Share

Bab 4.

Nami memasang muka masam, malu yang ia rasa lebih besar dari pada rasa nyeri yang ada di kakinya karena tersandung batu. Jhon langsung memeluk Nami setelah keduanya berdiri dari jatuhnya.

Jhon lalu memeriksa setiap bagian tubuh Nami yang dirasa terluka saat jatuh tadi, "Kamu nggak apa 'kan Sayang?" ucap Jhon sambil menatap Nami penuh rasa cemas.

Nami yang mendengar ucapan Jhon terheran, apalagi mendengar ucapan Jhon yang penuh perhatian kepadanya.

Tak ayal Nami sempat tersipu malu mendapat perhatian dari Jhon. Senyum tipis tersungging di wajah Nami. "Nggak apa-apa kok,"

Rasanya Nami hendak memanggil dengan sebutan sayang juga, tapi rasa malu Nami lebih besar saat ini. Dirasa Jhon lengah, pria tersebut berusaha kembali hendak menarik tangan Nami agar kembali kepadanya dan menjauh dari jangkauan Jhon.

Tapi mata Jhon yang jeli, segera menahan tangan pria tersebut agar tidak kembali menyentuh Nami, "Berhenti di sana Pak Jaya!" Jhon menyebut nama pria gempal itu sambil tersenyum sinis.

Mendengar namanya disebut, sedangkan ia selama ini hanya menggunakan nama samaran selama berkunjung di klub-klub malam tidak menyangka identitasnya akan diketahui oleh preman pasar yang penampilannya sangat payah.

Jhon melihat raut wajah khawatir di wajah pria yang ia sebut namanya menyunggingkan senyum, berarti informasi yang ia dapat tidak salah. "Bapak Jaya, seorang manager di sebut perusahaan yang cukup ternama di kota ini. Hobi bermain wanita di klub malam, sering berbuat onar dan..." Jhon sengaja menggantung ucapannya, ia ingin melihat reaksi pria gempal di hadapannya seperti apa.

Jhon ingin sekali tertawa terbahak-bahak melihat wajah pucat di hadapannya, tapi image garang dan mengintimidasi harus ia perlihatkan agar pria itu yakin dan akan meninggalkan dan tidak lagi mengganggu Nami selamanya.

"Bagaimana kalau semua bukti yang aku punya, aku serahkan kepada pemilik perusahaan tempat dimana anda bekerja?" tanya Jhon dengan nada lirih tepat di telinga kiri Jaya.

Jaya menahan nafas, tidak sanggup mendengar apa yang akan dikatakan oleh Jhon, begitu pula bayangan jika ia akan kehilangan jabatan dan juga pekerjaannya. "Jika anda mengerti resiko yang akan anda hadapi, seperti anda juga dapat meninggalkan kekasih saya ini dan tidak lagi mengganggunya?" ucap Jhon sambil memeluk bahu Nami.

Tak hanya Jaya yang menahan nafas, kali ini Nami juga menahan nafas karena perlakuan Jhon kepadanya, usapan tangan di bahunya membuat Nami sedikit merasa merinding.

"Tapi aku sudah membayar dia dengan mahal! jadi dia milikku!" ucap Jaya tak ingin kehilangan Nami, wanita cantik, imut dan menggairahkan. Walau hanya dilihat saja membuat Jaya sudah diujung tanduk rasanya.

"Siapa yang menjual kekasihku?" tanya Jhon penuh penekanan.

"Aku tidak bisa memberitahukan siapa orangnya,"

Jhon menunduk, mengambil sebuah batu besar yang tak jauh dari tempatnya berdiri, "Siapa yang menjual Nami?" tanya Jhon sekali lagi, kali ini ia sambil memainkan batu sebesar kepalan tangannya.

"Aku..." Jaya tampak ragu hendak mengatakannya, "Aku... Tidak bisa menjawabnya." ucap Jaya pada akhirnya.

Secepat kilat batu yang ada di tangan Jhon kini telah melayang ke arah mobil dan mengenai kaca mobil Jaya. Jaya memekik melihat kaca mobilnya yang telah pecah karena ulah Jhon, begitu pula Nami yang reflek berteriak.

Jhon kembali mengambil sebuah batu yang tak kalah besar dengan batu pertama, tatapannya tampak puas melihat Jaya yang kini ketakutan. "Kali ini, targetnya adalah kepalamu. Katakan! siapa yang menjual Nami kepadamu?"

