Beranda / Fantasi / KINGMAKER (Indonesia) / 8. Pembuktian Sang Putri

Share

8. Pembuktian Sang Putri

Penulis: cyllachan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-22 21:00:10

Baru saja Ditrian mendapatkan laporan kepala pengawal istana. Tidak ada tamu bangsawan yang terluka. Mereka bisa dievakuasi tepat waktu. Pagi itu ruang kerjanya sibuk. Dipenuhi beberapa dokumen dan laporan soal kejadian kemarin. Termasuk daftar benda yang terbakar dan perkiraan perawatan ruang pesta. Mungkin tidak akan bisa dipakai untuk acara selama beberapa minggu.

"Yang Mulia. Lady Emma ingin bertemu dengan Anda," ucap pengawal.

"Biarkan dia masuk," Ditrian duduk di kursi kerjanya. Dia hanya tidur sebentar semalam. Bekas kebakaran ruang pesta sedang diurus dan beberapa pegawai istana juga mondar-mandir ke ruangannya.

Lady Emma masuk ke ruangan dengan terengah. Ia terlihat begitu tergesa. Wajahnya pucat dan panik.

"Yang Mulia, mohon maaf. Ada yang ingin saya sampaikan pada Yang Mulia. Ini soal Tuan Putri."

"Ada apa dengan Tuan Putri?"

"Beliau ...," Lady Emma sang kepala dayang melirik ke kanan dan kiri. Ada beberapa pegawai istana di sana. Dia tidak yakin harus mengatakannya bagaimana. "Beliau ... telah terlepas dari kutukan. Sepertinya Yang Mulia harus melihatnya sendiri."

'Kutukan? Jadi dia menggunakan alasan itu ya.'

Ditrian hening sejenak. Ia menarik nafasnya dalam. Tak seperti dugaan Lady Emma, Raja Ditrian terlihat tenang.

"Aku sudah tahu. Layani Tuan Putri seperti biasa. Aku akan menemuinya malam ini. Jadi lakukan saja tugasmu, Lady Emma."

"Ba-baik ... Yang Mulia."

xxx

Ditrian memenuhi rencananya malam ini. Ia sudah berdiri di pintu tinggi pohon ek yang dicat putih. Kamar selir. Kamar Putri Sheira.

Dia tidak pernah peduli pada istana ratu. Yang penting dirawat secukupnya. Hampir tidak pernah juga berkeliaran di area ini.

Namun ... sejak pernikahannya, setiap kali menginjak istana ratu, pikiran Ditrian penuh. Sejak ada wanita itu. Apa yang ada di balik pintu tinggi pohon ek ini, di balik kamar paling ujung lorong ... membuat perasaannya campur aduk.

Kali ini ... penasaran.

Ia membuka perlahan. Wangi bunga lili menyeruak dari dalam sana.

Wanita asing yang mengaku Sheira itu berdiri di depan jendela besar. Rambut emas bergelombang tergerai bebas di punggungnya. Ia menoleh ke belakang, menatap Ditrian yang berdiri di daun pintu.

Malam ini cahaya perak dari bulan memenuhi kamar. Persis seperti tatapan mata perak misterius wanita itu.

"Kau sudah datang," ucapnya. Ia berbalik dan berjalan ke dekat ranjang. Wanita asing itu duduk manis di bibir kasur. "Masuklah dan tutup pintu itu rapat-rapat."

Ditrian menutupnya, lalu melangkah ke dalam kamar. Ia ikut mendekat padanya, ke dekat ranjang. Nyaris sama seperti saat pertama kali mereka hanya berdua.

Sosok wanita itu begitu sempurna. Begitu elok. Wanita paling cantik yang pernah ia lihat selain mendiang ibundanya. Terlihat lebih jelas malam ini.

Melihatnya bertelanjang kaki dengan paha dan betis yang halus, membuat jantung Ditrian berdebar-debar. Ia mengenakan gaun satin sutra putih yang pendek dan mahal. Bertengger di bahu wanita itu dengan sebuah tali yang kurus saja.

Ia berusaha mendatarkan wajahnya, meskipun begitu terpesona. Aroma bunga lili menguat saat tubuh mereka dekat. Semua itu membuat bulu di seluruh tubuh Ditrian berdiri.

