Share

Part 4–Jaga Bicaramu!

last update Last Updated: 2022-05-21 20:35:17

Bang Leon sempat terdiam memandangku, tapi hanya sebentar.

"Ooh ...." Bang Leon tersenyum mengejek sembari mengangguk-angguk. "Jangan-jangan, kalian ini memang ada hubungan spesial, ya? Kamu ngotot minta cerai begini karena mau nikah sama duda itu, 'kan? Ngaku aja!" sergahnya sembari mengikis jarak di antara kami. Sorot penuh amarah dan cemburu itu terlihat jelas di matanya.

"Jangan munafik kamu, Dek! Selama ini, kamu bersikeras kalau kalian enggak ada hubungan apa-apa. Tapi kenyataannya semua itu bohong, 'kan? Kalian diam-diam menusukku dari belak—"

Wajah Bang Leon berpaling saat tamparan keras berhasil mendarat di pipi kanan. Saking kerasnya sampai telapak tanganku terasa panas dan bergetar. Ini pertama kalinya aku memukul pria yang saat ini masih berstatus suami.

"Jaga bicaramu, Bang!" tegasku pelan, tapi penuh penekanan. "Jangan samakan aku denganmu yang gampang mengobral cinta! Aku bukan Abang yang dengan mudahnya mengingkari janji suci pernikahan! Tega sekali Abang memfitnahku begitu. Aku semakin yakin kalau keputusan untuk bercerai itu seratus persen benar!" sergahku dengan dada bergemuruh menahan emosi.

Bisa-bisanya Bang Leon memutarbalikkan fakta seperti itu. Dia yang berkhianat, tapi dirinya juga yang melempar kesalahan pada orang lain!

"Dek ...." Dia maju, tapi aku mundur.

"Jangan sentuh aku!" desisku dengan tatapan benci, lalu berbalik membelakangi dan pergi.

"Maaf, Dek. Maaf kalau kata-kataku tadi menyinggung kamu." Dia mengejar dan berhasil menghalangi langkahku.

"Minggir, Bang! Aku mau istirahat. Pembicaraan kita sudah selesai!"

Bang Leon menggeleng. "Kita selesaikan semuanya atau Mira akan terus marah dan melarangku masuk kamar."

Aku melongo tak percaya. Tak berselang lama, aku tertawa miris sembari membuang pandangan ke arah lain.

Jadi, dia memohon-mohon seperti tadi bukan demi hubungan kami? Bukan karena dia masih cinta dan takut kehilanganku? Benar-benar miris! Ternyata, itu semua hanya demi istri barunya dan demi malam pertama mereka!

"Itu bukan urusanku. Awas, Bang!"

Aku mencoba mencari celah, tapi dia selalu menghalangi. Ikut bergerak ke mana pun aku melangkah.

"Maumu apa, sih, Bang?" sentakku kesal.

"Aku hanya mau kamu terima Mira! Berikan izinmu untuk kami menikah resmi. Dan kupastikan kalian akan bahagia bersama!" Dia tetap bersikeras dengan keinginannya itu tanpa peduli perasaanku.

Ini benar-benar gila. Bagaimana bisa dulu aku jatuh cinta pada pria seperti ini?

Ah, iya. Aku lupa kalau sejak mengenal cinta untuk istri keduanya, pria ini sudah berubah. Tak lagi lembut dan penyayang seperti dulu, tapi menjadi egois dan pemaksa.

"Masih adakah sedikit kasih sayang yang tersisa untuk aku dan Alva, Bang?"

"Tentu saja. Aku sayang pada kalian. Itulah kenapa aku tetap ingin mempertahankanmu, Dek."

"Abang masih ingat bagaimana perjuanganku melahirkan Alva?" tanyaku dengan suara yang mulai bergetar.

Bang Leon diam.

"Abang sampai hampir pingsan waktu aku kritis karena kehilangan banyak darah. Abang juga menangis terharu waktu kami berdua akhirnya selamat dan bisa pulang. Apa Abang lupa itu?"

Bang Leon menggeleng pelan sembari memijat pelipisnya.

