Share

DIKERJAI

Aku paham yang dimaksud adalah pilihan kalau tak mau dimadu, cerai. Dia sedang tak menunjukkan kebijaksanaan, tapi lebih pada keditaktoran.

Jadi, dia sedang membuat permainan ingin menyingkirkanku secara tak langsung. Tak semudah itu Ferguso! Ingat, pada harta ini ada hasil usahaku.

Aku ingin menjawab, tapi ditahan. Mati-matian aku menahan ledakan emosi. Tangan terkepal hingga jari-jari sangat rapat satu sama lain. Rahang mengeras dan mata sudah tak bisa sayu.

"Iya, Mas. Aku akan berusaha rukun dengan mba Tiara. Bagaimanapun mba Tiara istri pertama, jadi harus aku hormati! Aku siap mundur jika mba Tiara sedih."

Huh, aku tahu apa yang diucapkannya tidak tulus. Dari penyelidikan anak buah, kudapat info bahwa sikap asli Susi tak seelok parasnya. Ia sangat sombong dan sok cantik. Bahkan tak segan menghina orang-orang.

Waktu miskin saja begitu, apalagi setelah jadi istri juragan Ragil. Makinlah ia mendongak.

"Terima kasih, Sayang!"

Romantis sekali dia bilang sayang. Padaku hanya panggil nama, bahkan tak segan mencela dengan sebutan buruk. Brengs*k kau Ragil.

Mas Ragil tersenyum mesra ke arah Susi. Hidungnya kembang kempis mungkin karena bangga telah punya istri manis sekali, ayu dan sopan menurutnya.

"Tiara, maaf aku tak berterus terang dari awal. Tak apa kamu belum bisa memaafkan sekarang, tapi aku yakin kamu akan terbiasa menjalani ini semua."

Selama dia ngomong, aku mati-matian menahan angkara. Rasanya ingin mengeluarkan jurus melumat pasangan munafik ini.

Tenang, Tiara, kamu harus bersabar sedikit lagi. Harta belum didapat, jangan dulu meledak. Kemesraan mereka anggap saja mony*t yang sedang main gil'

"Apa permintaanmu agar bisa menerima kehadiran Susi dalam hidup kita. Mas tak ingin kita terus bermusuhan. Mas ingin kamu dan Susi rukun."

Yes, keluar juga ucapan itu. Ini yang kutunggu.

"Aku mau setengah harta ini menjadi atas namaku!"

"Hah!"

Suami dan bini mudanya kompak bilang hah. Terlihat banget kekagetan luar biasa dari wajah mereka.

"Kenapa, kalian keberatan? Ya, sudah kalau begitu aku akan mengibarkan bendera perang sampai kiamat!"

Mas Ragil mengelap keringat yang membanjiri keningnya. Ia melirik sekilas pada Susi, lalu balik lagi memandangku.

"Kalau segitu mas belum bisa mengabulkan. Tapi, nanti mas akan pikirkan lagi untuk berapa jatah harta atas namamu. Selain itu ada lagi?"

"Apapun yang kulakukan, Mas tak boleh marah padaku sedikitpun! Ingat mas sudah salah membohongiku jadi permintaan itu harus dikabulkan."

"Asal dibatas kewajaran. Baik, ada lagi?"

"Tidak!"

"Baiklah, kalau begitu kami pergi dulu. Aku akan ke sini minggu depan."

Aku tak menyambut uluran tangan mas Ragil. Karena itu ia menariknya dengan jengkel. Kalau menyambutnya, takut kubanting badan itu.

Mereka berjalan bergandengan tangan kembali di hadapanku. Daripada otak makin mendidih, aku cepat membanting pintu sekencang mungkin. Menguncinya dan melemparkan guci impor kesayangan mas Ragil sekeras-kerasnya.

Aku yakin jantung mereka lompat-lompat

Eh, tapi itu belum seberapa. Sekarang, satu lagi kejutan kecil. Aku buka jendela dan buru-buru mengambil mainan ular yang bentuknya mirip banget dalam saku daster.

"Mas, ini ketinggalan, tangkap, nih!"

Aku melemparkan saat tangan mas Ragil udah menghadap ke jendela. Ooo, dia kaget setengah mati, refleks melempar pada susi. Terang aja tuh pelakor menjerit-jerit, balik melempar pada mas Ragil. Gitu aja terus ampe ular-ularannya jatuh.

Aku ngakak sampai pegangin perut. Setelah sadar dikerjai, mas Ragil menoleh dengan wajah memerah. Aku melambaikan tangan padanya sebelum nutup jendela.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status