Share

BAB 6

last update Last Updated: 2025-01-15 18:42:14

Mas Hendi dan Ria masuk dengan wajah percaya diri. Dasar lelaki tak tahu malu, sudah menyakitiku, namun masih bisa menampakkan batang hidungnya di sini?

"Loh, kok bisa bareng?" tanya Mama pada mereka.

"Iya, Tante. Tadi ketemu di depan," jawab Ria.

"Di depan apanya." Tanpa sadar, aku mendumel.

"Kenapa, Mel?" tanya Mama.

Aku tersadar jika tadi sudah menggerutu, lalu menggelengkan kepala.

"Nggak papa kok, Ma. Hehe," jawabku.

Mas Hendi menatapku datar. Ya Allah, memang sudah tak ada lagi cinta di sana.

"Ma, menurut Mama, kalau misal suami kita selingkuh dengan saudara kita sendiri, apa yang akan Mama lakukan?" tanyaku pada Mama.

Mas Hendi melotot menatap ke arahku, sedangkan wajah Kak Ria tampak memucat. Aku tahu, ia tengah takut jika rahasianya terbongkar di sini.

"Memangnya, kamu selingkuh, Hen?" tanya Mama.

Mas Hendi yang tak siap dengan pertanyaan itu, tergagap menjawabnya dan berhasil membuatku tersenyum sinis.

"Bukan, Ma, ini mah teman Meli. Menurut Meli, sangat jahat sekali. Iya kan? Apalagi biaya hidup si lelaki itu ditanggung oleh si perempuan," kataku.

"Ish-ish! Masih ada lelaki kaya begitu? Kalau aku jadi dia sih, udah malu banget, ya? Kan kodratnya wanita itu dinafkahi, bukan menafkahi," ucap Viera.

"Pasti ada alasannya tersendiri, Ra. Mungkin si cewek berinisiatif sendiri. Nggak dipinta sama lelakinya," ucap Mas Hendi dengan wajah kesal.

"Loh, kok, Mas kaya tersinggung gitu, sih?" Viera tak mau kalah.

Mama menghela napas, lalu berdehem. Mungkin beliau tak nyaman melihat anak dan menantunya berseteru. Bagaimana jika beliau tahu aku kini menghadapi masalah yang justru sangat pelik?

"Sudah, ayo sarapan dulu. Mbok, sudah siap?"

"Sudah, Bu."

Kami beranjak ke belakang. Tak kuindahkan Ria yang sedari tadi menatapku kesal. Lah, kenapa jadi dia yang kesal? Seharusnya aku, dong?

"Gimana kerjaan di kantor, Hen?" tanya Mama saat kami baru saja selesai makan.

"Baik, Ma. Cuma mungkin Hendi akan merekrut beberapa karyawan bagian finishing."

Aku menoleh ke arahnya. Kenapa tak memberitahuku dari sebelumnya?

"Oh ya? Memang yang sebelumnya gimana, Mas? Bukankah sudah banyak?"

Mas Hendi terlihat tak nyaman dengan pertanyaanku. Memang apa salahnya? Perusahaan itu adalah milikku. Kenapa dia seenak jidat mengatur tanpa berdiskusi dulu?

"Loh, kamu nggak tahu, Mel?" tanya Mama.

Aku menggeleng.

"Harusnya kamu kasih tahu Meli dulu, Hen. Diskusikan. Karena bagaimanapun, perusahaan itu kan..."

"Iya, itu milik Meli dan Hendi nggak ada hak di atasnya. Itu kan yang mau Mama bilang?"

Mas Hendi menghentikan makannya dan pergi berlalu meninggalkan kami. Sungguh tak berattitude!

"Kak Ria, nggak mau nyusul?"

Ria terkejut mendengar penuturan Viera, begitupun denganku. Apakah dia mengetahui sesuatu?

"Maksudmu apa, Ra?"

Viera mengedikkan bahu.

"Nggak ada."

Mama tiba-tiba menarik tanganku dan dibawanya ke kamar.

"Katakan pada Mama, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Nggak ada, Ma."

"Jangan bohong, Meli. Jika Hendi sudah bertindak seenaknya dan menyakitimu, lebih baik, Mama turunkan dia dan kembalikan ke asalnya. Itu perusahaan peninggalan Nenek, jangan sampai orang lain membuatnya kacau."

Kugenggam tangan Mama. Orang tua mana yang tak khawatir jika mengetahui rumah tangga anaknya tak beres? Ibu mana yang tega melihat anaknya hidup dengan pengkhianat?

Namun, aku memutuskan untuk tak memberitahu beliau duduk permasalahannya.