"Apa ada yang mengikutimu?" tanya wanita asing itu. Ditrian menyipitkan matanya.

"Tentu saja tidak," sanggahnya. Pertanyaan yang aneh. "Kau bilang ingin menunjukkan sesuatu padaku."

"Ya. Tapi sebelum itu ...," mata perak perempuan itu melirik, menunjuk di belakang punggungnya. "... perintahkan pengawal bayanganmu untuk pergi."

Ditrian terhenyak. Bagaimana wanita ini tahu? Dia memang menempatkan pengawal tak terlihat untuk mengawasinya. Kalau-kalau wanita ini merencanakan sesuatu.

Tangan kanan pria itu terangkat. Ia menjentikkan jari. Sesosok bayangan hitam jatuh menapak di balkon kamar, di balik jendela. Ia lalu pergi dan raib entah kemana.

"Dan ... buang belati di belakang punggungmu itu."

Ditrian kembali terdiam. Dia juga membawa sebuah belati. Saat ia pertama mengunjungi kamar ini pun ia membawanya.

Pria itu merogoh punggung. Ia mengambil belati yang ia jepitkan di antara celana dan kulit punggungnya, lalu melemparnya ke lantai marmer.

"Apa lagi?" ketusnya.

"Sudah cukup."

Ia mendengkus. "Sekarang, apa yang sebenarnya ingin kau perlihatkan padaku?"

"Aku memberimu kesempatan untuk bertanya lebih dahulu."

Ada banyak. Itu yang memenuhi pikiran Ditrian seharian ini.

"Dimana Sheira? Kau apakan dia?" selidik Ditrian.

"Harus berapa kali kukatakan padamu ... akulah Sheira," jawab wanita itu tenang. "Aku menyamarkan wajahku saat akan ditangkap oleh orang-orang kekaisaran. Kupikir ... jika wajahku buruk, mereka hanya akan menjualku sebagai budak."

"Dan menurutmu akan lebih baik jika kau menjadi budak?" Ditrian menukas.

"Apa kau tahu yang mereka lakukan pada tawanan yang cantik? Mereka memperkosanya ramai-ramai." Ditrian menelan ludah. "Ya. Akan lebih baik jika aku menjadi budak."

"Alasanmu terdengar bagus. Tapi aku masih tidak percaya. Ucapanmu tidak membuktikan apa-apa," nada bicara pria itu sinis.

"Aku memakai Magi untuk mengubah wajahku."

"Aku tidak pernah mendengar omong kosong itu. Tunjukkan padaku dan aku akan percaya."

Wanita itu menggeleng. "Tidak bisa. Aku lupa mantranya. Lagi pula ... kenapa kau bersikeras untuk melihat wajah buruk rupa itu?"

"Karena ... dengan wajahmu yang sekarang, kau lebih berbahaya," ucapnya tajam.

Wanita itu hening sejenak. "Jika kau tak percaya, kau bisa mengais puing-puing istana Galdea dan mencari lukisanku. Untuk sekarang, satu-satunya pilihanmu adalah percaya bahwa akulah Sheira. Atau ... kau boleh mencari wajah buruk rupa itu di setiap sudut kekaisaran ini, Yang Mulia."

Ditrian menghela nafas. Ya. Dia tak punya pilihan lain sementara ini.

"Lalu ... kau ini sebenarnya apa? Penyihir? Aku tak pernah melihat yang sepertimu. Dan ... omong kosong apa itu Magi?"

Sheira memiringkan senyumnya. Seolah wanita itu telah menunggu-nunggu pertanyaan ini.

"Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu." Perlahan wanita itu bangkit dari duduknya.

"A-Apa yang kau lakukan?!" Ditrian mengalihkan pandangannya ke samping.

Wanita yang mengaku Sheira itu telah menanggalkan gaun tidur dan melemparnya ke lantai marmer. Di sudut kamar yang gelap. Entah di mana.

Tubuhnya sudah polos tanpa ada benang sehelai pun. Berkulit putih, dengan bentuk badan yang melekuk indah. Dadanya yang bulat dan menantang, pinggang ramping, serta bagian di antara kedua pahanya.

Ditrian bisa melihat itu semua, namun ia memilih tidak. Matanya jatuh ke lantai marmer dan beberapa perabotan di sana.

