebuah guci kecil yang terletak di atas meja hias tempat dimana banyak hiasan dari keramik dengan berbagai bentuk tertata rapi. "Hendrik! Keluar kau bangsat!" Teriak Jhonatan. Tangannya melempar guci yang ia pegang ke sembarang arah. "Gua tau kalau Lo ada di rumah! Keluar bangsat!" Suara Jhonatan yang menggema di dalam rumah berlantai dua tersebut. Mendengar keributan, seorang wanita keluar dari dalam kamar yang terletak tak jauh dari tangga yang dibangun cukup megah. "Natan?!" pekik wanita berusia

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   Bab 20.

    "Nunu!" ucap Jhonatan sambil memasang wajah datar."Nggak-"Jhonatan langsung membungkam mulut Nami, "tak ada lagi penolakan! aku akan buktikan apa yang aku katakan padamu adalah kebenaran. tegas Jhonatan.Nami terdiam. Ia tahu tidak seharusnya meragukan apa yang dikatakan oleh Jhonatan, tapi Nami masih tidak dapat percaya jika Nunu yang melakukan semuanya. Beberapa waktu, tidak ada lagi percakapan antara Nami dan Jhonatan. Hingga dering ponsel milik Nami terdengar. Jhonatan hanya melirik gerak gerik Nami, sementara Nami mengambil ponsel dan menerima telepon yang masuk. "Hallo..." ucap Nami setelah mengangkat panggilan. [...]"Kapan?" [...]Nami terlihat melirik kearah Jhonatan yang sedang menyeruput kopinya, "iya. Dia di sini, kenapa?" Ucapan Nami membuat Jhonatan seketika menoleh ke arahnya. Dahi Jhonatan. Mengkerut menatap Nami. [...]"Oh... Begitu?" ucap Nami lemah. [...]"Baiklah... Sampai jumpa?!" ujar Nami lalu meletakkan ponselnya di atas meja. "Siapa?" tanya Jhonatan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status