Share

Bab 7

Author: Pena_Kinan
last update Last Updated: 2022-09-23 13:36:26

Bab 7

Kedatangan emak

"Waalaikumsalam," Aku segera membuka pintu depan yang dari tadi aku tutup rapat. Karena dibelakang aku sedang sibuk mencuci piring.

Alangkah terkejutnya aku, melihat sosok Emak berdiri di ambang pintu, tersenyum menatapku. Entah mengapa motor yang mereka kendarai tidak terdengar olehku.

Ada rasa bahagia, karena mendapat kejutan dari Emak. Dia datang tiba-tiba tanpa memberitahuku sebelumnya.

"Emak … Kok gak telpon dulu. Kan nanti bisa di jemput sama Mas Wawan." Sambil ku mencium takzim, punggung tangan Emak.

"Buat kejutan." Emak selalu tersenyum ketika berbicara padaku. 

"Masuk, Lek!" Aku memanggil Lek Agung yang telah mengantar Emak ke Wonogiri.

Dia sedang duduk di kursi teras rumah, sambil menghisap rokok.

"Iya, Nan, nganter Emakmu itu. Katanya kangen sama cucunya." jawabnya singkat.

"Iya, terima kasih ya, Lek! Sudah repot-repot mengantar Emak kesini. Hawa lagi tidur." 

Segera aku menyuruh, Emak untuk beristirahat. Namun Emak menolaknya. Segera ku buatkan Emak dan juga Lek Agung, teh panas. Dan juga tak lupa membawa beberapa cemilan.

Kali ini aku bingung harus bicara dengan ibu mertua. 

Meminta izin untuk Emak menginap di sini.

Aku segera mengirim pesan kepada Mas Wawan.

Ada rasa bahagia bercampur bingung, bagaimana nanti aku bicara kepada ibu mertua.

Ah, biarkan saja. Toh Emak kesini membawa banyak beras dan juga oleh-oleh, pasti ibu mertua ku tak akan mempermasalahkan ini.

Tak berapa lama Lek Agung berpamitan pulang.

"Nan, aku pulang ya? Besok emak biar diantar suamimu!"

"Iya, Lek. Makasih ya!" Kuucapkan terima kasih karena sudah bersedia mengantar emak ke Wonogiri.

Aku segera beberes rumah setelah jam menunjukan jam empat sore. Menyapu dan juga mencuci piring. Sambil aku memasak air untuk termos yang sudah habis isinya.

Emak dengan sumringahnya menggendong Hawa di teras depan rumah. Tak berapa lama, ibu mertuaku pulang dari rumah tetangga setelah selesai membantu masak. Dia mendapati Emak di teras. Ada rasa canggung antara mereka, namun Emak tetap saja menyapa dengan sopan dan ramah. Seolah tidak tahu yang sebenarnya perlakuan ibu mertuaku terhadapku.

Setelah saling berbicara di depan, ibu mertua masuk kedalam rumah. Melihat sekarung beras dan banyak oleh-oleh lainnya. Segera aku menyusul dan meminta izin padanya, agar Emak tinggal di sini.

"Bu, Emak mau menginap di sini. Boleh? Besok biar diantar Mas Wawan pulang," Bicaraku sangat berhati-hati.

"Boleh," Singkat dan tak menanyakan hal lain.

Tapi ya sudahlah, yang penting aku sudah meminta izin padanya.

Tak selang berapa lama, Mas Wawan pulang dari kerja tak lupa mencium takzim tangan ibu. Saling menyapa dan bertanya soal kabar masing-masing. Ada guratan rindu di balik senyum Emak dengan anak-anaknya.

Bapak mertuaku ternyata sudah pulang juga, dia duduk di kursi teras. Segera aku ambilkan segelas teh untuknya.

Tapi disaat aku menyerahkan teh kepada bapak mertuaku. Ibu mertuaku keluar dengan membawa tas di tangannya.

"Pak, ayo antar Ibu ke rumah Bude! Sekarang!" Dengan nada kasar ibu menyuruh bapak mertuaku mengantarnya.

"Mau ngapain kesana bawa tas segala?" Bapak mertuaku seraya melihat tas yang dibawa istrinya.

"Mau nginep di sana, di rumah sempit, banyak orang. Gak tahu apa bukan rumahnya, seenaknya bawa keluarganya tinggal di sini! Memangnya dia siapa?" 

Deg,

Perkataan ibu tadi terlalu kasar aku dengar.

Aku melihat mata ibu sudah berkaca-kaca.

Dengan gemetar dan sedikit memaksakan, aku bicara menjawab ibu.

