Share

EPISODE 5

Rimbu memandangi langit-langit kamarnya, ditemani alunan musik ballad yang selalu dia putar sebelum tidur. Masih teringat jelas wajah pucat pasi Panji, ketika mendengar permintaannya saat makan malam beberapa jam lalu. Panji memang tidak menolak permintaannya, pun tidak mengiyakannya. Panji hanya memasang ekspresi wajah campur aduk yang sulit dideskripsikan.

Jarum pendek jam sudah menunjuk di angka satu, tetapi kedua mata Rimbu masih sibuk menikmati langit malam dari balik jendela kamarnya. Rimbu yang menyerah memejamkan mata perlahan beranjak, dan berjalan mendekati jendela, berniat untuk menikmati keindaham para penghuni langit malam dari dekat. Namun ada sesuatu yang lebih indah yang mengalihkan Rimbu.

Sesosok pria bersweater hitam yang tengah mendongak sambil bersandar membelakangi balkon itu entah kenapa membuat Rimbu terpaku. Sosok yang sangat rupawan, tetapi tak cukup meluruhkan rasa kebas di hati Rimbu. Spontan Rimbu kembali masuk ke kamarnya, ketika pria tersebut, Aksara, menangkap basah dirinya yang tengah mematung mencuri pandang.

"Gua juga masih kejebak sama masa lalu."

Rimbu menghentikan langkahnya. "Rasanya menderita banget kan? Kaya yang nyesel tiap detik, tapi susah mau ngikhlasin. Serasa pengen muter waktu biar bisa perbaikin semuanya," imbuh Aksara.

"Good luck." Rimbu kembali masuk ke dalam kamarnya.

"Good luck? Gitu doang? Responnya emang selalu beda," gumam Aksara sembari tersenyum memandangi jendela kamar Rimbu.

"Senyum-senyum sama siapa lu?"

"Kamar sebelah," balas Aksara pada Denar seraya berjalan masuk ke dalam kamar.

"Rimbu?"

Aksara menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. "Iya."

Denar ikut menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. "Pasti gak bisa tidur tuh dia. Secara kan abis bikin bokapnya jantungan."

"Dia mah gak bisa tidur tiap malem."

"Dia cerita?" tanya Denar pada Aksara.

"Nebak aja. Insomnia* kan penyakit tiap detiknya orang-orang yang gak bisa damai sama masa lalu."

Insomnia* merupakan gangguan yang menyebabkan penderitanya sulit tidur atau tidak cukup tidur, meski terdapat cukup waktu untuk melakukannya.

Denar terdiam sesaat. "Gua kalo jadi Rimbu malah gak bakal mau damai sama masa lalu. Kasian tuh cewek, disakitin mulu."

"Dia cerita?"

"Bukan, Manik yang cerita. Jadi tadi Pak Panji ngintrogasi Manik sebelom balik, nah gue gak sengaja nguping ampe abis," jawab Denar.

"Cerita apa aja dia?"

Denar mulai bercerita, setelah mengubah posisi malasnya menjadi seperti putri duyung yang tengah memamerkan kemolekan tubuh untuk memikat para pelayan. Aksara yang sudah terbiasa dengan tingkah aib Denar tidak sedikit pun tertawa, hanya menoleh sesaat dan kembali memandangi langit-langit kamar.

Menurut penuturan Manik yang mengaku sebagai sahabat Rimbu sedari masih di dalam kandungan, Rimbu memiliki tiga orang mantan kekasih yang sangat pantas dilabeli berengsek kelas kakap. Keberengsekan ketiganya tidak hanya sukses membuat Rimbu dirugikan secara perasaan, tetapi juga psikologis.

Mantan pertama Rimbu, disebut Manik sebagai si Congkak Akut. Si Congkak mengajak Rimbu berpacaran bukan karena ada rasa tetapi karena bertaruh dengan sahabatnya. Si Congkak berhasil mendapatkan Rimbu yang polos dengan mudah, mempermainkan kepolosannya, dan meninggalkannya begitu saja.