Perlahan tubuh wanita itu mendekat padanya. Aroma bunga lili menguat. Aroma kesukaan Ditrian mulai sekarang.

Kedua tangan putih Sheira menangkup pada wajah pria itu. Ia merampas paksa tatapan emas Ditrian. Pria itu kini menatap wajah cantiknya begitu dekat. Kedua mata perak Sheira entah bagaimana seperti menghipnotis dirinya. Membuatnya begitu terpesona. Tubuh pria itu membeku.

Ia bisa merasakan jemari kurus yang agak dingin membelai kulit pipinya.

Ia menikmati setiap inci wajah cantik wanita itu. Semakin jelas sekarang. Pipinya yang mulus dengan bagian yang merona, bentuk wajah yang oval. Dagu mungil menggemaskan ditambah bibir merah muda yang memikat. Mungkin akan terasa manis jika dicium.

Seperti ada magnet yang super kuat di lantai marmer itu, Ditrian tak bisa bergerak. Mungkinkah ini salah satu sihirnya? Tetapi yang ia yakin, bahwa kedua mata perak misterius itu seperti sedang membaca pikiran dalam otak.

"Ditrian ... lihat aku baik-baik."

Wajah Ditrian memerah. Mata mereka bertemu. Tak terasa tubuh mereka tak lagi berjarak. Mata emasnya bertemu dengan Sheira. Pandangan mereka begitu lekat.

Nafasnya tak beraturan. Bau semerbak bunga lili memenuhi hidungnya. Pikiran-pikiran hebat memenuhi kepala. Jantungnya telah menderu dengan hebat. Nadinya mendesir kencang. Ia kalap.

Pertama kali di hidupnya setelah puluhan tahun melajang sebagai seorang Direwolf. Ia mendapati seorang wanita tanpa busana berada tepat di depannya.

"Kau bisa melihat-lihat sampai kau puas."

Ditrian menelan ludah. "A-apa maksudmu?"

Sheira melepaskan tangkupannya.

Mata Ditrian kini telah sepenuhnya menatap tubuh telanjang wanita itu. Putih, terlihat halus seperti krim susu. Dadanya bulat dan cukup besar, menggantung di sana.

Dia tahu seharusnya tak melakukan ini. Namun, entah mengapa ia menuruti semua perkataan wanita ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sera Mayumi
Intinya, rajanya ini gampangan. asalkan disogok sama cewek cantik pasti mau kalo disosor.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KINGMAKER (Indonesia)   117. Wanita di Menara

    Ditrian meletakkan seikat bunga berwarna kuning keemasan. Ia tersenyum."Mirip kau," katanya.Empat puluh lima tahun berlalu. Empat puluh lima tahun lamanya pula Sheira terbaring di ranjang. Kini ia ditempatkan di sebuah menara tinggi. Setelah perang, raja-raja memantapkan Ditrian sebagai kaisar baru mereka. Kaisar Ditrian von Canideus. Setelah berabad-abad, akhirnya ada seorang kaisar yang adil dan bijaksana. Kekaisaran menjadi makmur. Semua makhluk hidup berdampingan dan beriringan. Bangsa Elf tak lagi begitu menutup diri mereka. Mereka membagi pengetahuan di bidang pengobatan dan sihir. Sementara para Dwarf terkadang menjual teknologi-teknologi yang mereka miliki seperti teknologi pembajak sawah otomatis dan kincir air yang bisa digunakan untuk menumbuk biji-bijian.Kekaisaran berangsur makmur semenjak pemerintahan Raja Ditrian.Meskipun rakyat kini bisa hidup damai dan bersuka cita, tidak dengan Raja Ditrian. Dia akan bersuka cita kelak, saat su

  • KINGMAKER (Indonesia)   116. Ambrosia

    Ditrian langsung menerobos ke dalam tenda. Ada beberapa orang di sana."Sheira! Sheira!" pekik Ditrian. Ia langsung menghampiri istrinya yang telah terbujur kaku di atas ranjang. Ditrian memeluk dan memegang tangannya. "Apa yang terjadi?! Sheira! Bangunlah! Aku disini, Sheira!"Ditrian tak bisa membendung kesedihannya. Ia menangis sambil memeluk jasad Sheira. Ia menangis begitu memilukan. Tidak pernah ada seorang pun yang melihat pria itu menangis. Tidak ada. Namun di hari itu ... Ditrian begitu merana. Ia membelai rambut emas Sheira, memanggil-manggil namanya begitu putus asa.Semua yang ada di ruangan itu sangat berduka."Apa yang telah terjadi p

