Share

SARAN

"Bu, ada undangan!"

Aku menerima sepucuk undangan yang disodorkan bi Eti. Setelah wanita itu undur diri, aku langsung membukanya.

Ternyata pak Slamet mau menikahkan anaknya. Aku harus memberitahu mas Ragil sebab ini teman dekatnya.

Tapi, kalau aku beritahu nanti dia bakal datang sama si Susi. Kurang ajar sekali. Sudahlah, biar kuwakili saja.

Kenapa juga undangan ini mepet datangnya. Apa lupa bahwa kami teman lama. Atau saking banyak undangan, jadi terselip mungkin.

Itu tak penting. Lebih baik sekarang cari baju baru untuk ke undangan. Kudu yang bagus. Mereka tak boleh memandang iba seorang Tiara. Akan kutunjukan bahwa dunia baik-baik saja meski telah dikhianati.

Tiara bukan wanita lemah yang hanya bisa meratapi nasib. Aku harus tetap bertahan sampai tujuan pemindahan harta tercapai. Tidak boleh ada yang menganggap Tiara lemah dan hanya bisa meratapi nasib di tempat tidur. Itu tak boleh terjadi sama sekali sebab aku punya harga diri tinggi.

Aku tahu mas Ragil tidak bodoh. Ia pasti tak mau harta dipindah atas namaku. Dia 'kan pintar alias licik. Pria itu tentu sudah dapat membaca tujuan dari keinginanku. Tapi, kita lihat sampai kapan ia sanggup tidak mengabulkan.

Aku tak akan berhenti sebelum tujuan tercapai. Tak rela pergi tanpa bawa apa-apa. Lalu, si Susi yang menikmati segalanya. Benar-benar menyedihkan hidup seperti itu.

Tak harus setengah harta. Tiga puluh persen saja aku akan terima. Itu sudah lebih dari cukup sebab banyak sekali. Nanti akan kukembangkan seorang diri sampai berlipat-lipat. Oh, ya, itu di luar nafkah anak-anak. Mereka tetap harus dibiayai oleh ayahnya hingga keduanya mandiri atau bisa cari uang sendiri.

Di bawah itu aku tak mau. Enak saja, aku 'kan punya andil besar dalam usaha ini. Jadi, anggap saja itu menuntut hak atas kerja keras selama ini.

"Saya pergi dulu, Bi!"

Aku mengendarai mobil sendiri. Lagi ingin nyupir aja. Suami bu Eti pun lagi demam katanya jadi tak bisa antar juga.

Tujuannya adalah butik mami Della. Wanita itu sudah paham dengan mode dan ukuran yang pas. Bahkan, memang sengaja membuat pakaian untuk orang gemuk langganannya ini.

"Mom Tiara, lama tak jumpa. Musti sibuk bisnis ini!" sambut mami Della saat aku sampai di butiknya.

Aku sedikit ngiler melihat body mami Della yang gak pernah berubah. Sejak kenal lima tahun lalu hingga sekarang masih kayak biola. Padahal anaknya sudah tiga. Usia pun telah mencapai empat puluh tahun.

Aku yang baru menginjak tiga puluh lima tahun sudah seperti gentong. Mungkin emang terlalu maruk makan juga.

Mami Della memilihkan pakaian yang pas menurutku. Tidak ramai, tapi elegan. Bahkan, Bisa mengurangi penampakan kegemukan.

"Mam, boleh, dong kasih tips biar badan cantik gitu."

Akhirnya kuberanikan diri mengungkapkan keingintahuan tentang rahasia body goalnya. Siapa tahu aku bisa ambil ilmunya.

Dengan antusias mami Della menceritakan rahasia kelangsingannya. Ia bilang rutin olah raga, banyak aktivitas dan jaga pola makan.

Sesimple itu? Masa, sih?

Saat kutanya apakah mengonsumsi obat diet. Ia bilang tidak pernah. Hanya tiga tips itu saja.

"Ikut program kebugaran dan diet sehat aja, Mom. Saya ada rekomendasi tempat yang bagus, nih. Kebetulan itu punya teman juga!"

Aku menyambut antusias sarannya. Kuambil kartu nama pemilik pusat kebugaran, diet dan kecantikan wanita itu.

Nantilah, aku akan janjian sama pemiliknya.

*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status