Lalu mantan kedua Rimbu, disebut manik si Benalu karena dialah yang membuat Rimbu mengalami kerugian materi yang sangat besar. Yang si Benalu tahu hanya makanan lezat, berbelanja, dan berlibur. Si Benalu enggan memikirkan masa depan dan memilih bergantung pada Rimbu yang memiliki banyak uang.

Dan mantan terakhir Rimbu, si Polisi, memang terlihat sangat mencintai Rimbu, namun entah kenapa dirinya mendua saat telah sukses. Padahal Rimbulah yang selalu ada di sampingnya saat masa-masa sulit, dan mendorongnya sampai bangkit. Tetapi tak disangka si Polisi malah menikmati keberhasilannya dengan wanita lain.

Orang tua si Polisi pun tidak menyetujui hubungannya dengan Rimbu yang kala itu berprofesi sebagai model majalah. Mereka tidak ingin putranya yang terhormat memiliki hubungan dengan gadis yang gemar mempertontonkan auratnya di depan umum. Mereka juga yakin jika mahkota Rimbu sudah tidak berkilau lagi.

Akhirnya orang tua si Polisi menghubungi Rimbu melalui telepon. Mereka dengan tegas mengatakan pada Rimbu jika tidak akan pernah ada restu untuk hubungannya dengan si Polisi. Mereka ingin putra semata wayangnya bersanding dengan gadis berjilbab yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi.

Rimbu masih mencoba bertahan, meski Manik sudah menunjukkan bukti perselingkuhan si Polisi dengan seorang wanita bertubuh tambun yang tengah mengadakan makan malam keluarga. Hingga Rimbu mendengar pengakuan langsung dari wanita selingkuhan si Polisi. Rimbu pun mengakhiri semuanya secara sepihak.

"Gak hoki dia soal asmara."

"Bisa juga kena karma," sahut Denar pada Aksara.

"Bukannya mantannya cuma tiga?"

Denar kembali menelentangkan tubuhnya. "Ya kali aja sebelum sama tiga cowok itu dia pernah deket sama yang lain."

"Bisa jadi."

"Oh iya nih kalo lu mau liat foto-fotonya si Rimbu pas masih jadi model." Denar menyerahkan ponselnya pada Aksara.

Aksara tersenyum seraya bergumam, "Udah banyak banget berubah."

"Hah?"

Aksara menggeleng menanggapi Denar. "Enggak. Lanjut lu mau ngomong apaan tadi?"

"Iya dulu Rimbu terkenal banget. Pokoknya baju-baju yang dia pake pasti laris manis. Tapi terus dia brenti gitu aja. Ya itu mungkin karna keluarganya si Polisi kampret yang sok suci!" seru Denar.

"Gua dulu ngefans sama dia."

Spontan Denar menoleh. "Hah? Serius lu?"

"Gua beli semua baju yang dia sponsorin. Masih gua simpen di rumah sampe sekarang."

Denar beranjak. "Jangan bilang lu pake itu baju?"

"Gak muatlah bego. Gua cuma beli-beli aja terus gua simpen."

Denar diam sesaat. "Jadi dari awal lu udah tau kalo dia Rimbu?"

•••••

PRANG!

Rimbu terbangun dari tidurnya setelah suara yang terlampau gaduh ditangkap telinganya dalam keadaan setengah sadar. Awalnya Rimbu enggan mengindahkan suara apapun yang berasal dari luar kamarnya, karena dia yakin saat ini Panji tengah sibuk mempersiapkan ini dan itu khusus untuknya seperti biasa.

Namun suara yang baru saja didengar Rimbu jelas suara gaduh yang asing, seperti sebuah benda kaca yang jatuh. Alih-alih menduga ada pencuri, Rimbu malah menduga itu perbuatan Manik yang sering tidur sambil berjalan masuk ke rumahnya dan menabrak salah satu guci koleksi Panji.

Rimbu beranjak, duduk bersandar di punggung ranjang sambil mengikat rambutnya. Rimbu berniat untuk kembali ke alam mimpi, namun umpatan Panji berikut tangis histeris sang Ibu yang menggema memenuhi seisi rumah seketika membuat Rimbu melompat dari ranjang dan keluar mengikuti asal suara.

