KU BUAT KAMU MISKIN, MAS bag 3.
**
"Ada apa, Sand? Kamu sedang ada masalah?" tanya Mbak Fey, teman yang mengundangku untuk kolaborasi di even rancangannya.
"Ada sedikit masalah, Mbak. Aku sepertinya besok harus pulang ke Indonesia karena harus menyelesaikan masalahku!" kataku padanya. Dia heran melihatku.
"Tetapi acara kita masih berjalan, Sand. Melalui even ini rancangan mu bisa di terima. Apakah masalahmu sangat rumit?"
Aku menghela napas. Entah mengapa di khianati Miranti dan Mas Alif, aku jadi tak mempercayai orang lain. Tetapi menghadapi sendiri maka aku tak akan bisa.
Mbak Fey adalah desainer yang cukup terkenal. Dia tidak pelit berbagi Ilmu. Usianya jauh sekali di atas ku. Karena dukungan dari nya aku bisa di kenal cukup luas. Mbak Fey sudah seperti kakak ku sendiri.
"Sand, masalah kamu pasti sangat rumit. Kamu bisa berbagi cerita ke Mbak, insya Allah bila mampu maka Mbak akan membantu," katanya. Ku pandangi wanita di depanku. Yang Kusuka darinya juga adalah sikap rendah hati dan dermawan nya. Mbak Fey sering menyantuni anak yatim dan membantu orang-orang miskin. Katanya jika mau berkah maka kita harus menyayangi sesama.
"Bagaimana rasanya di khianati sahabat sendiri, Mbak?"
"Maksud kamu?"
"Sahabatku sepertinya ada affair dengan suamiku, itu masalahku," kataku begitu saja padanya. Mbak Fey menghela napas menatapku sebentar.
"Masalah kita kenapa hampir mirip. Bedanya Mbak di cerai suami dan memilih pelakor." Mbak Fey bercerita masalahnya. Dia memang terbuka padaku, beberapa kali menceritakan masalahnya dan mengapa di usia ke 48 tahun Mbak Fey betah sendiri karena mau fokus pada pendidikan ke dua anaknya.
"Oleh karena itu aku minta maaf gak bisa menyelesaikan even ini, Mbak. Mereka mau menghancurkan aku sepertinya," kataku menghela napas. Mbak Fey mendatangiku dan mengelus lenganku untuk memberi aku ketegaran.
"Mbak paham. Segera selesaikan masalah kamu. Kamu harus kuat dan lawan pelakor itu?"
"Makasih, Mbak," kataku memeluknya. Aku memang butuh dukungan untuk menyelesaikan ini.
"Kamu sudah Mbak anggap seperti adik sendiri. Kamu jangan sungkan, kapanpun pasti Mbak siap membantumu," ucapnya padaku sambil mengelus pundak ku.
.
.
Aku bergegas pulang ke Indonesia untuk menyelesaikan masalahku. Kini menunggu keberangkatan aku sudah berada di Bandara. Damar juga ikut pulang bersamaku.
"Setelah ini kamu akan bekerja lagi di Perusahaan," kataku padanya.
"Terima kasih, Bu!"
"Kamu akan aku angkat jadi sekretarisku, jadi aku minta kamu bersikap jujur padaku karena aku percaya padamu," kataku lagi.
"Baik, Bu. Saya akan menjalankan tugas sebaik mungkin karena Bapak Subroto pernah baik sekali ke saya," katanya dengan sopan. Aku hanya mengangguk.
Tak berselang lama Mas Alif menghubungiku tetapi aku tak mengangkatnya. Dia lalu mengirim pesan.
[Sand, mengapa telepon ku tidak kamu angkat. Ada hal penting yang aku mau katakan.]
[Katakan saja? Aku lagi gak mau bicara sama kamu.]
[Kamu se-marah itu sama suamimu sendiri, sayang. Apa karena aku gak perhatian sama kamu, kamu jadi se-ngambek ini. Sand, marah kamu kok kayak anak kecil. Kenapa sampai kamu blokir rekening Perusahaan. Bagaimana aku membayar gaji karyawan, sayang. Buka kembali rekeningnya!]
[Aku gak akan lakukan, Mas. Karena kamu hanya mementingkan dirimu sendiri!]