"Bukannya tadi ibu mengizinkan, Emak tinggal di sini? Lagian Emak ke sini juga dia membawa beras banyak untuk kita masak dan makan sama-sama. Bawa oleh-oleh banyak, untuk bapak dan ibu juga. Tapi kenapa anda bicara seperti itu di hadapan Emak saya? Anda tidak menghargai orang tua saya!" Tangan ini gemetar mengepal emosi yang tak beraturan.

"Sudah … sudah!" Emak menarik tanganku dan membawaku masuk kedalam rumah bersamanya.

Agar tidak terjadi keributan yang lebih besar lagi.

Aku meneteskan air mata dan juga Emak. Dia memelukku, sambil mengusap air mataku yang selalu saja mengalir tanpa henti.

"Emak pikir, kamu tidak pernah pulang. Kalau kamu di sini sudah hidup bahagia, tapi ternyata air mata selalu jatuh setiap saat. Seharusnya tadi Emak gak maksa untuk di antar ke sini. Emak seharusnya bilang sama kamu terlebih dahulu. Maafin Emak ya, Nanda!" Ibu terus mendekapku.

Tak begitu lama Mas Wawan masuk ke dalam kamar. Dia duduk di pinggir kasur melihat Hawa yang terlelap. Setelah digendong Emak tadi.

"Mas, kamu dengarkan ibumu bicara seperti itu? Kenapa kamu diem, ini Emak yang begitu baik sama kita diperlakukan begitu sama ibu kamu. Kamu hanya diam saja, laki-laki macam apa kamu?" Aku kecewa dibuatnya, setelah melihat Mas Wawan hanya diam tak berbuat apa-apa.

"Aku harus bagaimana? Dia ibuku, walaupun dia seperti itu dia orang yang telah melahirkanku. Tidak mungkin aku melawannya!"

"Aku tidak menyuruhmu melawannya, aku memintamu untuk sedikit memberi nasehat pada ibumu. Agar perlakuannya terhadap keluarga ku tidak seperti itu. Kamu ingat? Saat semua keluarga besarku kesini untuk menjenguk Hawa, ibumu malah pergi entah kemana? Begitu tak sukanya dia padaku dan juga keluarga ku?" Emosiku tak tertahankan.

Tangan Emak memegang tanganku begitu erat. Dia tak menginginkan aku untuk berbicara lagi.

Mas Wawan mengacak-acak rambutnya dengan kasar dan pergi meninggalkan aku dan Emak.

"Bener apa yang dikatakan suamimu. Sabar, kamu jangan mudah terpancing emosi. Kamu harus sabar, demi hawa! Kalau kamu mencintai anaknya, kamu juga harus menerima ibunya! Apapun itu sifatnya, dia tetap orang tua suamimu!" Ibu memberi nasehat padaku.

"Tapi, Mak. Dia kelewatan, dia terlalu kasar bicara seperti itu di depan Emak!"

"Sudah, jangan kau ambil pusing. Emak, tidak papa," ucap Emak sembari memasukan pakaian ke dalam tas.

"Emak mau kemana?" Sembari menatap wajah keriput itu.

"Emak, akan pulang. Emak akan menyuruh Wawan untuk mengantar Emak."

"Tapi Mak, ini sudah sore!"

" Gak papa, sebentar aku cari Wawan dulu!"

Entah apa yang Emak bicarakan di depan dengan Mas Wawan. Yang terlihat Mas Wawan segera masuk ke kamar dan mengambil dompet dan juga tas milik Emak.

"Emak pengen diantar pulang sekarang, uang kamu aku pinjem dulu. Buat ngasih ke Emak."

Tak ada jawaban dariku, aku hanya menyerahkan tiga lembar uang seratus ribu kepadanya. Segera ia masukan ke dalam tas.

Aku keluar bersama Hawa, karena tadi dia terbangun.

Emak memakai kaos kaki dan juga membenahi kerudungnya, tak lupa jaket langsung ia kenakan. Karena pulang ke Klaten membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Dengan mengendarai sepeda motor.

Emak tak berpamitan dengan ibu maupun bapak mertuaku. Karena mereka sudah tidak ada lagi, setelah kudengar motor meninggalkan rumah setelah aku pergi ke kamar tadi. Mungkin sudah pergi ke tempat Bude.

Kulambaikan tangan, dan melepas kepergian Emak. Ada rasa kecewa dan marah dalam hati.

Tak berapa lama ibu dan bapak mertua pulang. Jam di dinding menunjukan pukul tujuh malam.

"Lho, Emak mana?" Bapak mertuaku datang ke kamarku mencari Emakmu 

"Pulang, diantar Mas Wawan!" 