"Alva susah payah kita dapatkan, Bang. Kita berjuang sekian tahun menghadapi nyinyiran tetangga yang mengatai kita berdua ini mandul. Berjuang melahirkannya ke dunia ini meskipun kesehatanku memburuk. Lalu, di mana perasaan Abang saat menjalin cinta dengan wanita lain, hm? Enggak ingat sama sekalikah dengan semua perjuangan itu, Bang?"

Bang Leon masih bungkam.

Konyol! Tentu saja dia tidak ingat atau berpura-pura tak ingat. Kalau orang tengah gila dimabuk cinta, dia pasti lupa akan segalanya termasuk keluarga.

"Abang tega mencampakkan anak dan istri demi bunga baru. Bunga yang belum tentu akan seindah bunga lama setelah kalian bersama nanti."

"Siapa bilang aku mencampakkan?" Keningnya berkerut dalam menatapku. "Aku masih di sini bersama kalian. Kamunya aja yang terlalu keras kepala minta bercerai. Kamu enggak bisa percaya sama suamimu sendiri. Kamu meragukanku yang berjanji akan bersikap adil!"

Aku tersenyum miris sembari mengeleng, lalu kembali menatapnya sinis.

"Ckckck, jangan berani bicara soal kepercayaan denganku, Bang! Tahu kenapa? Karena itu terdengar seperti lelucon!" cicitku lalu tertawa kecil mengejeknya. "Abang sendirilah yang sudah menodai kepercayaan dengan hal menyakitkan. Jadi, simpan saja semua janji dan bualanmu itu untuk Mira. Mungkin dia masih bisa percaya, tapi aku enggak." Aku mengedikkan bahu santai.

"Abang tahu? Tanpa perlu obat darimu atau siapa pun, luka ini akan sembuh sendiri," imbuhku, kemudian menggeser tubuhnya dengan paksa, dan bergegas pergi menuju kamar saat mendengar tangisan Alva. 

Sesaat sebelum pintu tertutup, aku kembali melongokkan kepala keluar kamar.

"Dengar, Bang! Sampai kapan pun, keputusanku akan tetap sama. Kita bercerai! Kita jual rumah ini sama-sama dan bagi dua hasilnya. Soal mobil, aku enggak akan mempermasalahkan itu. Biar saja itu menjadi milikmu asalkan kembalikan apa yang menjadi hak-ku! Pikirkan itu baik-baik!" tegasku, lalu menutup pintu sedikit kencang dan langsung menguncinya.

Enak saja mau mengajariku kepercayaan. Aku bahkan lebih tahu dan bisa menjaga itu daripada dirinya sendiri.

Dasar!

🌸🌸🌸

Alva sudah duduk di atas kasur sambil menangis. Melihatku datang, dia merangkak pelan, tapi dengan cepat aku berlari menuju ranjang.

"Uuh, Sayang. Kenapa, hm? Haus, ya?" Aku mengecup pipinya, lalu kembali membaringkan dan memberi ASI.

Alva menatapku dengan tangan mungilnya yang bergerak menepuk-nepuk pipi ini pelan. Terkadang, jemari mungil itu hendak menusuk lubang hidung, tapi kutahan sambil tertawa.

"Jangan, Sayang! Nanti tangannya kotor," kataku sembari mencium telapak tangan itu, lalu meniup-niupnya hingga berbunyi.

Alva tertawa geli, lalu kembali meminum ASI dengan matanya yang lagi-lagi terlihat mengantuk.

"Tidur yang nyenyak, Sayang. Pasti kamu ikut merasakan hati mama yang sempat kacau tadi, ya? Maaf. Papamu yang keras kepala itu memang berhasil memancing emosi. Padahal, mama sudah sebisa mungkin menahan diri."

Aku tersenyum melihat Alva sudah kembali tertidur. Kulepas perlahan mulutnya, lalu memeluk dan menyelimuti.

Aku juga butuh istirahat. Tak hanya harus siap mental, tapi fisikku juga harus kuat demi menghadapi kenyataan dan rintangan di depan mata.