Dan betapa terkejutnya Rimbu saat mendapati kondisi ruang tamu yang sangat berantakan. Salah satu guci koleksi Panji memang pecah, tetapi tidak disebabkan oleh pencuri pun Manik, melainkan olek kemurkaan Panji pada mantan kekasihnya, si Polisi, yang kini tersungkur di atas pecahan guci.

Terlihat Ibu Rimbu, Nirmala, tengah menangis di pelukan Simbok. Sementara Aksara, duduk santai di atas kap mobil sembari melahap bertangkup-tangkup serabi*. Nirmala menangis kian histeris ketika melihat kedatangan Rimbu. Nirmala marah atas perlakuan yang didapat Rimbu dari si Polisi dan keluarganya.

Serabi* merupakan jajanan pasar tradisional yang berasal dari Indonesia. Di Jawa, serabi umumnya disajikan dengan isian kelapa, gula atau manisan lainnya.

"Kamu anggep apa Ibumu ini, Nduk? Sampe Ibu gak tau kalo harga dirimu sudah dinjak-injak sama orang. Ya Allah," ujar Nirmala dengan suara bergetar.

Panji menunjuk si Polisi. "Kasih tau Bapak di mana rumah si Semprul* ini. Biar Bapak kasih pelajaran juga ke orangtuanya. Mentang-mentang punya seragam polisi, anak orang direndahkan sesuka hati."

Semprul* ngaco. gak masuk akal. ngawur.

Nirmala beranjak. "Ibu ikut, Pak. Ibu gak akan tenang sampe bisa bales penghinaan ini."

Rimbu menghela napas menanggapi kedua orangtuanya. "Ke dokter dulu bikin bukti."

Semuanya diam, karena tidak mengerti apa maksud dari perkataan Rimbu, kecuali Aksara dan Denar. "Maksudnya bikin bukti kalo Rimbu masih ori, Pak, Bu."

"Perawan. Maksudnya masih perawan," imbuh Denar.

Rimbu menghentikan langkahnya di tengah tangga. "Terus nanti lemparin bukti itu ke muka mereka. Kasih tau ke mereka yang pikirannya sempit itu kalo gak semua model itu bobrok, dan gak semua yang berjilbab itu suci."

Aksara tersenyum seraya bergumam, "Good luck."

Rimbu beserta keluarganya dan seorang dokter pun langsung berangkat menuju kediaman si Polisi. Seperti didukung penuh oleh Yang Maha Kuasa, semuanya berjalan lancar tanpa ada hambatan. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, mobil mewah yang disopiri Aksara itu berhenti di depan sebuah warung.

Rimbu dan yang lain lalu berjalan kaki memasuki gang sempit. Semua mata tertuju pada mereka, terutama pada si Polisi yang wajahnya babak belur. Mereka pun tiba di sebuah rumah sederhana. Adik Perempuan si Polisi yang kebetulan tengah memotong kukunya di teras terkejut dengan kedatangan Rimbu bersama sang Kakak.

Spontan Adik si Polisi berlari masuk ke dalam rumah, berteriak memanggil kedua orangtuanya. Ibu si Polisi histeris melihat keadaan putranya, dan langsung menujukan tatapan benci pada Rimbu. Ayah si Polisi yang ternyata berkarakter protagonis, mempersilakan mereka masuk dan berdiskusi dengan kepala dingin.

Namun ibu si Polisi menolak, dan semakin mengundang keingintahuan orang sekitar karena teriakannya yang menggelegar. Adu mulut antara Nirmala dan ibu si Polisi pun dimulai. Teriakan Nirmala yang tak kalah menggelegar sukses mencoreng nama baik keluarga yang mayoritas berlatar belakang polisi itu.

Ibu si Polisi tak memiliki celah untuk membalas Nirmala, karena Nirmala yang sangat lihai memblokir semua celah. Dan serangan terakhir dari Nirmala semakin membuat nama baik keluarga itu seakan dicoreng kotoran sapi. Nirmala meminta dokter yang dibawanya membacakan hasil pemeriksaan Rimbu dengan sangat keras.

