POV. BungaAku yakin, bahwa kami memang ditakdirkan untuk bersama. Istrinya yang sekarang hanyalah orang yang kebetulan lewat, mewarnai kisah percintaan kami. Akan kurebut kembali, kekasihku yang dulu pernah kutinggal pergi.Hingga akhirnya, aku nekat untuk tidur dengannya, tepat di hari ulang tahunnya. Aku tidak ingin setengah-setengah dalam bermain. Aku tidak ingin setengah-setengah dalam menjeratnya. Aku akan bermain total. Aku akan memperjuangkan cinta yang memang sudah seharusnya menjadi milikku.Dan ketika aku mendengar bahwa Aksa kecelakaan, aku pun nekat datang ke rumahnya. Nanti jika ternyata di rumahnya ada istrinya, sebisa mungkin aku akan berkilah, entah bagaimana caranya.Dan ternyata, lagi-lagi keadaan begitu mendukungku. Rumah itu dalam keadaan sepi.Akhirnya, aku pun ketagihan. Paginya aku datang lagi ke sana. Akan aku tunjukkan pada Aksa. Bahwa aku juga bisa merawatnya. Akan aku tunjukkan, bahwa cintaku, pantas untuk dipertimbangkan.Namun ternyata, siang ini aku just
POV. BungaKulihat dari tadi, mamanya Aksa adalah orang yang paling dominan dalam berbicara. Sementara istrinya hanya diam, sambil menahan tangisnya. Ini adalah pertemuan pertamaku dengan istrinya Aksa. Dia memang cantik. Pantas saja, Aksa sempat jatuh cinta."Ma, tidak perlu Mama memaksa dan mengancamku seolah aku ini anak kecil. Aku dengan Bunga hanya bermain-main saja. Aku sama sekali tidak berniat untuk selingkuh. Tadi tiba-tiba dia datang ke sini. Dia menggodaku. Sementara aku hanya bisa duduk di kursi roda. Tidak bisa menghindarinya."Mendengar ucapan Aksa, aku sangat terkejut. Bagaimana mungkin, dia tega mengatakan itu, di depanku? Kenapa dalam sekejap saja, dia sudah berubah? Bukankah baru saja, dia bilang mencintaiku? Ataukah ucapannya itu, hanyalah sebuah kebohongan, agar Ibunya tidak lagi memukulku? Ataukah laki-laki di depanku ini, memang laki-laki plin-plan yang mudah berubah pendirian?"Luna, maukah kamu memaafkan aku? Aku janji, tidak akan mengulang lagi kesalahanku."K
POV. Aksa"Aksa, Mama mendidikmu, menyekolahkan kamu, agar kamu pintar. Bukan malah menjadi laki-laki t*lol seperti itu!" hardik Mama, usai kepergian Bunga.Aku hanya diam. Tidak ada gunanya, melawan Mama. Nanti yang ada justru dia semakin murka. Aku tidak ingin, kakiku yang masih cidera ini, menjadi sasaran amuknya.Apalagi, Mama juga punya riwayat darah tinggi. Bagaimana jika nanti darah tingginya kumat, dan dia terjatuh, kemudian terkena stroke? Tidak, itu tidak boleh terjadi. Mama berjalan ke kamar atas. Mengetuk pintu kamarku dengan pelan."Luna, buka pintunya, ini Mama, Sayang ...." ucap Mama dengan begitu lembut.Seolah aku ini adalah menantu jahatnya, sedangkan Luna adalah anak kesayangannya.Tidak perlu menunggu panggilan yang kedua, Luna pun keluar dengan mata sembabnya. Aku bisa melihatnya dari anak tangga yang paling bawah."Ma ... Luna minta maaf ...."Tiba-tiba saja, istri yang sebenarnya begitu kusayangi itu, memeluk mamaku sambil menangis tergugu. Hingga tubuhnya tamp
POV. AksaAku pun mencari cara, agar istriku segera pergi. Agar kami tidak perlu menonton adegan demi adegan yang mirip dengan kisahku itu."Sayang, kayaknya aku sudah bisa berjalan tanpa pakai kursi roda. Tapi harus memakai alat bantu. Kamu bisa, belikan kruk?" tanyaku.Selain karena aku ingin istriku segera pergi, aku juga ingin segera bisa berjalan tanpa kursi roda. Aku ingin segera bisa bekerja. Akan kuberikan semua uangku kepada Luna. Tak akan lagi kuberikan kepada Bunga, seperti hari-hari sebelumnya. Tidak akan lagi aku memberikan ruang di hatiku, untuk mantan pacarku itu."Iya, Mas, nanti aku belikan. Di pojok jalan sebelah sana, ada tokonya," jawab istriku, meski dengan raut yang dingin."Kalau belinya sekarang saja, bagaimana? Takutnya nanti keburu tutup," alasanku."Luna, kalau kamu mau beli kruk, biar Aksa di rumah sama Mama. Pergilah, tidak apa-apa," Mama menimpali.Luna pun berdiri dengan malas. Dia berjalan ke kamarnya. Mengambil tas selempangnya."Sayang, uangnya ambil