"Mama tenang, ya. Semuanya baik-baik aja. Oh iya, kunci kamar Meli bawa ya?"

"Iya, kalau butuh apa-apa, ngomong. Oke?"

Aku mengangguk, lalu melangkah keluar. Yolla melihatku dengan tatapan terluka. Pasti.

Seumur dia hidup, tak pernah sekalipun kami berantem di depannya. Jika kami memiliki masalah, anak-anak selalu dibawa ke kamar.

"Kalian masuk kamar Nenek dulu, ya?" ucapku.

"Iya, Bunda."

Mereka menuruti, tanpa banyak bertanya. Ya Allah, Nak, maafkan Bunda.

Kuedarkan mata, ternyata Ria pun sudah tak ada di sini. Wanita itu, sudah mulai terang-terangan mengejar suamiku?

"Viera, apa yang kamu tahu?"

Viera mengembuskan napasnya, lalu menurunkan Ataya yang sudah kembali terleleap di keranjang bayi.

"Kemarin ini, aku melihat mereka jalan di Mall, Kak."

Mataku membulat mendengarnya. Di Mall?

"Lalu?"

"Tapi ada yang aneh."

"Apanya?"

"Aku melihat sekretaris Mas Hendi juga di sana."

"Apa? Dina di sana?"

Apa lagi kali ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 7

    Pagi hari.Aku masuk ke kamar anak-anak karena sudah sedikit siang."Loh, Kakak sudah bangun? Kenapa nggak keluar? Sudah setengah enam, lho. Yuk, sholat!"Yolla keluar tanpa menjawab pertanyaanku. Tak lama kemudian, Friska menggeliat karena kugoyangkan tubuhnya."Ayo, Sayang, bangun.""Ika masih ngantuk, Ma.""Iya, Mama tahu. Tapi, apakah Ika bakalan terus mengantuk jika nanti dihadapkan dengan api neraka karena melalaikan sholat?"Mata yang sedari tadi tertutup, langsung terbuka lebar. Friska bangun dan berlari menuju dapur. Alhamdulillah, kedua anakku tak perlu susah-susah jika menyangkut kewajiban kita sebagai muslim.Selama mereka sholat, aku menyiapkan nasi goreng untuk sarapan, dan menggoreng nuget serta menumis sayuran untuk bekal mereka sekolah."Langsung mandi, ya!" perintahku."Oke, Bunda." Lagi, hanya Friska yang menjawab, Yolla masih bungkam.Usai mandi, mereka langsung menuju meja makan dan mulai menyuap makanan yang ada di hadapannya.Friska terlihat celingukan. Wajar, i

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 7

    "Kamu serius, Ra?" tanyaku pada adikku itu."Apa aku kelihatan becanda, Kak?" Aku manggut-manggut sambil mengetuk-etuk dagu. Menimbang-nimbang untuk apa Dina ikut? Apakah selama ini dia tahu tentang perselingkuhan Mas Hendi? "Mungkin besok aku harus mengintrogasi Dina di kantor. Bisa-bisanya dia menyembunyikan fakta begini di belakangku." "Setuju, Kak." Aku terdiam. Kesalahan apa yang sudah kubuat? Kenapa harus menghadapi kehidupan pelik seperti ini? "Kak, aku tahu ini berat. Tapi, Kakak pasti kuat, kok. Aku juga sudah muak banget sebenarnya. Kemarin sore ajak dia ke sini, karena pengen lihat reaksi dia berhadapan lagi sama Kakak itu kaya gimana. Ternyata, malah biasa aja. Udah nggak ada muka emang." Kugeser kursi tempat dudukku agar lebih dekat dengannya lagi. Kuberi kode agar ia meletakkan Ataya yang sudah tertidur dalam gendongan ke box bayi. "Tapi, Kak, apa nggak sebaiknya Kakak usir aja Mas Hendi? Aku yang orang luar aja udah gemes loh." Aku tersenyum miris. Berbicara mem

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 6

    Mas Hendi dan Ria masuk dengan wajah percaya diri. Dasar lelaki tak tahu malu, sudah menyakitiku, namun masih bisa menampakkan batang hidungnya di sini? "Loh, kok bisa bareng?" tanya Mama pada mereka. "Iya, Tante. Tadi ketemu di depan," jawab Ria. "Di depan apanya." Tanpa sadar, aku mendumel. "Kenapa, Mel?" tanya Mama. Aku tersadar jika tadi sudah menggerutu, lalu menggelengkan kepala. "Nggak papa kok, Ma. Hehe," jawabku. Mas Hendi menatapku datar. Ya Allah, memang sudah tak ada lagi cinta di sana. "Ma, menurut Mama, kalau misal suami kita selingkuh dengan saudara kita sendiri, apa yang akan Mama lakukan?" tanyaku pada Mama. Mas Hendi melotot menatap ke arahku, sedangkan wajah Kak Ria tampak memucat. Aku tahu, ia tengah takut jika rahasianya terbongkar di sini. "Memangnya, kamu selingkuh, Hen?" tanya Mama. Mas Hendi yang tak siap dengan pertanyaan itu, tergagap menjawabnya dan berhasil membuatku tersenyum sinis. "Bukan, Ma, ini mah teman Meli. Menurut Meli, sangat jahat se