[Tolong, Sand. Apa yang harus Mas Lakukan agar kamu membuka kembali blokiran itu. Kalau kamu mau Mas datang ke Malaysia. Baiklah, penerbangan sore aku akan datang ke sana buat buktikan kalau aku benar-benar sayang sama kamu, demi kamu Mas rela meninggalkan pekerjaan.]
Beberapa kali Mas Alif berkirim pesan namun aku sama sekali tak balas serta panggilannya tak kuangkat. Aku mematikan gawaiku. Dengan nomor baru, ku kirim pesan pada Mbak Fey, karena yakin Mas Alif akan datang ke Malaysia. Mbak Fey yang akan menghadapinya.
Kurang lebih memakan waktu dua jam Aku sampai di bandara. Aku berada di hotel dan tak pulang ke rumah karena Mas Alif, aku yakin masih di rumah. Aku mengatakan pada Mbak Fey untuk menghubungi jika Mas Alif sudah sampai di Malaysia.
Sekitar jam tiga sore, Mbak Fey menghubungi kalau Mas Alif sudah berada di Malaysia. Dia bergerak cepat menjumpai ku untuk suatu tujuan agar aku membuka rekening yang terblokir itu. Aku mendengkus kesal padanya. Dia hanya butuh uang ku saja untuk memperkaya diri. Aku bergegas ke kantor karena Mas Alif tidak ada lagi di sana. Aku yakin Miranti pasti di sana. Akan ku buat suamiku serta gundiknya miskin.
Sampai aku di kantor dan langsung menuju ruangan Mas Alif selaku pimpinan yang sebentar lagi akan ku tendang. Aku membuka pintu ruang kerjanya. Dengan sangat perlahan, aku melihat Miranti sedang duduk manis di kursi goyang. Menggeser tubuhnya ke kiri dan ke kanan. Dia tak menyadari kehadiranku sudah di depannya.
Saat dia menggeser lagi, dia tersentak melihat aku berdiri di depannya. Miranti menghentikan aktivitasnya pada kursi itu dan menatap kaget aku yang sudah dekat dengannya.
"Hai, Mir!" kataku.
"Sandrina! Bukannya kamu di Malaysia?"
Bersambung.
Makasih teman-teman. Jangan lupa tekan berlangganan ya dan ikuti ceritanya 🙏
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS BAG 4**PoV Sandrina"Hai, Mir!" seruku ke temanku yang sedang duduk nyaman di kursi pimpinan. Dia terkaget melihat aku sudah ada di depan nya. "Sandrina, bukannya kamu di Malaysia!" katanya langsung berdiri. Dia merasa tak enak dan menundukkan pandangannya. "Kenapa kamu bisa masuk ke ruangan ini. Mir? Banyak hal yang terjadi selama sebulan ini ya. Aku memang gak mengecek Pabrik dan seminggu aku pergi ke Malaysia. Apa yang terjadi sehingga kamu bisa duduk nyaman di sini?" kataku dengan sinis padanya. Lalu aku berjalan dan menabrak bahunya untuk duduk di kursi yang tadi di dudukinya. "Sand, kamu jangan salah paham dulu ya. Aku ... Aku ...." Miranti tampak bingung dia berusaha keras mencari perkataan yang tepat. "Apa. Aku menunggu penjelasan!" sentakku menatapnya tajam. "Sand, aku sedang punya masalah keuangan. Mantan pacarku meninggalkan aku dan membuat aku berhutang. Aku gak tahu lagi mau bagaimana. Hingga aku melamar kerja di Perusahaan kamu. Mas Alif me
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS BAG 5. **Aku mematikan gawaiku, merasa muak pada Mas Alif. Semua masih misteri yang belum di jawab. Aku harus cari tahu siapa yang hamil dan ada hubungan apa dia dengan Miranti, karena aku hanya berfokus pada story' wa Miranti tempo hari. Mas Alif sepertinya belum puas. Dia beberapa kali menghubungi aku. Tetapi aku masih enggan menganggat nya. Lalu dia berkirim pesan padaku. [Sand, kamu marah sama aku ya, sayang. Aku salah, Sand. Dia menangis di kaki ku dan berkata sedang susah. Aku kasihan sama dia karena sahabat kamu. Miranti punya nilai bagus dan ku pertimbangkan dia jadi Sekretaris karena dia dekat dengan kamu juga, Sand.] Mas Alif mengirimi aku pesan. Entah mengapa aku tak percaya padanya. Dia beberapa kali menghubungi aku. "Apa!" "Sand, kenapa kamu masih marah sama aku, sayang. Udahlah marahnya, aku janji akan lebih perhatian sama kamu, Sand." "Oh, gitu. Aku sedang di kantor dan mengapa keuangan Pabrik anjlok. Kamu gimana sih ngurus Perusahaan pen