Jaya menelan ludahnya. Tidak ada kesempatannya untuk berlari, karena posisinya ada di hadapan Jhon dan mobilnya berada di belakang tubuh Jhon, tidak mungkin ia berlari memutar, karena pasti Jho lebih cepat gerakannya daripada gerak tubuhnya yang gempal dan kecepatan lari yang dibawah rata-rata.

"Pe-pemilik klub Zoi yang telah menjual Nami kepadaku!" ucap Jaya terbata, keringatnya mengucur deras , matanya tak lepas menatap batu yang ada di tangan Jhon, khawatir akan kembali melayang namun kali ini ke arah kepalanya yang tinggal sedikit rambut yang tersisa.

Nami tercekat mendengar pemilik klub disebut sebagai orang yang telah tega menjualnya kepada seseorang dengan tanpa sepengetahuannya. Jhon dapat merasakan tubuh Nami menegang tapi Jhon stay cool agar Jaya tetap merasa tertekan dengan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.

"Kalau kau macam-macam lagi ke Nami, semua informasi yang gua pegang ini bakal langsung sampai ke boss perusahaan elo! ingat itu!" ancam Jhon.

"Tapi... Aku sudah membuang uang banyak-"

"Persetan sama uang haram lo! kalau perlu gua obrak abrik itu klub bobrok!" teriak Jhon. Amarahnya sudah memuncak.

Jhon melempar batu yang ada di tangannya ke arah Jaya, tapi tidak mengenai tubuhnya. Batu itu mendarat tepat di samping kaki Jaya yang kini gemetar ketakutan.

"Pergi! jangan pernah lagi lo nongol di sini. Kalau sampe kepergok sama gua, abis lo!" ancam Jhon.

Jaya melangkah pergi, ia menggerutu dalam hati. Ia sudah habis-habisan uang untuk mendapatkan Nami, sang diva Geisha. Ia juga harus melihat mobil kesayangannya rusak begitu saja karena ulah Jhon.

Selepas kepergian Jaya, Jhon melepas pelukannya di tubuh Nami. Saat itu juga Nami jatuh terduduk di tanah becek.

Air Matanya mengalir begitu saja. Melihat Nami menangis, Jhon tak habis pikir. Seharusnya saat ini Nami bahagia karena orang yang sudah mengganggunya telah pergi dan tidak akan mengusiknya lagi. Tapi apa ini? Ia malah menangis. Jhon turut berjongkok di hadapan Nami. Sedikit menggusak rambutnya sendiri yang panjang menjadi semakin berantakan.

"Hei? Apa lagi yang salah? Aku sudah membantu! Tapi kenapa kau malah menangis begitu?" tanya Jhon tak mengerti.

Tangis Nami semakin pecah mendengar ucapan Jhon, membuat Jhon menolehkan kepalanya berputar, memastikan bahwa disekitarnya tidak ada orang.

Bisa gawat jika ada orang yang melihat Nami menangis di depannya, bisa-bisa Jhon dituduh telah berbuat mesum kepadanya.

Dengan panik Jhon menepuk bahu Nami, memintanya agar jangan menangis di tempat seperti ini.

"Hei... Dengar! Jangan menangis di sini! Jika semua orang melihat, mereka pikir aku yang jahat di sini!" pinta Jhon.

Sambil terisak Nami menatap Jhon, sesekali ia menyedot ingus yang keluar dari hidungnya.

Jhon yang melihat hal itu merasa jijik, ia memundurkan tubuhnya sedikit condong kebelakang.

"Jangan deket-deket! Jijik ah!" pekik Jhon.

"Hiks... Hiks... Gendong!" ucap Nami sambil merentangkan tangannya.

"Ih gila! Nggak mau! Liat kondisimu sekarang kaya gimana? Nanti baju aku ikutan kotor! Nggak mau!" tolak Jhon sambil bergidik ngeri.

Mendengar ucapan Jhon, wajah sedih Nami semakin tampak menyedihkan. Air mata memang tidak lagi menetes, tapi teriakan tangis Nami selanjutnya membuat Jhon terpaksa menuruti keinginan Nami.

"Ayo! Gendong belakang aja kalo gitu!" ucap Jhon pada akhirnya.

Nami mengangguk walau isaknya masih tersisa.

Detik berikutnya...

Tatapan Jhon kembali tajam. Hal besar akan ia lakukan sebentar lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status