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   Bab 5

    "Ayo, jelaskan." "Kamu tadi sengaja, kan, ngasih pertanyaan menjebak?" Mataku membeliak, sekarang ia mau melempar kesalahan? Pandai betol! "Pinter lah kamu, Mas! Kamu sendiri yang keceplosan, malah aku yang kau salahkan!" Mas Hendi terlihat menggeretukan giginya. Selama kami hidup bersama, baru kali ini kulihat ia bersikap seperti ini. Wah, sungguh hebat pengaruhmu, Ria! Kulangkahkan kaki untuk lebih dekat dengannya. Sepertinya, lelaki ini perlu diingatkan dari mana ia berasal. "Ingat, Mas, jangan banyak bertingkah kalau kamu tak mau aku balikkan ke tempat asal!" Dulu, Mas Hendi hanya seorang office boy, entah apa yang membuatku seakan buta menerima cintanya. Mama dulu pun tak suka, entah mengapa semenjak kelahiran Yolla, sikap Mama berubah seratus delapan puluh derajat. Mas Hendi tersenyum sinis. Sungguh, ini bukan suami yang kukenal! "Coba saja, Meli. Kamu takkan bisa apapun tanpaku." "Haha, Mas-Mas, apa kamu lupa, jika akulah yang mengajarkanmu tentang semua tetek bengek

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 4

    "Hen, gimana sih? Kok malah jadi gagal begini?" "Sabar dong, Sayang. Kamu jangan khawatir. Nanti malam, aku ke apartmenmu." "Serius?" "Iya. Udah kamu pulang aja naik taksi. Oke?" "Bunda, lagi ngapain?" Hampir saja aku terjungkal karena kaget mendengar suara Yolla. Gadis itu tengah menatapku bingung. Sementara adiknya tengah membuka kulkas, mungkin mencari makanan. "Nggak papa. Sudah malam, tidur, ya?" Friska langsung menutup kulkas, lalu menghampiriku. "Tidur sama Bunda aja!" "Eh, kan Bunda bilang apa?" "Sudah besar, tidur sendiri, mandi sendiri, makan sendiri." "Itu namanya apa?" "Mandiri!" "Apa itu mandiri?" "Apa-apanya sendiri," jawab mereka sambil terkekeh. Menurut anak-anak, itu merupakan hal lucu. Aneh-aneh aja. "Loh, Ma, kamu dari tadi di sini?" tanya Mas Hendi. Aku menoleh ke arahnya yang sudah masuk. Karena posisiku di belakang pintu persis, makanya ia terkejut melihatku. "Iya. Kenapa?" "Eee nggak papa." Mas Hendi masuk ke dalam kamar. Aku pun mengantar ana

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 3

    "Assalamu'alaikum," ucap seseorang dari luar. "Wa'alaikum salam." Kami semua ke depan, ternyats Viera baru datang. "Kamu ini, Dek. Kok malam gini baru datang?" "Iya, tuh yang ngejemput kelamaan." Lalu, muncullah Kak Ria. Dia sepupu terdekat kami, anak Uwak. "Loh, nggak diantar sama Bisma?""Nggak." "Apa kabar, Kak?" Aku mencium punggung tangannya. Ini seakan sudah menjadi tradisi. Setiap ada yang tua, kita mesti cium tangan. Umur Kak Ria selisih tiga tahun denganku. Kalian pasti berpikir bahwa aku yang muda? No! Kak Ria yang lebih muda. "Mel, di mobil ada buah. Ambilin ya. Kakak capek." "Oke." Aku pun berjalan ke mobil, lalu mengambil buah. Tapi tunggu! Aku berbalik lagi dan mengambil kemeja kemeja yang ada di jok mobil. Sepertinya, aku pernah melihat kemeja ini?! "Mel, udah?" tanya Kak Ria sambil menyusulku. "Nih! Katanya capek?" "Hehe, iya. Abisnya kamu lama banget," ujarnya sambil buru-buru menutup pintu mobil. Aku jadi semakin curiga. Apa yang sedang dia coba tutu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status