BAB 4
TIM AUDITMendengar ada kehebohan, Pak Wisnu segera keluar dari ruangan wakil direkturnya menemui mereka."Selamat pagi, pak Firman!" sapa pak Wisnu."Selamat pagi, Pak Wisnu! Apa kabar?" tanya pak Firman ramah."Siapa mereka?" tanya pak Wisnu tanpa basa-basi."Oh … mereka tim audit. Saya kesini mengantar mereka," jawab pak Firman tenang."Apa? Bagaimana bisa anda membawa orang luar untuk melakukan audit di perusahaan kita?" protes pak Wisnu."Maaf, pak Wisnu. Ini sudah kebijakan dari Bu Kienan. Beliau sudah memberikan surat perintah kepada mereka," jawab pak Firman."Kenapa bukan orang-orang kita yang melakukannya? Perusahaan kita punya punya tim sendiri dan mereka lebih berpengalaman. Mereka hanya anak kemarin sore," protes pak Wisnu."Kalau mengenai hal itu, silahkan tanyakan Bu Kienan sendiri."Pak Wisnu mendengus kesal mendengar jawaban itu. Dia masih belum puas."Maaf, pak Wisnu. Saya permisi! Masih ada hal lain yang harus saya kerjakan!" Pak Firman berpamitan kepada pak Wisnu."Pak Nizam, saya permisi dulu! Saya harus kembali ke kantor! Kalau ada apa-apa, silahkan temui Bu Kienan di ruangannya." Pak Firman segera berpamitan kepada pak Nizam, kepala tim audit tersebut."Baik, Pak Firman!" sahut pak Nizam.Pak Firman segera meninggalkan ruangan. Pun, dengan pak Wisnu. Meski hatinya dongkol, dia tidak bisa berbuat apa-apa.Sesampainya di ruangannya, pak Wisnu segera menghubungi Akbar."Selamat pagi, pak Akbar!" sapanya."Selamat pagi, pak Wisnu! Ada apa?""Begini, Pak. Pagi ini tim audit mulai bekerja, tapi …." Pak Wisnu menggantung ucapannya. Dia bingung harus mengatakan apa."Tapi apa, Pak? Biarkan saja audit bekerja. Mereka sudah menyiapkan kambing hitam. Jadi, bapak gak usah khawatir," jawab Akbar santai."Saya rasa, kita harus khawatir,Pak Akbar karena … Bu Kienan tidak menggunakan tim kita.""Maksudnya?" tanya Akbar tak mengerti."Bu Kienan membawa tim dari luar.""Apa? Bagaimana bisa?" teriak Akbar."Saya juga kurang tahu, Pak! Pak Firman yang mengatur semua ini.""Orang tua itu lagi! Sudah lama aku ingin menyingkirkannya, tapi belum bisa." Akbar mulai gelisah. Aku harus merubah siasat. Pikirnya."Bagaimana ini, Pak? Kalau sampai ketahuan, saya tidak mau terlibat. Saya hanya melaksanakan perintah Bapak.""Jangan lepas tangan kamu, Wisnu! Kamu juga ikut menikmati uangnya!" teriak Akbar."Maaf, Pak! Tapi saya tidak mau dipenjara!" sahut pak Wisnu berusaha membela diri."Selidiki tim audit itu. Kita bertemu nanti jam makan siang di restoran biasa!" putus Akbar."Baik, Pak!"Akbar menutup ponselnya. Akbar mengacak rambutnya frustasi."Kenapa bisa kayak gini! Gak! Aku gak mau dipenjara! Aku harus bisa mendapatkan kepala audit itu! Jika aku beri uang dalam jumlah banyak, dia pasti bisa diajak kerjasama!" gumam Akbar."Kenapa, sih, Mas, kok kelihatannya gelisah gitu?" tanya Rachel sambil bersandar di bahu suaminya."Gak papa, sayang! Hanya, ada sedikit masalah saja di kantor!" jawab Akbarberusaha menenangkan istrinya."Lho … mas kan, sudah gak kerja? Kok, masih ngurusin urusan kantor, sih!?" tanya Rachel heran."Iya, cuma tadi pak Wisnu laporan saja. Udah ah, gak usah dipikirin.”“Gak ada yang serius, kan?” tanya Rachel lagi.