Share

Bab 5

last update Last Updated: 2025-01-15 18:35:29

"Ayo, jelaskan."

"Kamu tadi sengaja, kan, ngasih pertanyaan menjebak?"

Mataku membeliak, sekarang ia mau melempar kesalahan? Pandai betol!

"Pinter lah kamu, Mas! Kamu sendiri yang keceplosan, malah aku yang kau salahkan!"

Mas Hendi terlihat menggeretukan giginya. Selama kami hidup bersama, baru kali ini kulihat ia bersikap seperti ini.

Wah, sungguh hebat pengaruhmu, Ria!

Kulangkahkan kaki untuk lebih dekat dengannya. Sepertinya, lelaki ini perlu diingatkan dari mana ia berasal.

"Ingat, Mas, jangan banyak bertingkah kalau kamu tak mau aku balikkan ke tempat asal!"

Dulu, Mas Hendi hanya seorang office boy, entah apa yang membuatku seakan buta menerima cintanya. Mama dulu pun tak suka, entah mengapa semenjak kelahiran Yolla, sikap Mama berubah seratus delapan puluh derajat.

Mas Hendi tersenyum sinis. Sungguh, ini bukan suami yang kukenal!

"Coba saja, Meli. Kamu takkan bisa apapun tanpaku."

"Haha, Mas-Mas, apa kamu lupa, jika akulah yang mengajarkanmu tentang semua tetek bengek perkantoran ini? Jangan terlalu melayang tinggi, sakit kalau jatuh."

"Kau!"

"Apa?!"

"Aku tak mau tau. Karena kamu sudah mengetahui semuanya, maka aku akan membawa Ria tinggal di sini!"

"Jangan gila, Mas?!"

Mas Hendi pergi menggunakan sepeda motor. Dasar lelaki tak tahu malu. Setelah ia bertengkar denganku, kini ia justru malah pergi?

Sebelum aku melanjutkan perang dengannya, alangkah baiknya jika aku mengamankan dulu seluruh harta bendaku.

Mas Hendi mengetahui tempatnya, dan juga kata sandi brangkasku.

"Anak-anak, ayo masuk mobil!" teriakku.

Yolla dan Friska yang tengah berada di dalam kamar, segera keluar dan tanpa banyak tanya, mereka langsung masuk ke dalam mobil.

Beruntungnya aku memiliki mereka. Meskipun masih kecil, namun mereka cuek seakan tak peduli dengan masalah kedua orang tuanya. Justru itu membuatku nyaman, setidaknya anakku menuruti apapun perkataanku.

Kusetir mobil menuju rumah Mama. Karena ini weekend, bank pun tutup, sebaiknya kusimpan dulu di brankas Mama.

Rencananya aku akan menyewa deposit box untuk menyimpan semua ini. Bisa gawat jika sampai jatuh di tangan mereka berdua.

"Kita mau ke rumah Nenek, Bun?" tanya Yolla.

"Iya, Sayang. Nggak papa, ya, ke sana lagi?"

"Iya, nggak papa, Bun. Justru Ika senang karena bertemu lagi dengan Dek Ataya."

Friska memang menamainya sendiri Ika. Mungkin karena kesusahan, sehingga kami yang sudah tua ini pun ikut-ikutan memanggilnya Ika.

Sampai di rumah Mama, ternyata masih ditutup pintunya. Aku pun mengetuknya.

"Eh, Non, silakan masuk."

Kami pun masuk, Yolla dsn Friska langsung mengetuk kamar Mama, sedangkan aku menuju kamarku dulu.

Buka brankas dan memasukkan dokumen, aku pun mengganti sandinya. Setelah selesai, aku sedikit bisa menghembuskan napas.

"Kak, tumben pagi-pagi ke sini?"

Aku menoleh saat mendengar suara Viera. Ia tengah menatapku penuh tanya. Apakah aku harus menceritakan masalah ini padanya? Mengingat selama ini, ia dekat dengan Ria.

Kuhembuskan napas sedikit, guna membuang kegugupan yang sedari tadi mendera.

"Nggak papa, Ra. Kakak cuma lagi ada masalah sedikit aja."

Viera menatap padaku, kemudian menggenggam tangan ini.

"Apapun itu, semoga Kakak bisa bangkit dan melupakan semuanya. Bangun dan terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Aku tahu, Kakak pasti bisa."

Eh? Kenapa ucapan Viera barusan seakan memberi kode?

"Maksudmu apa?"