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS BAG 6. **"Kamu hamil?" tanyaku. Dia secara cepat menggelengkan kepalanya. "Enggak, Sand. Kenapa kamu nuduh aku kayak gitu!" "Kamu barusan muntah-muntah kayak orang hamil!" sentakku padanya. Dia membalik badannya mengelap kasar wajahnya. "Emang yang muntah-muntah cuma orang hamil saja, aku gak enak badan karena masuk angin. Oh, aku lupa kamu gak pernah hamil jadi menganggap setiap orang yang muntah sudah pasti hamil!" Dia masih sempat menyudutkan ku karena sampai sekarang belum punya anak. "Anak adalah anugerah Tuhan. Lebih baik aku belum di kasih tetapi gak hamil di luar nikah mengandung anak haram. Kamu tahu gak, anak haram gak dapat apapun dari ayah biologisnya termasuk harta warisan!" Aku membalik ucapanku padanya. Wajah Miranti merah padam mendengar tutur kataku. "Apa maumu sebenarnya, Sand. Kenapa kamu menyudutkan aku?" "Kenapa kamu selalu merasa tersudut? Siapapun pasti akan curiga karena tiba-tiba kamu bekerja di sini dan menjadi sekretaris pula.
KUBUAT KAMU MISKIN MAS BAG 7. **Aku sama sekali gak peduli dengan Ibu dan teriakannya. Aku tetap menaruh pakaian Mas Alif dalam plastik. Sekaligus sepatu, jam tangan dasi dan semuanya. Berani benar dia jual perhiasanku. "Kamu dengar gak, Sand. Kenapa kamu diam aja!" bentaknya lagi. "Ini rumah manusia bukan hutan. Bisa gak kalau bicara gak usah teriak. Lanjut aja cuci piring sana!" bentakku pada Ibu. "Terus kamu mau apakan seluruh pakaian itu. Nanti Alif pake baju apa?" "Enggak tahu bukan urusanku. Lagian kenapa dia jual perhiasan aku. Asal Ibu tahu ya harganya lebih mahal dari ini!" kataku dengan wajah datar. "Keterlaluan sekali kamu, Sand. Setan mana yang merasuki kamu sehingga pulang dari Malaysia sikap kamu berubah begini!" sentaknya melihatku dengan berkacak pinggang. "Aku gak terima karena Perusahaan Papaku nyaris bangkrut di tangan Mas Alif dan Miranti tanpa sepengetahuan aku jadi sekretaris. Ibu pasti tahu sesuatu, 'kan?" Wajah Bu Rifah, mertuaku pias aku katakan itu. A
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS 8**PoV SandrinaIbu melihat aku gusar sambil menatap Ratmini. Pandangan ku lurus ke adik Ipar yang wajahnya di penuhi lebam itu. "Kenapa wajahmu?""Aku di pukul suamiku, kamu kan dengar aku bicara barusan!" katanya ketus padaku. Menyebalkan masih bisa berbicara ketus padaku. "Terus kamu ngomong surat tanah tadi maksudnya apa? Surat rumah kalian yang di kampung itu?" tanya ku. "Ya!" jawabnya sambil mencibir. "Ratmini!" Ibu mencubitnya. Dia meringis memegang pinggangnya yang di cubit Ibu. "Sakit, Bu!" ucapnya mengeluh sakit. Aku menatap heran mereka berdua. Ibu sepertinya tak ingin kedoknya terbongkar. "Sebentar, Ratmini, jadi tanah kalian gak di jual melainkan kamu simpan suratnya?" tanyaku. "Rencana mau di jual tetapi belum laku karena kamu kan tahu, Mbak. Di sana jauh dan kampung banget." "Oh, gitu. Kenapa Ibu kamu bilang tanah kalian di jual. Dasar pembohong. Artinya ini adalah uang perhiasanku dan uang Perusahaan, 'kan, Bu?" "Bukan. Itu uang Ibu?"
