Share

Bab 5

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2023-04-01 12:35:20

Cahaya mentari menembus celah-celah jendela kamar. Kubuka gorden jendela. Wangi mawar semerbak menyambut pagi. Semilir angin membelai wajah seketika. Wajah yang mungkin begitu sembab karena menangis semalaman. 

Hah! Harusnya memang aku tak terlalu sesedih itu. Bukankah aku sendiri yang memilih jalan ini? Lantas kenapa aku merasa tersakiti karena pilihanku sendiri?! Bodoh! 

 

Kuremas kasar lengan piyama. Pagi yang biasanya begitu kunanti dan kunikmati. Namun tidak untuk pagi ini. Pagiku kini terasa begitu berbeda. Tak kulihat senyumnya saat membuka mata. Tak kudengar dengkur lirihnya ataupun lengan kekarnya yang melingkar di perutku saat kubuka jendela. 

 

Pagi ini, mungkin adalah pagi yang tak akan pernah kulupakan sepanjang hidupku. Karena akan menjadi saksi pernikahan kedua suamiku. Di sini. 

 

Di rumah peninggalan ibuku. Rumah bertingkat dua yang menyimpan banyak kenangan. Kenanganku bersama orang tuaku, sekaligus kenangan indah dan romantis bersamanya. Seandainya ibu masih ada, aku yakin dia tak akan pernah rela rumahnya dijadikan tempat ijab qabul menantunya-- dengan istri barunya.

 

Dia tak akan pernah ridho, menantu satu-satunya harus membagi cinta untuk anak kesayangannya dan istri keduanya. Mungkin, mulai detik ini aku memang harus terbiasa, untuk menerima jika dia akan sering telat pulang atau bahkan tak pulang seharian.

 

Aku harus belajar dan terbiasa, jika dia tak memberiku kabar berjam-jam atau berhari-hari karena sibuk dengan istri barunya. Aku harus bisa menata hati, jika dia memberikan panggilan sayang atau cinta pada orang lain. Selain aku!

 

Dia ...

 

Sebentar lagi, tak akan menjadi milikku sendiri. Cinta dan waktunya jelas akan terbagi. Membayangkan semua itu, ada nyeri di dalam hati. Namun, waktu tak akan pernah bisa kembali. Semua sudah ada di depan mata. Siap tidak siap, aku harus bisa menghadapi semuanya.  

 

Mencoba untuk ikhlas rasanya memang belum bisa. Tak semudah itu, apalagi aku awam soal agama. Bahkan memiliki adik madu, tak pernah terbesit sedikit pun di benakku. Semua ini serba mendadak dan terburu-buru. Bagaimana mungkin aku bisa ikhlas secepat itu?

 

Segera kuguyur badanku di bawah shower, sejenak kurasakan ketenangan. Kupakai gamis dusty pink yang dia belikan tiga bulan yang lalu dari sebuah toko onlen sebagai hadiah karena aku selalu membuatnya bahagia, katanya. 

 

Kata-kata yang kini terdengar begitu tabu dan semu!

 

Di luar kamar, terdengar kehebohan mereka mempersiapkan segala sesuatu. Seolah menganggap aku tak pernah ada. Apalagi ibu, sejak semalam dia tak ada niat sedikitpun untuk sekedar bertegur sapa atau menanyakan keadaanku. 

 

Tak mengapa. Kita lihat saja. Aku pasti akan melakukan sesuatu. Tak akan terus-terusan mengalah dan diam saja diperlakukan semena-mena apalagi di rumahku sendiri. Aku akan membalas mereka dengan caraku. Mereka harus tahu, aku tak lagi sepolos dulu!

 

"Lin, kamu sudah siap-siap, kan?" Suara Mas Gilang kembali hadir di balik pintu. Entah sudah berapa kali dia memanggil namaku. 

 

"Lina ... semua sudah menunggu, termasuk pak penghulu." 

 

Mendengar kata penghulu rasanya otakku kembali kacau. Kutepuk pipiku berkali-kali. Ini nyata bukan sekedar halusinasi atau pun mimpi.