"Semoga hidup Bu Polisi tetep bisa tenang ya, setelah fitnah anak baik-baik. Tolong yang diseragamin jangan cuma badan aja tapi isi kepala, mulut sama hati juga. Inget,Bu, Ibu juga punya anak perempuan." Nirmala berlalu seraya menggandeng Rimbu.

"Saya gak akan segan bawa masalah ini ke ranah hukum kalo sampe putra Bapak yang cuma modal seragam ini berani ganggu putri saya lagi. Permisi." Panji ikut berlalu.

•••••

Hari ini adalah hari terakhir Rimbu di kampung halamannya. Panji memutuskan secara sepihak untuk membuat pesta makan malam mewah sebelum Rimbu kembali ke Jakarta. Panji juga membeli beragam oleh-oleh untuk Rimbu yang sudah ditatanya rapi di dalam tiga buah kardus bekas mi instan.

Rimbu tak menyuarakan protesnya meski sangat ingin. Rimbu memilih membisu sambil melanjutkan kegiatan bermalas-malasannya menonton berita kriminal di televisi. Kecuali Rimbu, semua orang tengah sibuk bergelut di dapur. Bahkan Aksara dan Denar pun sampai mendapat bagian tugas mengupas singkong.

Ratih kerap menghampiri Rimbu yang berbaring malas di sofa ruang keluarga, meminta bantuannya untuk membantu di dapur. Namun seperti biasa Rimbu selalu memberikan respon yang sukses membuat semua orang mengeratkan gigi. Ratih pun menyerah, dan membiarkan adik kesayangannya itu bertindak sesuka hati.

"Bisa ngupasnya kan, Mas?"

"Bisa. Udah liat tutorialnya tadi di yeahtube," jawab Aksara pada Ratih.

Ratih tertawa. "Yaudah kalo gitu. Nanti kalo udah selesai dikupas, dicuci ya, terus kasih ke Ratih."

"Oke." Aksara berlalu, hendak mencari tempat yang nyaman untuk menjalankan tugas sebagai babu.

"Mas mau di mana ngupasnya?"

Aksara menunjuk pohon rambutan. "Di sana kali ya. Gerah gua di sini."

"Di ruang keluarga aja. ACnya nyala soalnya Rimbu lagi nonton tv."

"Oke." Aksara langsung menuju ruang keluarga.

"Mas, tunggu. Tapi jangan ganggu Rimbu ya. Jangan ditanya. Diemin aja. Anaknya lagi gak mood."

Aksara tidak menghentikan langkahnya pun menoleh pada Ratih. "Dia mah kayanya gak mood tiap hari deh."

KLEK!

Rimbu melirik ke arah pintu ruang keluarga yang terbuka. "Gak ganggu kan?"

Rimbu melepas penyumpal telinganya. "Maaf, ngomong apa tadi?"

"Gimana caranya nonton tv tapi kuping disumpel?"

"Nonton kan pake mata bukan kuping," balas Rimbu pada Aksara.

Aksara mengangguk-angguk. "Bener juga."

"Oh iya mumpung inget. Besok saya balik ke Jakarta naik bis aja."

Aksara mulai mengupas singkong. "Bebas sih. Tapi Pak Panji udah masukin barang-barang lu ke bagasi mobil gua."

"Mmm kalo gitu besok bisa turunin saya di terminal?"

"Kenapa?" tanya Aksara.

"Bukan apa-apa. Takutnya kamu sama temen kamu gak nyaman karna ada saya."

"Kalo gua gak nyaman gak perlu lu yang mati-matian ngeles," sahut Aksara.

"Oh oke."

"Mumpung inget juga nih gua. Lu gak wajib jawab jadi gak perlu terbebani. Alesan lu gak suka sama Pak Panji bukan karna dia pernah ngapa-ngapain lu kan?" Aksara menghentikan kesibukannya, lalu menoleh pada Rimbu.

DEG!

Comments (1)
goodnovel comment avatar
RahmaDika
lanjutin oi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status