“Gak ada, kok. Santai saja!”"Mas, nanti setelah melahirkan, ku pengen buka butik, deh. Boleh, ya?""Lho, lha nanti anak kita bagaimana?""Ya … kita pake jasa baby sitter dong! Aku gak mau kalau harus menyusui. Nanti jadi kendor. Kita pake sufor aja.""Jangan dong, sayang! Kan, kasihan! Nanti ajalah buka butiknya kalau anak kita sudah agak besar!""Gak mau. Aku pasti bosen kalo di rumah terus." Rachel mulai merajuk."Dipikirin nanti lagi aja, ya!""Ya udah, deh! Trus, rencana perceraian kamu sama Kienan bagaimana? Aku kan,akunya jadi istri sah kamu. Bukan istri siri seperti ini.""Sabar dulu ya, sayang! Secepatnya akan aku proses, kok! Tenang saja!""Beneran ya? Jangan bohong!""Gaklah! Mana berani aku bohongi istriku yang cantik ini!" rayu Akbar sambil menowel dagu istrinya."Mas, pas kita nikah resmi, aku pengennya kita adakan pesta yang mewah. Kita sewa gedung, trus ngundang artis, trus pake jasa EO yang dipake leslar itu. Aku suka sama konsepnya kemarin.""Apapun yang kamu mau, Sayang!""Aku mau tema Negeri dongeng. Ntar aku jadi princess, kamu jadi pangeran berkuda putihnya. Pasti bagus banget!" Rachel mulai menghayal.Mendengar itu, Akbar tertawa."Kok ketawa, sih? Lucu, ya?""Gak! Yang lucu itu kamu! Belum apa-apa sudah bayangin yang macem-macem!""Biarin! Ini kan, pernikahan pertama aku! Jadi aku mau semua orang melihat dan terkagum-kagum sama aku.""Iya deh, iya! Suka-suka kamu lah!""Kok gitu sih, jawabnya? Mas gak suka ya?""Suka kok! Mas sih, terserah kamu saja! Kamu mau apa juga pasti mas kabulin!""Terimakasih, sayang!" ujar Rachel sambil memeluk suaminya erat.Mereka terus bercengkerama sambil menikmati cemilan. Tanpa terasa, hari sudah siang. Akbar harus segera berangkat menemui pak Wisnu."Yang, aku keluar dulu, ya! Ada janji tadi sama pak Wisnu!""Oke, sayang! Hati-hati!""Sip!" jawab Akbar, lalu mengecup kening istrinya.Setelah bersiap, Akbar segera meluncur ke restoran tempat janji bertemu dengan pak Wisnu. Sesampainya disana, ternyata pak Wisnu sudah menunggu."Selamat siang, pak Wisnu!""Selamat siang, pak Akbar!"Mereka saling berjabat tangan, lalu duduk berhadapan."Bagaimana, pak Wisnu?""Ini data yang Bapak minta!" jawab pak Wisnu sembari menyerahkan sebuah map.Akbar membuka map tersebut dan membaca isinya."Apa kita bisa bertemu dengan mereka?" tanya Akbar."Saya sudah menghubungi kantor mereka dan membuat janji temu. Menurut sekretarisnya, mereka baru bisa menemui minggu depan.""Minggu depan? Itu terlalu lama. Saya mau besok atau lusa kita bertemu mereka.""Mereka sedang menangani kasus, jadi sulit untuk ditemui." Pak Wisnu memberi penjelasan."Kalau kita tidak menemui melalui kantor, kita temui secara pribadi. Di tempat karaoke, diskotik, atau dimanalah. Dia ini hanya anak muda kemarin sore. Pasti masih suka dengan dunia malam.""Sayangnya, track record pak Nizam bersih. Meski lulusan luar negeri, dia tidak menyukai dunia malam dan alkohol. Sepertinya, dia juga sulit disuap."Akbar tersenyum mengejek."Mustahil ada orang yang menolak jika diberi uang banyak. Sudahlah, kamu cari cara agar aku bisa bertemu dengan dia. Selebihnya, biar aku yang urus." Akbar memberi keputusan."Baik, Pak!" jawab pak Wisnu."Bagaimana dengan Kienan?" tanya Akbar lagi."Bu Kienan kemarin