 

Sebelas tahun lalu, dengan wajah berseri-seri dan hati berbunga-bunga kulirik Mas Gilang yang masih saja komat-kamit menghafalkan ijab itu. Seolah tak percaya diri, bahwa dia mampu melafalkan deretan kata itu hanya dengan sekali hafalan. 

 

Siapa yang tak kenal Mas Gilang? Dia termasuk mahasiswa berprestasi di kampus. Kuliah gratis karena mendapat beasiswa bahkan beberapa kali ditawari beasiswa S2 ke luar negeri, namun ditolak. Memilih lanjut di kampus dalam negeri sambil berwirausaha.   

 

Mas Gilang, laki-laki rupawan dan pintar yang digandrungi  banyak gadis di kampus. Namun entah mengapa justru dia memilihku, aku yang hanya beberapa kali bertemu dengannya secara tidak sengaja di perpustakaan. 

Ya, karena kami memang beda jurusan. Aku memilih jurusan ilmu pendidikan dan keguruan sedangkan  dia memilih jurusan managemen bisnis.  

Pertemuan dan perkenalan yang tak disengaja itu akhirnya menyatukan kami. Awalnya ibu menolak keputusanku karena ibu sudah menjodohkanku dengan Mas Adam-- anak tante Deby tetangga sebelah, yang kini bekerja di Korea. Tapi pada akhirnya ibu setuju, karena kebahagiaanku adalah kebahagiaannya juga, begitu katanya. 

 

Banyak sekali yang patah hati mendengar kabar pernikahanku waktu itu. Termasuk Dewi, sahabat kecil Mas Gilang di kampungnya. Namun aku yakin, jika kini mereka tahu pada akhirnya aku dimadu, mereka semua akan sujud syukur. Berterimakasih karena tak berjodoh dengan si tampan yang mereka idamkan dulu. 

 

Begitulah, karena tak ada seorang pun wanita yang benar-benar ikhlas dimadu, bukan? Pasti ada rasa sakit, perih dan sesak yang hadir menghampiri dan mengusik relung hati. Kecuali mereka yang memang tak lagi mementingkan kesenangan duniawi, jauh lebih fokus dengan ketenangan akhirat nanti. 

 

"Lina ... maafkan aku." 

 

Lagi-lagi kudengar kalimat itu dari bibirnya. Membuyarkan segala kenangan masa lalu yang baru saja hadir di pelupuk mata. 

 

"Ayo Lin, kita ke ruang tengah sama-sama," ucap Mas Gilang lagi. 

 

Kuusap tetesan air mata dengan telunjuk. Aku nggak boleh lemah di hadapan mereka. Bukankah ini semua aku yang memilih? Apapun yang terjadi nantinya, aku harus siap.

 

Kubuka pintu kamar, Mas Gilang berdiri di hadapanku dengan celana panjang, kemeja biru salur dengan jas hitamnya. Siapa yang memilihkan stelannya ini? Dia sendirikah atau ... 

 

"Ibu yang memilih dan menyiapkannya" ucapnya pelan, seolah bisa membaca apa yang ada di pikiranku. 

 

Biasanya aku yang selalu menyiapkan bajunya, namun entah kenapa hari ini aku malas. Sejak semalam, aku tak keluar kamar. Lagi-lagi karena tak ingin mendengar ceramah ibu yang tak terlalu penting itu. 

 

Mas Gilang menggamit lenganku menuju ruang tengah. Ruangan yang biasa kami pakai untuk bersantai ria sambil menikmati film bersama, kini sudah dipenuhi cukup banyak orang yang tak kukenal. 

 

Mereka duduk lesehan menghadap ke depan. Penghulu dan seorang laki-laki yang mungkin wali adik maduku pun, sudah hadir di sana. Kini mereka menatapku yang masih berdiri mematung di ujung ruangan dengan perasaan tak tentu. 

 

"Sudah bisa kita mulai sekarang?"

 

Pertanyaan penghulu sepertinya tertuju padaku, membuat banyak pasang mata menoleh ke belakang untuk menatapku. 