🌸🌸🌸

Aku menggeliat, lalu mengucek mata sebelum melirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Ternyata mata ini baru terpejam sekitar satu jam-an. Aku bangun untuk minum, tapi air di gelas kosong. Terpaksa aku pergi keluar kamar, lalu berjalan santai menuju dapur.

Tepat ketika mencapai anak tangga terakhir, aku terlonjak kaget karena mendengar bunyi seperti benda terjatuh atau sesuatu yang dilempar ke dinding. Arah suaranya dari kamar pengantin baru itu.

Ada apa? Apa ada perang dunia ketiga? Rasanya tidak mungkin Bang Leon bermain sehebat itu sampai benda-benda di sana berterbangan.

Aku cekikikan sendiri membayangkan sesuatu yang buruk terjadi di malam pertama mereka.

Apa Mira sekarang sudah tahu, ya?

Aku mengedikkan bahu, lalu kembali melangkah santai menuju dapur. Sempat terhenti sejenak saat melihat pintu kamar itu akhirnya terbuka. Bang Leon keluar dengan tampang yang sangat kusut. Hampir saja aku tertawa melihatnya yang bermuram durja, tapi sebisa mungkin kutahan.

"Kusut amat pengantin baru," sindirku saat berjalan melewatinya yang mematung di depan kamar mereka.

"Mau ke mana?"

"Ke empang," sahutku asal.

Sudah tahu bawa gelas dan jalan ke dapur, pakai segala nanya mau ke mana lagi. Basi banget, Alejandro!

Kupikir Bang Leon akan pergi ke ruang keluarga, ternyata dia malah menyusul ke dapur. Duduk dalam diam dengan mata yang selalu mengamati gerak-gerikku yang tengah mengupas apel, lalu memakannya dengan santai. Aku bersikap tak acuh seolah tak melihat keberadaannya di sini.

"Kupasin satu, Dek."

Aku berpura-pura menoleh kaget.

"Eh? Abang ternyata ikut ke sini, toh. Kenapa enggak di kamar, Bang? Malam pertama, lho, ini. Sana, belah duren muda," sindirku dengan tawa kecil.

Bang Leon mendecak sebal, lalu mengambil apel dan merebut pisau dari tanganku. Mengupasnya dengan kesal seraya memasang wajah cemberut.

Kuhela napas pelan, kemudian mengambil apel dan pisau dari tangannya lagi. Ternyata, aku masih punya rasa kasihan dan peduli pada pria ini. Tapi hanya rasa kasihan. Bukan perasaan lebih apalagi untuk kembali bersama. Tidak akan!

"Mau dibuatin kopi?" Aku meliriknya sekilas.

"Kalau enggak ngerepotin." Bang Leon tersenyum.

"Ngerepotin, sih, emang," sahutku yang langsung membuat senyumnya lenyap seketika. "Canda kali, Bang. Serius amat pengantin baru." Aku tertawa, lalu berjalan menuju kompor untuk memasak air.

"Enggak usah sebut-sebut pengantin baru terus bisa 'kan, Dek?" protesnya.

"Emangnya ada yang salah? Kalian 'kan memang pengantin baru," sahutku dengan posisi membelakanginya. "Atau jangan-jangan ... kalian itu sudah belah duren dari sebelum menikah, ya?"

"Dek!" tegurnya dengan suara tegas.

"Syukurlah kalau enggak," sahutku cuek, lalu kembali menghampirinya dengan secangkir kopi hitam kesukaan Bang Leon.

"Kayaknya malam ini Abang bakal begadang sendirian. Nikmatilah dengan senyuman lebar, Bang. Jangan cemberut begitu!" ucapku sembari menepuk pundaknya, dan tersenyum penuh arti dengan satu alis sedikit terangkat naik. Setelahnya, aku berlalu pergi dengan membawa segelas air tanpa menoleh lagi.

"Dek!" panggilnya yang membuat langkah ini terhenti kembali. "Malam ini aku tidur sama kalian dulu, ya!"

