Share

KUBELI KESOMBONGAN TETANGGAKU
KUBELI KESOMBONGAN TETANGGAKU
Author: Nova Irene Saputra

Pamer

🏵️🏵️🏵️

“Mas, mobil baru kita jadi datang hari ini, ‘kan?” 

Aku mendengar suara teriakan Mbak Sandra—tetangga di samping kanan rumahku. Aku tidak mengerti kenapa wanita itu seolah-olah ingin memamerkan apa yang dia miliki di depanku. Sejak dirinya menjadi tetanggaku, hanya kesombongan yang selalu dia tunjukkan.

“Iya, Dek.” Aku mendengar balasan Mas Rama—suaminya.

“Gitu, dong, Mas. Kalau ada duit, harus beli barang baru. Aku nggak suka pakai barang usang.” Wanita itu kembali melanjutkan percakapannya dengan suaminya. 

Satu hal yang membuatku tidak habis pikir, kenapa bicaranya harus berteriak. Setiap dia membeli barang baru, aku pasti langsung tahu karena dia sendiri yang memberitahukan, tetapi tidak secara langsung. Kadang melaui tetangga atau anggota keluarganya.

Aku ingin tertawa saat dia tadi menyebut barang usang. Aku tahu kalau saat ini, aku dan Mas Fandy—suamiku, masih setia mempertahankan Baleno tahun lama dan bekas yang kami beli beberapa tahun yang lalu. 

Aku tidak pernah merasa malu atau minder karena belum memiliki kendaraan roda empat model baru saat ini. Aku dan Mas Fandy tidak ingin membeli sesuatu hanya untuk mengutamakan gengsi. Jika aku terpengaruh dengan semua ucapan Mbak Sandra selama ini, mungkin kami akan bertengkar setiap saat.

Dia juga pernah mentertawakan rumahku yang belum pernah direnovasi. Aku hanya diam dan berusaha sabar mendengar kata-kata yang keluar dari bibirnya. Aku tidak ingin cari masalah dengannya. 

“Ya ampun, Bel, kenapa kamu betah banget tinggal di rumah kecil seperti itu? Padahal tanah masih luas.” Dia pernah menanyakan hal itu kepadaku.

“Nggak masalah, Mbak, yang penting nyaman. Lagi pun, penghuninya hanya kami bertiga.” Dia sangat tahu kalau yang tinggal di rumahku hanya aku, Mas, Fandy, dan Ratu—anak kami satu-satunya yang kini duduk di bangku SMP kelas sembilan.

“Kalau aku, pasti nggak betah.”

“Setiap orang, kan, beda-beda, Mbak.”

Sejak saat itu, aku berusaha bersikap biasa saja terhadap Mbak Sandra. Jika berpapasan dengannya, aku menyapa seadanya, tetapi tetap menunjukkan senyuman. Terus terang, aku tidak kuat mendengar ucapannya yang seolah-olah ingin merendahkan keluargaku.

🏵️🏵️🏵️

Hari ini Minggu, aku biasanya jalan santai bersama Mas Fandy dan Ratu. Namun kali ini, anakku satu-satunya itu lebih memilih di rumah karena sedang kedatangan tamu bulanan. Saat menuju pulang, aku dan Mas Fandy dikagetkan Grand Vitara hitam terbaru yang tiba-tiba berhenti di samping kami.

“Mau pulang, ya, Bel?” Terdengar suara Mbak Sandra setelah jendela mobil terbuka.

“Iya, Mbak.” Aku memberikan jawaban.

“Yuk, bareng aja.” Wanita itu bersikap tidak seperti biasanya.

“Kami jalan aja, Mbak.” Aku menolak ajakannya.

“Kamu nggak ingin ngerasain duduk di dalam mobil mahal dan terbaru?” Ternyata tujuannya tetap seperti biasanya, pamer.

“Nggak, Mbak. Terima kasih.” Aku tetap menolak.

“Nanti kamu nyesal, loh.”

“Tenang aja, Mbak, aku nggak akan nyesal.” 

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, tetanggaku itu kembali meluncur membelah jalanan. Aku tidak peduli jika dia merasa tersinggung atau apalah karena telah menolak ajakannya. Lebih baik aku menghindar daripada menimbulkan sakit hati berkepanjangan.

“Heran lihat, tuh, cewek. Bawaannya pamer mulu.” Aku menggerutu kepada Mas Fandy.

“Loh, kok, ngomelnya sekarang, Dek? Tadi kenapa nggak langsung bilang?” Mas Fandy menunjukkan senyumnya.

“Aku nggak mau cari ribut, Mas, tapi aku tetap kesal.”

“Udah, cuekin aja. Kita jalan lagi.” Aku dan Mas Fandy akhirnya melanjutkan perjalanan.

Kadang aku berpikir, kenapa harus memiliki tetangga seperti Mbak Sandra. Kedua anaknya juga mengikuti jejaknya. Hanya anak bungsu yang bersikap tidak berlebihan, namanya Revan. Dia satu sekolah dengan Ratu. 

Jika mengikutkan amarah, aku ingin menunjukkan kalau aku juga mampu membeli apa yang Mbak Sandra miliki. Namun, aku dan Mas Fandy telah menentukan target. Kami lebih memilih memperbanyak tabungan saat ini.

“Revan! Kamu ngapain ke rumah itu?” Terdengar suara Mbak Sandra saat aku dan Mas Fandy masih berada di depan rumahnya. 