mengadakan rapat dan sudah menerima laporan dari semua divisi dalam tiga bulan terakhir. Sepertinya, beliau sedang sakit karena kelelahan. Saya perhatikan, beliau terlihat pucat. Apa bapak tidak ingin menjenguknya?""Buat apa? Dia bukan siapa-siapa lagi. Saya sudah menjatuhkan talak padanya."Pak Wisnu mengangguk-angguk."Kalau saran saya, sebaiknya pak Akbar baik-baik dulu sama Bu Kienan. Takutnya, ada hal-hal yang diluar prediksi kita ….""Sudahlah! Pak Wisnu ini hanya ketakutan saja! Semua akan beres! Saya janji! Sudah, saya mau pulang! Cepat urus janji temu saya dengan si Nizam itu.""Baik, Pak!"********Tok … tok … tok ….Pintu ruangan Kienan diketuk."Masuk!" teriaknya.Annisa melangkah masuk."Maaf, Bu Kienan! Pak Nizam ingin bertemu!""Iya. Suruh beliau masuk!""Baik, Bu!"Annisa kembali ke luar dan memanggil pak Nizam."Selamat siang, Bu Kienan!""Selamat siang, pak Nizam! Silahkan duduk!""Terimakasih, Bu!""Bagaimana hasilnya, Pak?" tanya Kienan."Dari laporan awal, seperti prediksi Bu Kienan, memang ada kecurangan di sana. Dan, nominalnya pun tidak sedikit.""Lalu, langkah selanjutnya apa?""Kami akan melakukan penelusuran lebih lanjut. Dana tersebut ada yang ditarik tunai, ada juga yang masuk ke beberapa rekening. Beri kami waktu dua Minggu. Kalau tidak ada kendala, kita sudah bisa menemukan tersangkanya.""Baik, Pak Nizam. Saya percayakan masalah ini kepada Anda.""Baik, Bu! Terimakasih! Kalau begitu, saya permisi! Selamat siang!"Mereka berjabat tangan."Selamat siang, pak Nizam!" Kienan mengantar pak Nizam hingga ke pintu.Saat hendak membuka membuka pintu, tiba-tiba, kepalanya terasa pusing. Dia yang tidak siap, akhirnya terjatuh.BAB 5KIENAN PINGSAN"Kami akan melakukan penelusuran lebih lanjut. Dana tersebut ada yang ditarik tunai, ada juga yang masuk ke beberapa rekening. Beri kami waktu dua Minggu. Kalau tidak ada kendala, kita sudah bisa menemukan tersangkanya.""Baik, Pak Nizam. Saya percayakan masalah ini kepada Anda.""Baik, Bu! Terimakasih! Kalau begitu, saya permisi! Selamat siang!" Mereka berjabat tangan."Selamat siang, pak Nizam!" Kienan mengantar pak Nizam hingga ke pintu.Saat hendak membuka membuka pintu, tiba-tiba, kepalanya terasa pusing. Dia yang tidak siap, akhirnya terjatuh.Sebelum benar-benar kehilangan kesadarannya, Kienan merasakan seseorang menangkap tubuhnya dan memanggil-manggil namanya. Setelah itu, semua menjadi gelap. Nizam membopong tubuh Kienan dan menidurkannya di sofa, kemudian memanggil Annisa. Tak lama kemudian, Annisa datang.Mereka berusaha menyadarkan Kienan dengan menepuk-nepuk pipinya dan memberi minyak kayu putih. Tak lama kemudian, perlahan Kienan mulai membuka ma
BAB 6RENCANA RACHELSetelah keluar dari rumah Kienan, Bu Ana dan Aira menuju rumah Rachel."Bu, kita kemana sekarang?""Kita ke rumah Rachel mengantar barang kakakmu, sekalian minta uang belanja," jawab Ibunya. Aira mengarahkan mobilnya menuju rumah Rachel. Mobil itu pemberian Kienan saat Aira awal masuk kuliah. Saat itu, Aira merengek minta dibelikan mobil. Dengan segala upaya, Ibunya membujuk Kienan agar mau membelikannya.Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di tujuan."Akbar!" teriak Ibunya begitu memasuki rumah."Ibu? Tumben kesini?" tanya Rachel. Dia terkejut mendengar ribut-ribut di depan, jadi dia bergegas keluar. "Memangnya gak boleh? Ini kan, rumah Akbar juga. Dia yang beli," jawab Bu Ana sewot. Dia segera duduk di ruang tengah."Kok gitu sih, Bu, jawabnya!? Aku kan, tanya baik-baik!" ujar Rachel."Bibi!" teriak Bu Ana.Bi Murni tergopoh-gopoh berlari ke depan. "Iya, Bu! Ada apa?"tanya bi Murni."Buatkan saya jus jeruk, sekalian bawakan camilan juga!" perintah Bu An