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS bag 9. **Aku dan Nisa serta baby sitter masuk ke rumah. Faiz mengizinkan dia tinggal bersamaku. Impian Nisa dari dulu ingin sepertiku belajar menjadi desainer tetapi dia hamil dan harus mengurus bayinya kala itu sehingga tak bisa ikut bekerja denganku. "Apa yang bisa ku kerjakan, Mbak?" "Gak ada. Kamu cuma perlu ngikutin aku, serta melihat-lihat apa yang mereka lakukan. Mas Alif tega menikam ku dari belakang maka aku akan buat dia dan keluarganya juga menderita secara perlahan terutama Miranti. Sahabatku saat kami SMA, sering bersama sampai dia sering pinjam pakaian aku terakhir dia mencuri Mas Alif dari aku!" ucapku memandang lurus. Nisa memegang tanganku. "Sabar, Mbak. Kasihan banget kamu harus menghadapi ini sendiri. Kamu kuat sekali. Patut aku menghormatimu, karena selain pintar kamu juga tegar!" "Aku juga akan bantu sebisanya, Mbak. Kamu saudaraku. Aku juga saudaramu, kapanpun perlu maka aku siap." "Makasih, Faiz." kataku padanya. Untuk sementara Ni
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS BAG 10.**PoV Sandrina Aku sama sekali gak peduli mereka mau setuju atau tidak. Mas Alif mengeraskan rahangnya. Dia menatap aku dengan tak suka. "Sand, kamu tahu rekening Perusahaan yang kamu blokir itu di dalam masih ada uangku!" katanya. Aku tersenyum sinis padanya. Artinya, Mas Alif belum memindahkan uang nya ke rekening pribadinya. "Bukannya uang lebih dari 50 juta yang kamu berikan ke Ibu juga uang Perusahaan dan uang perhiasanku!" "Itu buat jatah Ibu karena aku belum mencairkan lagi dana selanjutnya di rekening Perusahaan sekaligus mengambil uang pribadiku. Jadi aku minta sama kamu bukalah blokiran itu, Sand!" katanya berharap aku mengubah keputusanku. "Syukur aku gak lapor kamu, Mas. Apa mau aku lapor kamu sebagai tindak pencucian uang. Biar saja gak ada bukti yang penting kamu di penjara. Apa kamu mau!" sentakku. Dia diam tak bisa berkata. "Gak usah banyak tingkah. Anggap ini kesalahanmu karena Perusahaan Papaku nyaris bangkrut. Aku akan mengatur
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS 11**PoV Sandrina Aku sarapan pagi dengan lahap bersama Nisa. Anaknya sedang aktif berlari kesana-kemari. Baby sitter yang mengurus. Nisa membuatkan aku sarapan nasi goreng dengan telur dadar. "Duh, enak banget, Nis. Tapi aku gak enak sama Faiz. Kamu jadi tinggal di sini," kataku menyantap makanan nya. "Santai lah, Mbak. Aku juga nanti ketemu sama dia. Apa jadwal hari ini?" tanyanya. "Aku mau ngantor sebentar. Untuk sementara kamu di sini aja mempelajari situasi dan kondisi." "Sesuai arahan, Mbak. Kalau ada apapun pasti aku lapor!" ucapnya. Aku mengulas senyum ke Nisa. Kami melanjutkan sarapan. Mas Alif datang ke meja makan dan sepertinya sudah rapi. Aku heran melihatnya. "Kamu mau kemana, Mas?" "Mau ke kantor, lah!" serunya. "Gak perlu karena aku udah yang pegang kendali!" "Kamu gak bisa seenaknya, Sand. Aku masih pemimpin tertinggi!" kata Mas Alif menghentakkan sendok dengan keras. "Kamu jangan suka hati seperti itu, Mas. Kalau piring ini rusak ka