🏵️🏵️🏵️

Aku melihat Revan membuka pintu pagar rumahku. Apa yang pemuda itu lakukan bersama Ratu? Kenapa dia berkunjung pada saat aku dan Mas Fandy tidak di rumah? Selama ini, dia tidak pernah dekat dengan Ratu.

Dia pun melambaikan tangan kepada Ratu lalu berjalan menuju rumahnya. Saat melewati aku dan Mas Fandy, dia mengembangkan senyuman. Aku berusaha membuang pikiran negatif tentangnya karena aku sangat mengenal dirinya sejak kecil.

Saat aku dan Mas Fandy akan memasuki rumah, Mbak Sandra mengeluarkan teriakannya kepada Revan. Entah apa yang ada dalam pikiran wanita itu. Anak laki-laki satu-satunya dan paling bungsu, tetap dikasari.

“Nggak ada cewek lain sampai kamu harus deketin anak tetangga?” Mbak Sandra benar-benar keterlaluan.

“Revan ada perlu, Mih, sama Ratu.” Revan memberikan balasan.

“Itu hanya alasan kamu aja. Kamu pikir, Mami bisa kamu bohongi?” Mbak Sandra sepertinya tidak percaya dengan alasan yang diberikan anaknya.

“Ada apa, sih, Dek? Kenapa harus marah-marah? Kamu ada-ada aja.” Terdengar suara Mas Rama.

Akhirnya, suara Mbak Sandra pun tidak terdengar lagi. Aku dan Mas Fandy segera memasuki rumah. Aku pun langsung menemui Ratu yang kini sedang bersantai di kamarnya. Aku ingin tahu, kenapa Revan berkunjung ke rumah ini.

“Revan ngapain ke sini, Sayang?” tanyaku kepada anakku tersebut.

“Nanya tugas yang nggak dia pahami, Mah.”

“Kenapa dia datang saat Mama dan Papa nggak di rumah?”

“Katanya nggak enak sama Papa dan Mama.”

“Lain kali nggak boleh seperti itu, ya. Mama nggak mau ada fitnah ketika tetangga lain lihat kalian hanya berduaan. Lagi pun, kamu tahu sendiri seperti apa sifat Tante Sandra. Tadi dengar, nggak, beliau ngomel-ngomel?” Aku berusaha memberikan pengertian kepada Ratu.

“Iya, Mah, Ratu minta maaf.” Dia pun mencium pipiku.

Aku segera memeluknya. Sebenarnya, aku tidak bermaksud melarangnya untuk berteman dengan Revan, tetapi aku sangat kesal mendengar ucapan Mbak Sandra tadi. Dia seolah-olah tidak setuju jika anaknya dekat dengan anakku.

🏵️🏵️🏵️

Malam ini, aku mendengar suara Mbak Sandra di dekat rumah Mbak Dewi—tetangga depan. Terus terang, aku penasaran dengan apa yang dia lakukan. Aku pun mengintipnya dari balik gorden jendela ruang tamu. Sepertinya dia baru saja memberikan sesuatu kepada tetangga kami itu karena dia sedang memegang piring kosong.

Ini untuk yang kesekian kalinya, aku melihat Mbak Sandra melakukan hal seperti itu. Dia beberapa kali membagi-bagikan makanan kepada tetangga, tetapi tidak pernah sampai ke rumahku. Aku tidak bermaksud agar dia juga memberikannya kepadaku, tetapi aku hanya merasa heran dengan perbuatannya.

“Aku tadi sengaja masak lauk banyak untuk bagi-bagi.” Jika saat berbicara di sekitar rumahku, suara Mbak Sandra sepertinya sengaja ditinggikan supaya aku mendengar apa yang dia katakan.

“Terima kasih banyak, ya. Jadi nggak enak ngerepotin.” Mbak Dewi memberikan balasan.

“Nggak merasa direpotin, kok. Saya ikhlas kalau ngasihnya ke kamu, Wi.”

“Jadi terharu, deh, San. Kamu bisa aja.”

Mbak Dewi juga termasuk tetangga yang gemar menceritakan orang lain. Beberapa kali, dia mengatakan Mbak Sandra selalu pamer. Aku hanya tersenyum menanggapi apa yang dia ucapkan. Jika dia mampu membeberkan keburukan Mbak Sandra, tidak menutup kemungkinan kalau dia juga akan melakukan hal yang sama di belakangku.

“Ngapain, Dek?” Mas Fandy mengagetkanku. Aku pun segera mengakhiri aksiku lalu kami menuju ruang TV.

“Ratu mana, Mas?” Aku mengalihkan pembicaraan setelah kami duduk.

“Lagi belajar di kamar. Oh, ya … tadi kamu ngapain ngintip?” Ternyata Mas Fandy kembali bertanya.

“Tetangga depan, tuh, sok akrab sama Mbak Sandra, padahal kalau di belakang, dijelek-jelekin.” Aku masih kesal melihat sikap sok polos Mbak Dewi tadi di depan Mbak Sandra.

“Biarin aja, Dek. Yang penting kamu nggak seperti itu.”

“Jangan sampai, deh, aku seperti itu, Mas. Itu namanya munafik.”

“Aku tahu seperti apa istriku.” Mas Fandy selalu saja berhasil membuatku bangga menjadi istrinya.

“Assalamualaikum!” Terdengar suara tinggi Mbak Sandra sambil mengetuk pintu. Tumben wanita itu datang ke rumahku.

==========

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status