BAB 7MENGAJUKAN GUGATAN CERAI (RATE 21+)Kienan dan pak Firman segera masuk ke dalam ruangan. "Ada apa bu Kienan memanggil saya? Ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Pak Firman."Begini, Pak! Saya ingin mengajukan gugatan cerai. Apakah pak Firman bisa membantu saya?" tanya Kienan."Tentu, Bu! Apa Ibu sudah menyiapkan berkasnya?""Sudah, pak!" jawab Kienan sembari menyerahkan map berisi berkas-berkas.Pak Firman mengecek kelengkapan berkas tersebut.Tok ... tok… tok…."Masuk!" ucap Kienan."Ini, Bu, kopi dan tehnya!" ucap OB tersebut, lalu meletakkan di hadapan mereka. "Terimakasih, mas!""Sama-sama, Bu! Permisi!" OB tersebut meninggalkan ruangan."Bagaimana, Pak?""Ini sudah lengkap, Bu! Saya akan mengurusnya! Kalau boleh tahu, apa alasan gugatan perceraian ini?" tanya Pak Firman.Kienan menceritakan kejadian pertemuan mereka di rumah sakit dan talak dari Akbar. Pak Firman mengangguk tanda mengerti. "Alasan Ibu bisa diterima! Baik, Bu! Akan segera saya proses!" ujar Pak Firman."
BAB 8SUAP"Pak Nizam yang menolong saya tadi?" tanya Kienan.Nizam menangguk."Kebetulan tadi saya di lokasi kejadian," jawabnya.Kienan terdiam sambil mengelus perutnya."Kandunganku …?""Kandunganmu baik-baik saja. Hanya pesan Dokter, harus dijaga hati-hati.""Terimakasih banyak, Pak!"Kienan menghembuskan napas lega.Tok … tok … tok ….Pintu ruangan Kienan diketuk. Mereka berdua menoleh. Tampak Annisa disana."Selamat siang, pak Nizam! Maaf, jadi merepotkan Anda!" sapa Annisa. "Gak papa! Kebetulan saja saya di lokasi kejadian," jawab Pak Nizam. "Selamat siang, Bu Kienan! Bagaimana keadaan Ibu?" sapa Annisa.Kienan tersenyum."Maaf, Pak Nizam! Bu Kienan biar saya yang menemani. Sebentar lagi keluarganya juga akan datang. Terimakasih atas bantuannya tadi!" ucap Annisa."Baiklah! Kalau begitu, saya permisi! Selamat siang, Bu Kienan! Semoga cepat sehat kembali!""Terimakasih, Pak Nizam!"Pak Nizam meninggalkan kamar Kienan. Kini, tinggal mereka berdua. "Tadi, saya sudah menghubungi
BAB 9SURAT PANGGILAN"Kata pak Nizam, disana nampak mobil tersebut parkir cukup lama sebelum mencoba menabrak Ibu. Semua sedang ditangani pihak kepolisian. Mereka yakin, ini percobaan pembunuhan. Semoga pelakunya segera ketemu.""Iya. Saya juga penasaran, siapa yang bisa begitu jahat sama saya."Tok … tok … tok ….Annisa bergegas membuka pintu. "Selamat pagi, Pak Nizam! Selamat pagi, Pak Firman!""Selamat pagi juga, bu Nissa!" ujar Pak Nizam sembari mengulas senyuman, lalu masuk ke dalam ruangan. "Selamat pagi, Bu Kienan!" ucap pak Nizam dan pak Firman bersamaan."Selamat pagi, Pak Nizam! Selamat pagi, pak Firman. Silahkan duduk! Nis, tolong mintakan kopi sama OB ya!""Iya, Bu!""Bagaimana, Pak hasil penyidikannya?" tanya Kienan setelah mereka duduk dihadapannya. "Untuk kasus tabrak lagi, pihak kepolisian mengalami jalan buntu. Mobil tersebut ternyata mobil curian. Jadi, mereka tidak bisa melacaknya. Tapi, mereka masih terus menyelidiki kasus itu," jawab pak Firman."Lalu, masalah