Aku terdiam sejenak dengan senyum tertahan.

"Ruang tamu sama ruang keluarga masih lega kali, Bang.

🍁🍁🍁

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Retno w
oon msh dibuatin kopi
goodnovel comment avatar
mayank shinee
kebanyakan omong sih,udh di sakitin juga. diamin aja bisa kan...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 129–Forever and Ever

    Hari yang dinanti akhirnya tiba. Niat awal memang ingin melahirkan secara normal lagi, tapi ternyata tidak memungkinkan. Kali ini, dokter menyarankan agar menjalani operasi caesar demi keselamatanku dan bayinya. Akhir-akhir ini, tekanan darahku sering tidak stabil dan cenderung tinggi. Sampai Mas William dan orangtuanya panik sendiri takut terjadi apa-apa padaku.Aku pun tak bisa keras kepala. Jika memang melahirkan secara caesar adalah jalan terbaik, maka akan kulakukan.Tanggal sudah ditentukan dan kini semua persiapan sudah selesai. Jujur, aku sangat gugup karena ini pertama kalinya akan menjalani operasi. Bahkan kedua tanganku sampai gemetar, tapi Mas William dan orangtuanya selalu ada untuk menguatkan dan menenangkan."Dengar." Mas William menangkup lembut kedua pipiku. "Ada mas di sini. Enggak akan terjadi apa pun padamu atau bayi kita. Ok? Kamu harus rileks. Jangan sampai tensi kamu naik terus. Hm?"Aku mengangguk dan mencoba mengatur pernapasan."Berdoa, ya, Nak." Mama mengusap

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 128–Menjauhlah dari Kami

    Semua file bukti kebohongan Claudia sudah kusiapkan dengan baik. Ini juga berkat bantuan Mas Firman —asisten pribadi Mas William— yang diam-diam bantu menyelidiki. Memang aku sengaja tak memberitahu Mas William soal rencana ini. Saat itu, dia sedang banyak pikiran dan sibuk mengurus bisnis. Sampai-sampai dengan mudahnya memberikan uang tanpa berpikir dulu.Maka dari itu, biarlah kuman kecil seperti Claudia kutangani sendiri. Suami istri memang harus saling bahu membahu termasuk dalam membasmi bibit-bibit penyakit dalam pernikahan."Permisi, Bu."Aku menoleh pada Bi Yatmi yang berdiri di depan pintu yang memang terbuka lebar. Kuletakkan lipstik, lalu berdiri dan berjalan menghampirinya."Ya, Bi.""Tamunya sudah datang, Bu."Aku tersenyum. "Persilakan masuk dan sajikan minum.""Baik, Bu." Bi Yatmi mengangguk paham, lalu kembali ke lantai bawah.Aku berjalan ke kamar Hafsha untuk memanggil Mas William yang sedang bermain bersamanya. Hafsha sempat merengek minta ikut, tapi berhasil kubuju

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 127–Panas?

    Selama makan di restoran, hanya aku dan Mas Williamlah yang berbincang. Claudia bak makhluk tak kasat mata yang tidak diakui kehadirannya. Dia menyantap makan siang dengan wajah masam sambil sesekali melirik pada kami yang duduk di hadapannya."Enak?"Aku mengangguk dan tersenyum. "Coba, deh, Mas."Mas William membuka mulut menerima suapan dariku, lalu tersenyum."Enak, kan?" Aku terkekeh kecil."Iya. Kamu mau coba punya mas enggak?""Mau, dong."Kini giliran aku yang tersenyum menerima suapan darinya beberapa kali. Setelah menghabiskan menu utama, kini aku tengah menikmati es krim strawberry. Sementara, Mas William sedang menikmati minuman sodanya sambil memandangiku."Ada es krim nempel." Mas William mengusap sudut bibirku dengan ibu jari. "Manis," imbuhnya setelah menjilat ibu jari sendiri.Aku tertawa kecil. "Manis, dong, Mas. Namanya juga es krim.""Iya. Semanis yang lagi makan esnya." Mas William mencubit gemas hidungku."Eh? Mau ke mana, Claudia?" tanyaku saat melihatnya beranj