"Bukan apa-apa. Aku hanya sedang menyemangati kakak saja. Semoga Kakak kuat dan tidak gegabah melakukan suatu tindakan. Terkadang, apa yang terlihat menyakitkan, justru itu yang terbaik untuk kita."

Viera membuatku semakin bingung dan tak mengerti saja. Apa maksudnya, sih?

Ketika hendak bertanya lagi, aku ditariknya keluar. Bergabung dengan Mama dan ketiga cucunya.

"Bun, Adek Ataya cantik, ya?"

"Iya, dong, siapa dulu ibunya?!"

Aku hanya mencibir saja mendengar tingkat percaya dirinya adikku itu terlalu tinggi.

"Adek mau juga, Ma," ucap Friska.

"Eh? Mau apa?"

"Mau adek, lah. Adek suka lihat Luna dorong-dorong gerobak bayi adiknya kalau sore."

Aku sungguh tercengang dengan ucapan Friska. Bukan masalah adik, namun aku justru takut jika ia tidak siap tentang kenyataan orang tuanya yang hendak berpisah.

"Assalamu'alaikum," ucap salam dari luar.

"Wa'alaikum salam."

Mendengar suaranya, aku seperti mengenali. Dan ternyata, setelah orang itu masuk....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 29

    Kulalui hari seperti biasanya. Bersama mantan mertua, keluarga adik, dan juga keluargaku. Meskipun kadang aku merasa canggung jika berada di dekat Rio. Seperti saat ini, saat kami tengah menginap di villa milik keluarga Bisma. Sudah dua hari kami di sini, dan besok rencananya akan pulang. "Sayang, aku ngantuk. Tidur dulu, ya," ucap Kak Ria sambil mengambil bantal yang tadi dibawanya dari kamar. Kulihat Rio mengangguk, kemudian mengelus rambut Kak Ria. Aku tersenyum. Tentu saja cinta itu sudah tumbuh di antara mereka, apalagi sekarang sudah dua bulan lewat dari pernikahan mereka. "Kamu nggak mau nikah lagi, Mel?" tanya Ibu saat aku tengah membalikkan daging. Yolla dan Ika seakan tak ada bosannya makan sedari tadi. "Untuk apa, Bu? Aku hanya ingin hidup dengan anak-anak dan Ibu saja. Bagi Meli, kalian sudah lebih dari cukup. Untuk apa menikah lagi?" Ibu hanya diam, sementara aku tengah mencoba meredam rasa gugup dalam dada. Aku tahu, sedari tadi Rio tengah memperhatikanku. "Tapi,

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 28

    Aku mengajak mereka untuk ke cafe yang baru saja dikunjungi oleh Rio. Ini tidak bisa dibiarkan, lebih baik dibuat jelas secepatnya. Kini aku, Rio, dan Kak Ria sudah duduk saling berhadapan. Kak Ria sedari tadi tak mau melihat ke arahku. Apakah ia marah? Wajar, sih. Aku pun bisa memposisikan andai jadi dirinya. Tak perlu lah andai, karena aku pun sudah pernah merasakannya. "Kak, aku minta maaf," ucapku. Hening, tak ada jawaban darinya. Mulutnya seakan terkunci. Aku semakin dilanda rasa tak enak. "Percaya lah, Kak. Kita ini sudah tua. Sudah bukan waktunya lagi untuk bermarah-marahan hanya karena kesalah pahaman. Aku pun tak berniat untuk mengkhianati Kakak. Tadi Rio memelukku, karena ia terlampau senang karena akan menikah dengan Kakak." "Mel..." Aku mengangkat tanganku di hadapan Rio. Ini bukan waktunya untuk berbicara. "Kak, aku ini masih trauma sama percintaan. Umurku sudah empat puluh lebih. Malu rasanya mau cinta-cintaan itu.""Mel...""Ya?" "Kalau kamu dan Rio saling menci

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 27

    "Tadi apa?" tanyaku, karena tak kunjung mendengar penjelasan dari Dina. Wanita itu malah sibuk menggulung-gulung ujung bajunya. "Kita bawa Ibu ke rumah sakit dulu ya, Mbak? Boleh bantuin, nggak?" Aku mengangguk, lalu meminta Si Mbok untuk keluar dan meminta bantuan warga. Sementara Yolla terlihat sedang menangis. Kulirik Ika, tak ada air mata di sana. Mungkin karena ia kecewa telah 'dibuang' begitu saja oleh ayahnya dulu. "Sebelah sini, Pak." Aku menyingkir saat Si Mbok datang dengan dua orang pemuda dan beberapa tetangga. Aku pun gegas keluar dan membuka kunci mobil. Dina langsung masuk, sementara Si Mbok membantu memasukkan tubuh Ibu ke dalam mobil. "Yolla naik ojek aja nanti, Bun. Biar Ika aja yang ikut Bunda," ucap Yolla. "Jangan, Kak. Kakak di depan aja bareng aku," jawab Ika. "Nggak boleh, Ka. Nanti ada polisi." Akhirnya Ika menurut, kulajukan mobil menuju rumah sakit terdekat. Ibu pernah ada riwayat stroke. Aku takut, jika itu bisa datang lagj. Aku menatap Dina, seben