BAB 10SIDANG MEDIASIBergegas dia bangkit dan kembali ke mobilnya. Sepanjang jalan,dia mencoba berpikir. Apa yang harus dia lakukan? Dia harus bisa mendapatkan hati Kienan lagi. Dia tidak mau dipenjara.Kring …Ponsel Akbar berbunyi. Segera, dia mengangkatnya."Halo … sayang kamu dimana?" tanya Rachel panik."Aku masih di jalan, sayang. Ini mau pulang. Ada apa? Kenapa kamu panik gitu?" jawab Rachel."Sayang … tolong … perut aku sakit banget!" ujar Rachel."Sayang … kamu tenang dulu, oke? Sebentar lagi aku sampai!"Akbar mengemudikan mobilnya dengan kencang. Beruntungnya, lalu lintas sedang lancar. Tak sampai setengah jam, dia sudah sampai di depan rumah. "Sayang! Rachel! Kamu dimana?" teriak Akbar.Bi Murni tergopoh-gopoh berlari ke depan."Maaf, Pak Akbar. Saya tadi sedang di belakang. Tidak mendengar Ibu memanggil saya." Bi Murni memberi penjelasan."Dimana Ibu sekarang?" tanya Akbar."Di kamarnya, Pak!"Akbar segera berlari ke kamar."Sayang … kamu gak papa?" tanya Akbar panik."
BAB 11TERSANGKA"Aku akan menggunakan anak kami sebagai senjata.""Anak kalian? Dia beneran hamil?" "Iya, sayang! Kamu sabar dulu, ya! Aku pasti akan menikahi kamu secara resmi. Tapi, tidak dalam waktu dekat. Aku harus bisa mendapatkan hati Kienan dulu!""Iya, sayang! Aku ngerti, kok!" jawab Rachel sembari tersenyum.***********************************Satu Minggu berlalu. Kini, Rachel sudah pulang ke rumahnya. Hari ini adalah hari dimana Akbar seharusnya memenuhi undangan pihak kepolisian. Sayang, dia mangkir. Hari ini, Akbar ada janji temu dengan seorang pengacara."Selamat siang Pak Darmawan!""Selamat siang, Bapak Akbar! Silahkan duduk!" ujarnya. "Terimakasih, Pak Darmawan!""Bagaimana, Pak Akbar? Ada yang bisa saya bantu?""Iya, Pak! Begini!" Akbar menceritakan semua masalahnya. "Posisi Bapak cukup sulit! Maaf, saya tidak bisa membantu!" ujar Pak Darmawan."Tolonglah, Pak! Saya bisa membayar Bapak mahal,asalkan Bapak bisa membantu saya bebas dari segala tuduhan!" Akbar mulai
BAB 12BURONAN"Bu Ana? Ada apa? Kok ada polisi segala? Trus, kalian mau kemana kok bawa-bawa koper segala?" tanya Bu Hindun, biang gosip di daerah mereka."Bukan urusanmu. Minggir! Kalian semua juga, bubar!" teriak Bu Ana."Hu …." Teriakan Bu Ana disambut sorakan oleh para warga. Banyak bisik-bisik tak sedap yang terdengar. Mereka memilih untuk tidak mendengarkan, dan swgwra meninggalkan tempat tersebut. "Rachel! Rachel! Bi Murni!" teriak mertuanya saat memasuki rumah Rachel."Ada apa sih,Bu? Kok teriak-teriak? Kayak di hutan saja," sahut Rachel sambil ngedumel."Kalian ngapain kesini bawa koper segala?" tanya Rachel sambil mengernnyit heran."Rumah kita disita polisi. Jadi, kami akan tinggal disini," jawab Aira."Apa? Kenapa harus disini?""Lalu kami harus kemana? Lagian, rumah ini yang beli juga Akbar. Jadi, kami juga punya hak atas rumah ini," jawab Bu Ana sewot."Bi, tolong bereskan kamar tamu! Mulai sekarang, kami akan tinggal di sini!" ujar Bu Ana kepada Bi Murni."Iya, Bu!