"Ibumu memang kelewatan dia, tadi sudah aku beri nasehat, kamu jangan khawatir. Jangan terlalu memikirkan ibumu! Yang penting kamu jaga Hawa, nanti kalau sudah punya rejeki. Bisa bangun rumah sendiri, di sebelah rumah bapak ini,"

Beruntungnya aku, mempunyai bapak mertua yang bijaksana. Dia selalu menjadi penengah di saat ibu mertuaku dan aku salah paham. Berbeda dengan suamiku, dia tak ingin terlibat masalah. Karena ibu mertuaku itu terlalu pemarah dan juga suka membuka aib keluarganya sendiri.

***

Semenjak kejadian itu, aku tak lagi ramah dengan ibu mertuaku. Aku selalu diam, jika dia bertanya terlebih dahulu barulah aku menjawab.

Aku sedang menggendong Hawa di bawah pohon rindang depan rumah.

Tetangga ku kebetulan lewat ingin pergi mencari rumput, dia berhenti menyapa Hawa dan juga diriku. 

"Hawa, cantik kenapa kamu? Gerah ya?" Dicubit pelan pipi Hawa yang gembul.

"Iya, Bude. Mau kemana Bude?" tanya ku pada Bude Rina.

"Ini mau cari rumput! Nanda, Bude mau ngomong sama kamu, tapi kamu jangan marah ya?"

"Ngomong aja Bude, gak papa,"

"Apa kamu …."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Retno w
bangun rmh jgn deket mertua sama aja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 98

    ##Bab 98Akhir bahagia"Mas, Siska meninggal dunia. Kemarin di rumah sakit karena sebuah kecelakaan. Karena tidak ada keluarga yang mengurusnya jadi keluarga Adi yang akan mengurusnya. Mas Wanto ke sini kan?" tanya Nanda dengan suara serak. Meski Siska tidak terlalu menyukainya tapi tetap saja dia pernah menjadi bagian dari keluarga itu. Ada rasa kehilangan meski hanya secuil.Lelaki yang ada di seberang telepon itu terdengar gundah. Ada keraguan Ingin mengucapkan sesuatu."Mas Wanto lagi dirumah sakit, Jasmin sakit, Nan. Sudah seminggu ini di rumah sakit. Semua tindakan dan juga tes dijalani. Hari ini akan keluar hasilnya. Seandainya hasilnya bagus. Jasmin akan rawat jalan. Tapi kalau tidak bagus. Kemungkinan dia akan dikirim ke rumah sakit jiwa di kota.""Separah itu, Mas?" Nanda terdengar mengkhawatirkan Jasmin."Kemarin dia berulah. Hampir saja Mas celaka. Tapi Alhamdulillah, ada tetangga yang datang menolong!""Astagfirullahaladzim, tapi kamu gak papa kan, Mas?" "Gak papa! Mas

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 97

    ##Bab 97Rumah sakit JiwaSemua orang yang ada di halaman rumah Nanda secara bersamaan menoleh ke arah mobil tersebut."Kasih?" ucap Partini terkejut melihat Kasih.Kasih berjalan menghampiri mereka. Satu persatu disalami dan saling berpelukan."Ada perlu apa kamu kesini, Nak Kasih?"" Gak ada apa-apa, Bu. Cuma mampir saja.""Ayo masuk!" pinta Partini langsung menggandeng Kasih.Partini meninggalkan Nanda dan juga Siska dihalaman rumah.Mereka saling melempar pandangan. Tatapan Siska kepada Nanda sulit diartikan. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu?"Pulanglah, daripada sakit hatimu!" pinta Nanda dengan nada biasa saja."Itukah calon istri Adi?" tanya Siska dengan ekspresi terkejut."Secepat itu Adi akan menikah lagi? Apakah aku tidak ada harga nya sama sekali?""Entahlah, kau pikirkan saja sendiri. Aku tidak ada waktu memikirkan hal itu!" Nanda pergi meninggalkan Siska.Kali ini Siska tak lagi berharga Dimata keluarga Adi. Apalagi Siska pergi dengan meninggalkan luka yang mendala

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 96

    ##Bab 96Permintaan maaf siska"Mas Wawan, sarapan dulu yuk! Udah aku siapkan di meja. Pagi ini aku masak spesial," pinta Nanda dengan nada manja. Wanita beranak satu itu pagi ini terlihat sangat ceria. Rumah yang berantakan abis kebakaran sudah direnovasi olehnya dengan kurun waktu yang lumayan singkat.Begitu banyak keberuntungan berpihak kepadanya. Meski tidak sedikit cobaan juga kerap singgah di hidupnya. Kini tinggal menata hati dan pikiran berfokus pada usahanya."Masak apa, Dek?" tanya Wawan yang menarik kursi plastik perlahan."Ayam goreng sama sup bakso kesukaan Hawa. Sini, Nak. Mangkoknya biar ibu kasih bakso yang banyak! Kamu suka?" Nanda melempar pandangannya ke arah anak semata wayangnya."Iya, Hawa suka. Bu," Hawa memanggil sang ibu yang masih sibuk dengan kegiatannya. Tatapannya kembali ia arahkan kepada Hawa."Apa, Sayang?" tanya Nanda dengan penuh kelembutan."Hawa pengen punya adik. Kayak Tasya, dia sekarang udah punya adik!" pinta Hawa yang membuat Ayahnya tersedak.