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 126–Kerikil Kecil

    "Kamu meragukanku?" Mas William menatapku dengan dahi berkerut. Aku tersenyum, lalu mendekat padanya yang berdiri di dekat meja rias. "Aku percaya padamu, Mas. Sangat percaya," kataku sembari membantu membukakan kancing kemeja. "Terus, kenapa malah menyetujui permintaan Claudia? Kamu sungguh ingin mas menikahinya?" Tersirat ada kekecewaan dari sorot matanya yang membidikku. Kutangkup kedua pipinya lembut seraya menatap lekat. "Apa aku terlihat tipe wanita yang rela berbagi, hm? Mas William menyentak napas kasar, lalu menyentuh satu tanganku di pipinya. "Mas takut kamu terhasut ucapan Claudia, Sayang. Mas enggak mau kehilangan kamu untuk yang kedua kalinya." Aku tersenyum. "Itu enggak akan terjadi. Enggak akan kubiarkan batu kerikil menghancurkan pernikahan kita." "Terus untuk apa kamu minta dia datang lusa nanti?" "Mas percaya padaku?" Dia mengangguk. "Kalau begitu, ikuti saja semua arahan dan perintahku tadi. Cukup ikuti sandiwara yang sudah kubuat ini. Ok, Suamiku?" Mas

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 125–Sebuah Rencana

    "Temani Hafsha dulu, ya. Mama mau temui tamunya," pintaku pada Alex yang dijawabnya dengan anggukan.Aku berjalan keluar kamar Hafsha bersama Bi Yatmi untuk menemui tamu yang datang. Seorang wanita yang memakai kemeja putih dipadukan blazer abu tengah duduk di ruang keluarga. Dia menoleh dan terlihat mengubah posisi duduk saat menyadari kehadiranku."Tolong buatkan minum, ya, Bi.""Baik, Bu." Bi Yatmi mengangguk dan pergi ke dapur.Wanita ini tersenyum canggung dan hendak berdiri, tapi aku kembali mempersilakannya duduk. Namanya Claudia —sekretaris Mas William yang sudah dipecat."Silakan diminum," ucapku padanya ketika Bi Yatmi menyajikan minuman di meja."Terima kasih." Dia meneguk minumannya sedikit.Dari gelagat yang terlihat gelisah saja, aku sudah tahu maksud kedatangan dia apa. Bahkan, aku sudah bersiap dengan apa yang akan dikatakannya sekarang."Pak Williamnya ada?" Dia mulai membuka percakapan."Enggak usah basa-basi. Kamu pasti sudah tahu suamiku itu sibuk. Kamu datang ke s

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 124–Peresmian

    "Hati-hati!" ucapku setelah Alex mencium punggung tanganku dan Mas William.Alex mengangguk, lalu naik ke mobil. Sesekali dia memang diantar sopir, tapi tak jarang juga diantar Mas William."Jangan lupa kabarin mama atau Papa kalau ada sesuatu, ya," pesanku sebelum mobilnya melaju keluar halaman.Alex mengangkat satu jempol dan melambaikan tangan pada Hafsha yang tersenyum ceria pada kakaknya."Mas enggak ke kantor?" tanyaku saat kami tengah berjalan masuk lagi."Enggak. Kan, hari ini ada peresmian usaha baru, Sayang. Restoran. Lupa, ya?""Oh, iya. Maaf, Mas. Lupa.""Dasar." Dia tersenyum seraya mencubit gemas pipiku yang lebih berisi ini."Jam berapa Mas berangkat?""Jam sepuluh. Nanti kamu dan Hafsha ikut, ya?" ujarnya setelah kami duduk di sofa ruang keluarga."Boleh?""Ya jelas boleh, dong, Sayang. Malah kamu wajib hadir." Mas William merangkul dan mengusap-usap lenganku."Aku boleh ikut juga, Pah?" tanya Hafsha yang duduk di pangkuannya."Uhm– boleh ikut enggak, ya?" Mas William

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status