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 26

    "Apa tidak bisa kamu saja yang menghadirinya?" tanyaku. "Nggak bisa, Mbak. Mereka minyanya pimpinan direktur yang datang.""Tapi aku mau pergi sama Viera loh," ucapku. " Lah? Ke mana? Kok dia nggak ngomong apa-apa sama aku?" tanya Bisma. "Lah, mana Mbak tahu. Ya sudah, Mbak mau pulang dulu. Katakan pada perwakilan dari Blue Ocean, kalau Mbak sedang ada masalah penting." "Hemm, ya sudah." Aku pun akhirnya pulang. Sebelum sampai, aku menyempatkan diri untuk membeli makanan. Tadi memang aku menyuruh Si Mbok untuk tidak masak saja. Aku mampir ke kedai makan langganan kami, lalu memesan ayam goreng, capcay, dan juga sup bakso. Saat menunggu pesanan, mataku tertuju pada seseorang yang sepertinya kukenal. "Darwin?" Lelaki itu menoleh, lalu tersenyum lebar padaku. Aku pun tak kalah senang, sebab sudah puluhan tahun kami tak bersua. "Meli?"Aku mengangguk, lalu kami berpelukan. Darwin adalah teman satu gengku dulu. Ya, aku memang pernah tomboy pada masanya. Bisa dibilang, aku adalah s

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 25

    Dari kejauhan, aku masih menatap Rio yang jalan dengan Kak Ria. Haruskah kurelakan lagi, cinta yang mungkin saja baru bersemi ini, untuk kupadamkan? Haruskah aku berkorban perasaan lagi? Ah, lagian aku ini siapa? Belum tentu Rio juga mencintaiku, kan? Dasar, sudah pede lebih dulu. "Meli!" Aku tersentak saat Kak Ria memanggilku. Jadi, dari tadi aku melamun? Hingga tak sadar bahwa mereka telah memergokiku yang memperhatikan mereka? Aku tersenyum kaku, sambil melambaikan tangan. Ah, aku sudah lupa bagaimana patah hati versi remaja dulu. Aku menegakan tubuh, saat mereka datang mendekat ke arahku. Rio terus menatapku, hingg membuatku tak nyaman. Sementara Kak Ria langsung memelukku. Sudah beberapa hari ini dia tak datang ke rumah, kupikir ia sibuk dengan kerjaan. Nyatanya malah sibuk dengan dunia percintaannya. "Kamu ngapain di sini?" tanya Kak Ria. "Habis bertemu Dina, Kak.""Dina? Selingkuhan suamimu dulu?" Aku mengangguk. "Kita makan, yuk? Kakak laper, sekalian kamu ceritain so

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 24

    "Yolla, Ika, sebaiknya kalian ke kamar dulu. Mama mau berbicara penting dengan ayah kalian," ucapku.Yolla dan Ika mengangguk, lalu berlalu ke kamar. Mas Hendi masih menatap buah hatinya, tampak kerinduan tersirat di sana."Apakah kalian nggak hidup bersama, Mas?" tanyaku."Setahun setelah menikah dengan Dina, aku melakukan praktek poligami, Mel."Mataku membeliak lebar. Apa katanya? Poligami? G*la!"Jadi, itu alasanmu keluar dari kantor?"Mas Hendi mengangguk."Aku bertemu dengan teman kantorku dulu. Hidupnya sekarang sudah bahagia, dia memperkenalkan aku dengan teman istrinya, namanya Elia. Elia berjanji akan memenuhi hidupku dengan uang. Nyatanya...""Yang kamu lakukan itu bukan poligami, Mas," ucapku memotong kalimatnya."Hah?""Iya. Kamu bukan poligami melainkan berselingkuh karena nafsu. Orang jaman sekarang menjadikan poligami sebagai topeng untuk perselingkuhan mereka.Lagipula aku tak habis pikir, bisa-bisanya, kamu malah menyia-nyiakan Dina yang sudah kamu pilih. Bukankah ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status