 

*** 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Erni Ruhiyani
jgan bodoh lina .ngapain kamu mau" y di zolimi lebih pisah .usir mrk semua jgn takut hidup sendiri kamu punya karier ..kamu pasti menemukan laki" yg baik
goodnovel comment avatar
Tutik Yunia
Lina, kamu yang goblok. Mertua kayak tai dilawan aja. Apalagi mertua dan suamimu miskin usir saja dari rumah itu. kalau mau nikah lagi cari rumah buat istri keduanya. nggak tahu malu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 61 (End)

    Althaf Radhika Alfahri.Anak laki-laki pertamaku yang rupawan. Dia adalah pelita yang menyinariku di saat gelap dan rapuh. Dia yang membuatku semakin kuat dan semangat di setiap keadaan dan dia yang membuatku semakin menyadari jika tak akan pernah ada kata sia-sia dari sebuah perjuangan dan kesabaran. Ada harapan dan doa yang kutanamkan dalam nama itu. Aku dan Mas Gilang sangat berharap kelak dia akan tumbuh menjadi anak laki-laki yang berhati lembut, sukses dan memiliki semangat untuk berbagi kebaikan hingga bisa bermanfaat untuk banyak orang.Detik ini, kulihat Mas Gilang yang sedang mengazani anak sulungnya dengan hati berbunga. Senyumnya mengembang. Wajahnya yang tampan memancarkan aura kebahagiaan. Ibu yang dulu seolah tak pernah memberi restu untukku, sekarang justru berbalik 180 derajat.Dia begitu menyayangiku setelah rencana buruk dan sandiwara menantu kesayangannya itu terbongkar semuanya. Cinta dan perhatian ibu padaku semakin bertambah saat anak pertamaku lahir. Ibu terli

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 60

    Pov : Maya"May, kamu di mana? Aku mau ketemu," ucap Mbak Dewi tiba-tiba setelah sekian minggu tak ada kabar."Mau ngapain sih, Mbak?" tanyaku cepat.Hatiku berdebar-debar, jangan sampai Mbak Dewi merencanakan sesuatu untuk mencelakakan Mbak Lina lagi. Aku nggak mau ikut campur. Mereka bisa benar-benar menjebloskanku ke sel."Rumah tanggaku hancur, May. Mas Indra menceraikanku. Istri tua dan keriputnya itu mengambil semua yang kupunya. Rumah dan mobil itu. Sekarang, aku di rumah ibu," ucap Mbak Dewi panjang.Mulutku ternganga seketika mendengar ceritanya. Aku yakin, Mbak Dewi pasti tak akan rela dan diam begitu saja. Dia pasti akan membalas perlakuan Mbak Lina. Karena masih menganggap Mbak Lina dalang semuanya."Sudahlah, Mbak. Jangan ganggu keluarga Mas Gilang lagi. Bahaya, Mbak. Mbak bisa benar-benar dimasukkan penjara nanti."Aku masih terus berusaha menasehati. Walaupun bagaimana, dia tetap kakakku. Aku sangat menyayanginya, meski kelakuannya seperti itu dan sering membuatku pusin

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 59

    Pov : Dimas Maya. Aku ingin sekali membencinya karena dia sudah tega menghianati cinta yang kupunya. Dia diam-diam berhubungan dengan lelaki lain yang jauh lebih mapan dan tampan. Saat tahu kabar itu, rasanya benar-benar sulit digambarkan.Banyak hal yang kami lakukan bersama, teganya dia pergi begitu saja. Namun, aku cukup heran kenapa sampai detik ini belum bisa melupakannya. Berulang kali mencoba untuk move on, berulang kali pula selalu gagal. Aku benci dengan perasaanku sendiri. Aku tak tahu mengapa harus mencintai perempuan yang sudah terang-terangan menghianatiku. Bahkan secara sengaja menikah dengan laki-laki lain yang lebih mapan, meski hanya menjadi istri kedua. Entah siapa yang bodoh dalam hal ini. Aku yang dibutakan oleh cinta dan nafsu atau dia yang hanya mengejar harta, tanpa peduli adanya cinta. Entah.Seperti kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat suatu saat akan jatuh juga. Begitu pula dengan sandiwara Maya. Aku mengetahui gerak-gerik pengkhianatannya sebelu