Saat Mas Aksa memintaku untuk membeli kruk pun, aku dengan senang hati ingin segera berangkat. Namun di halaman depan, aku berpapasan dengan perempuan s*ndal itu.Bukankah sudah sejak tadi, dia diusir oleh suamiku. Kenapa sampai sekarang masih di sini? Apa saja, yang dikerjakan olehnya, di halaman rumah ini? Apakah dia sengaja menungguku pergi, dan ingin kembali menggoda mantan pacarnya yang kini telah menjadi suamiku itu?Emosi yang tadi begitu kujaga pun, kini memuncak. Terasa panas, naik hingga ke pucuk kepala. Aku sudah tidak tahan lagi.Tidak perlu menunggu lama. Aku pun menarik tubuhnya, kemudian kudorong ke pagar rumah milik Bu Indah. Masih belum puas lagi, aku dekati dia. Kutarik lagi tubuhnya, kemudian kutend*ng pantatnya.Mungkin karena tidak terima dengan perlakuanku, perempuan itu pun berusaha ingin membalas seranganku.Dipukulkannya sepatu yang ada di tangannya, ke wajahku. Namun aku merebutnya begitu saja, kemudian kupukulkan sepatu itu ke kepalanya, berkali-kali.Dia me
Tidak ingin membiarkan toko itu terlalu lama menunggu, aku pun segera mentransfer uang untuk membayar kruk itu.Setelah transaksi selesai, aku segera membuka aplikasi hijau. Ingin bertanya kepada suamiku, kenapa dia memberikan uang sebanyak itu.[Mas, kenapa memberiku uang banyak sekali?]Klik, send.Suamiku terlihat sedang online. Dia terlihat sedang mengetik sesuatu. Aku tunggu. Masih mengetik.Kutunggu pesannya, siapa tahu, dia sudah membalasnya. Namun beberapa menit kutunggu, pesan balasan itu tidak muncul juga.Terlihat lagi, dia sedang online dan sedang mengetik. Namun lama kutunggu, dia masih juga mengetik. Dan kemudian, sepi lagi.Pesan balasan pun aku terima, dari suami kesayanganku itu. Namun baru saja kubuka, ternyata pesan itu tidak ada. Hanya ada tulisan, bahwa pesan ini sudah dihapus. Benar-benar laki-laki menyebalkan.Tidak ingin bertambah kesal, aku segera memasukkan ponselku, dan melajukan mobilku ke arah butik. Memberikan makanan yang tadi kubawa dari rumah, untuk an
POV. Aksa"Sekarang Mama mau tanya. Kamu jawab yang jujur. Sudah sejauh mana, hubungan perselingkuhan kamu dengan perempuan sialan itu. Kalian pernah berhubungan badan?"Tidak kusangka, Mama memberikan pertanyaan hingga sejauh dan sedetail itu. Aku tersudut dalam dilema.Jika kujawab iya, bisa jadi spatula panas yang sedang ada di tangan mamaku itu, akan beralih, mendarat di wajahku.Mungkin sebaiknya aku bilang 'tidak' saja, agar keadaan tidak bertambah runyam. Yang penting, dalam hatiku aku sudah berniat untuk bertobat. Bertobat yang sebenarnya-benarnya. Tidak akan lagi mengulangi dosa yang begitu besar itu."Tidak, Ma, aku belum pernah berbuat seperti itu. Aku bersama Bunga, hanya sering menghabiskan waktu untuk sekedar makan atau jalan-jalan, atau belanja. Kalau enggak, ya ke salon kecantikan. Hanya itu saja," jawabku.Aku sama sekali tidak berani menatap wanita yang telah bertaruh nyawa untuk melahirkan aku ke dunia itu.Aku pura-pura menunduk. Pura-pura menggaruk kakiku yang tad
POV. Aksa "Luna, Mama sudah masak. Kalian makanlah ...."Mama yang sedari tadi hanya terdiam menyimak obrolan, kini telah bersuara."Terimakasih, Ma. Saya minta maaf, sudah merepotkan," jawab Luna."Tidak ada yang merasa direpotkan. Mama sayang, sama kalian. Justru Mama yang seharusnya meminta maaf, karena Mama sudah gagal mendidik Aksa."Kini Mama berbicara tanpa melihat kami. Dia pura-pura sibuk memindahkan sayur itu ke mangkuk. Padahal aku tahu, ada genangan bening di pelupuk matanya.Mungkinkah Mama menangis, karena mendengar perkataan menantu kesayangannya itu?*****Tiga hari ini, aku sudah mulai berjalan menggunakan kruk. Aku tidak lagi menggunakan kursi roda.Luna bisa ke butik dengan lebih tenang, karena keadaanku yang sudah jauh lebih baik.Berkali-kali Bunga berusaha menelponku, namun hanya aku abaikan begitu saja. Tidak pernah aku angkat. Bahkan akhir-akhir ini aku sengaja sering mengunggah status tentang betapa besarnya cintaku kepada Luna. Aku berharap, Bunga akan menge