  • KINGMAKER (Indonesia)   115. Kemenangan

    Keesokan harinya, setelah matahari terbit, semua orang telah bersiap di pos mereka masing-masing. Ditrian menggenggam tangan Sheira di atas bukit, raja-raja juga berada di sana. Mereka bisa memandangi keseluruhan medan perang."Kau sudah siap?"Sheira mengangguk. "Aku telah menunggu hari ini seumur hidupku. Aku akan membunuh mereka semua," kata Sheira mantap.Ditrian mengecup punggung tangannya. "Jangan terlalu memaksakan dirimu. Aku akan memenangkan peperangan ini untukmu, sayangku."Tak berapa lama kemudian, suara terompet dibunyikan. Raja Dwarf melihat dengan sebuah tongkat dari kuningan yang ditambahi sebuah kaca kecil di ujungnya. Katanya benda itu bernama teropong jarak jauh.

  • KINGMAKER (Indonesia)   114. Pemimpin Perang

    Ditrian membawa kembali Sheira ke ibukota. Sedangkan Everon, dengan berat hati ia patuh untuk tetap membangun wilayah Galdea Timur dan menetap di sana. Everon patah hati. Namun ... dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.Sementara itu, diantara kemelut dan tragedi meninggalnya Evelina von Monrad dan Duke Gidean von Monrad di dalam istana, pernikahan mereka tetap dilaksanakan. Sheira von Stallon telah dinobatkan menjadi ratu dari Kerajaan Canideus. Kemudian Fred yang telah dibebaskan menyelidiki penyebab tindakan bunuh diri dan dari mana Evelina mendapatkan racun itu. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukanlah bahwa ini ada campur tangan dengan Kaisar Alfons. Termasuk ketika anak dalam kandungan Sheira gugur. Duchess Anna yang telah kehilangan kewarasannya selalu mengatakan hal itu berulang-ulang, berkali-kali dengan sumpah serapah.

  • KINGMAKER (Indonesia)   113. Putus Asa

    Padang rumput di sini begitu luas dan tenang. Lebih indah daripada yang ada di kerajaan Canideus. Sepuluh orang ksatria Direwolf menyertai Raja Ditrian von Canideus.Raja yang telah dengan sengaja membatalkan pernikahannya sendiri. Mereka berangkat subuh-subuh, berangkat diam-diam dari istana tanpa membuat keributan, tanpa seorang pun tahu akan kepergian mereka. Meski pun begitu, Ditrian sudah meninggalkan surat perintah pembatalan pernikahannya. Mereka kini beristirahat di tengah perjalanan menuju ke Galdea Timur.Seorang di antara mereka menghampiri Ditrian. Ia menyerahkan sebuah surat."Yang Mulia ... ada pesan dari istana."Ditrian membuka gulungan surat itu. Pastilah burung merpati dari istana terbang menyusul

  • KINGMAKER (Indonesia)   112. Ramuan Pnigomia

    Para bangsawan sudah bersuka cita. Mereka telah membawa perasaan itu ketika berangkat dari rumah. Meskipun mendadak, kabar pernikahan Raja Ditrian dan Lady Evelina von Monrad, anak Duke Gidean von Monrad yang tersohor akan dilaksanakan. Kabar itu menyebar sangat cepat bagai lumbung gandum yang dilalap api. Mereka sudah bersiap dan duduk dengan khidmat di kursi aula. Dekorasi istana hari ini bernuansa biru tua dan emas. Juga bendera-bendera Kerajaan Canideus yang berlambang serigala menganga sudah dipasang.Di luar istana, rakyat juga tak kalah heboh. Nampaknya seluruh jalanan begitu ramai karena mereka pun ikut merayakannya. Festival-festival dan hiburan rakyat membuat hari ini kian riuh. Pontifex sudah bersiap di altar, hendak memberkati pernikahan mereka berdua.Termasuk Lady Evelina. Ia sudah cantik, mempesona luar biasa.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status