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 58

    Sebelum maghrib, kami sudah sampai di rumah. Maya dan Bi Minah turun dari mobil Mas Adam. Perempuan itu masih saja menunduk dalam diam."Lang, aku pamit pulang, ya?" ucap Mas Adam tiba-tiba. Mas Gilang yang baru saja menutup pintu mobil, menoleh seketika."Nggak mampir dulu, Dam? Btw Makasih banyak atas bantuannya ya? Maaf selalu ngrepotin kamu," jawab Mas Gilang kemudian."Santai aja, Lang. Aku balik dulu deh, habis maghrib mau ada perlu soalnya," lanjut Mas Adam lagi."Oh, okey. Hati-hati kalau begitu," jawab Mas Gilang pelan sembari tersenyum.Mas Adam menatapku sekilas sebagai tanda pamit pulang. Dia kembali masuk ke mobilnya dan berlalu dari halaman.Tak berselang lama, muncul mobil hitam dop dari arah kanan, berhenti tepat di depan gerbang.Mas Gilang melangkah pelan menghampirinya. Bercakap sebentar dengan sang supir lalu menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah."Pak Roby dan Pak Emon. Dia datang membawa laki-laki itu. Ayah si Haikal," ucap Mas Gilang lirih di sampingku. Aku men

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 57

    Perempuan itu keluar kamar juga setelah sekian menit menunggu. Geram, kesal dan benci kembali menyergapku. Kutatap matanya yang menyiratkan ketakutan.Rasanya ingin sekali kumaki dan kutampar dia berulang kali, agar dia sadar. Kelakuannya selama ini bukanlah sesuatu yang lucu.Bagaimana mungkin dia berhubungan dengan orang lain tapi justru meminta suamiku untuk bertanggung jawab! Benar-benar keterlaluan. Tak punya adab.Apakah seperti itu yang diajarkan Dewi padanya? Merusak rumah tangga orang bagaimana pun caranya. Seperti syaitan yang begitu riang ketika sebuah keluarga di ambang perceraian."Maya!" Bentakku tiba-tiba. Dia terlonjak kaget. Mas Gilang memegang lenganku pelan. Membisikkan istighfar berulang kali.Mataku memanas menahan amarah yang memuncak namun aku tak kuasa mengungkapkannya. Kupendam sedemikian rupa, namun kali ini rasanya aku ingin membuat sedikit pelajaran padanya. Biar dia kapok, tak mengulangi kesalahannya lagi.Kucengkeram lengannya sekuat mungkin dengan tangan

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 56

    Pov : Maya Mas Gilang masih saja mencecarku dengan berbagai pertanyaan tentang Denis dan anak itu. Tak bisa mengelak dan begitu tersudut, akhirnya kuceritakan saja semuanya. Beragam bukti dia genggam membuatku tak bisa berkelit lagi. Kini aku mulai pasrah. Mungkin memang sudah waktunya aku menyerah dan kalah. "Kenapa kamu berbuat seperti ini, May? Apa kamu kira, aku akan membuangmu begitu saja saat aku tahu anak itu bukan darah dagingku?" tanyanya dengan penuh penekanan dan ketegasan.Aku tetap menunduk. Rasanya tak mampu membalas apapun yang akan dikatakan dan dituduhkannya nanti. Sesekali menyeka kedua pipiku yang makin lama makin basah. Ibu mertua ikut mengomel tak karuan. Membuat makin banyak polusi telinga. "Aku sudah menyuruh orang untuk memata-mataimu sejak lama. Aku juga tahu, kalau selama ini kamu tak kuliah. Uang kuliah dan jatah bulananmu sengaja kamu tabung untuk membangun rumah ini, kan?" tanyanya lagi. Bukan bertanya, namun dia memang sudah mengantongi kuncinya. Membu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status