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 95

    ##BAB 95Jasmin sakit"Soal Jasmin. Mas bingung mau ngadepi Jasmin bagaimana? Sikapnya sangat berbeda, setiap kali Mas Vidio call. Dia itu baik. Tapi Mas dapet info dari para tetangga. Kalau Jasmin itu sering teriak-teriak sendiri. Kadang juga tertawa sendiri. Suatu hari pernah dia tertawa sambil menyebut nama kamu! Mas gak mau cerita sama kamu, takutnya ganggu kerja kamu!""Jangan-jangan Jasmin depresi, Mas?""Hust, ngawur kamu!""Lha kalau bukan depresi lalu apa? Gila?""Kita gak tau lho, Nan. Kalau nanti salah kan jadi fitnah! Nanti Mas cari tahu dulu. Bagaimana kehidupan Jasmin di kota. Takutnya dia tertekan saat jadi seorang istri, waktu itu!""Iya, Mas.""Ya sudah, kamu hati-hati ya! Jaga anak baik-baik. Salam buat suamimu." "Iya, Mas."Wanto akhirnya menutup sambungan teleponnya. Ada perasaan lega ketika Nanda bisa mengutarakan semua yang ada dihatinya. Dengan kedatangan Mas Wanto ke Klaten. Mungkin akan menemukan jalan keluar untuk masalah Jasmin.Nanda dan Wawan kemudian per

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 94

    ##BAB 94Hutang"Maafkan ibu ya, Sayang! Hawa ayo kita sekolah, Nak." Nanda menguatkan hatinya. Tak sepantasnya dia terkejut hingga tak terkendali. Bukankah selama ini dia mampu melewati? Banyak hal yang sudah dia lalui, dari kehilangan hingga fitnah bertebaran. Jika yang terdekat mencoba menyakiti itu hal yang lumrah. Setelah diingat dulu mereka pernah menggores luka yang sama."Kamu gak papa, Dek?" Wawan mencoba menanyakan kondisi Nanda saat ini."Gak papa, Mas. Sudah biasa. Aku percaya kita bisa melewati masa-masa ini, kita bicarakan nanti setelah mengantar Hawa." Nanda berjalan sembari menggendong tas milik anak semata wayangnya.Wawan menyusulnya ke jalan sembari menyalakan motor.Menghentikan lajunya lalu membiarkan Nanda dan juga Hawa naik perlahan.Dalam perjalanan yang cukup jauh. Tak pernah sepatah katapun Nanda ucapkan. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya sampai di sekolah Hawa. Diciumnya tangan mereka dengan takzim oleh Hawa. Di peluk lalu pergi s

  • KUBALAS HINAANMU DENGAN UANGKU   Bab 93

    ##Bab 93Pak lurah"Saya dari toko Mawar, Mbak Nanda!" jawab wanita yang ada di sebrang telepon."Toko mawar? Ada apa lagi? Saya gak ada utang lho," jawab Nanda penuh hati-hati. Sebab dia sudah kehilangan toko langganan itu dan jangan sampai dia meninggalkan nama yang jelek disana."Bukan itu, Bu. Tujuan saya menghubungi anda bahwa bapak ingin bertemu dengan anda, di toko.""Bapak? Pemilik Toko kain itu?" tanya Nanda sambil berpikir sejenak."Iya, Pak Broto namanya." Nanda mengangguk-anggukan kepalanya sembari melihat suaminya yang masih terjaga di sampingnya. Ternyata selingkuhan Siska selama ini Pak Broto namanya. Dalam hati Nanda berbicara. Yang dia tahu hanya seorang kakek tua yang menjadi selingkuhan Siska selama ini. Tidak pernah terlintas dipikirannya untuk sekedar mencari tahu siapa namanya. Karena dia menganggap itu hal yang sangat tidak penting bagi hidupnya.Nanda menutup telepon setelah selesai berbicara. Apa yang membuat Pak Broto ingin bertemu dengan Nanda? Apakah ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status