Share

MENGUPING OBROLAN

KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 7

"Maksudnya gimana, Dek?" tanya Mas Raka yang sudah lebih tenang sedikit.

"Kita balas kesombongan keluargamu, Mas. Pantas aja kamu menyuruhku untuk tidak memberitahu keluargamu kalau keluargaku memiliki beberapa kontrakan, dan memiliki rumah makan Padang," ujarku.

"Dek, aku sendiri hampir lupa kalau kamu dari keluarga yang cukup berada. Ya Allah ... maafin suamimu ini, Dek. Di keluargaku kamu malah diperlakukan seperti pembantu. Bapak dan ibumu pasti sangat marah kalau mengetahui ini semua," lirih Mas Raka.

Ya, sewaktu kami masih pacaran Mas Raka pernah bilang jangan menceritakan tentang keluargaku pada keluarganya. Yang mereka tahu bapakku hanyalah seorang buruh pabrik biasa, dan ibuku hanyalah ibu rumah tangga saja.

"Emangnya kenapa kalau jujur aja sama keluargamu, Nak?" tanya Bapak kala itu keheranan.

"Nggak papa, Pak. Keluargaku suka minderan orangnya," jawab Mas Raka.

"Loh, kok gitu. Tapi ya udah kalau itu maumu," ujar Bapak.

Selama ini aku diam tak pernah menceritakan soal rumah tanggaku pada Bapak. Ya, memang rumah tanggaku dan Mas Raka baik-baik saja. Yang tak baik itu keluarganya.

"Malam ini kita ke rumah orang tuaku aja, Mas. Sementara kita tinggal di sana sampai dapat tempat tinggal yang baru. Aku juga berencana ingin membuka usaha dari hasil menulisku, Mas," jelasku.

"Tapi nggak enak kalau sampai orang tuamu tau, Dek. Aku malu sama orang tuamu. Mau usaha apa, Dek?" tanya Mas Raka.

"Aku mau buka butik, Mas."

"Buka butik perlu modal yang lumayan besar, Dek." Mas Raka serius menatapku.

"Insya Allah cukup uangku, Mas. Uang hasil menulisku selama ini kukumpulkan, buka kecil-kecilan aja dulu," jelasku.

"Ya udah kalau itu memang maumu. Mas akan mendukungmu, nanti Mas juga mau cari kerjaan lagi. Doakan, Mas, ya, Dek. Biar dapat pekerjaan lagi."

Kutelepon adikku Arbi dan memberitahunya bahwa aku dan Mas Raka malam ini ingin menginap di rumah Ibu dan Bapak.

Kini kami bersiap untuk keluar dari rumah ini, rumah yang selalu membuatku merasa terhinakan. Sudah cukup rasanya menjadi pembantu gratisan untuk mereka. Saatnya untuk bangkit dan membalas kesombongan serta keangkuhan mereka.

"Dek, almarhum mamaku dulu punya kebun sawit di Jambi. Sekarang yang urus adiknya Mama. Apa kita jual aja kebun sawit itu untuk modal buka usaha butikmu?" ujar Mas Raka.

"Lho, kamu punya kebun sawit, Mas?"

"Iya, Dek. Itu harta peninggalan Mama untukku." Mas Raka menghela napasnya sambil merebahkan diri di atas kasur.

"Jangan dijual, Mas. Biar butik pakai uangku aja," tolakku halus.

"Minggu kemarin pamanku telepon, katanya selama ini hasil penjualan buah sawit ia taruh di bank. Paman nggak mau pakai uang itu, katanya uang hasil panen sawit itu hakku. Padahal Paman yang mengurus semuanya," jelas Mas Raka.

Aku menoleh ke arah pintu karena ada suara bisik-bisik di luar sana. Apa mereka sedang menguping pembicaraan kami.

"Mas, sepertinya ada yang sedang menguping pembicaraan kita," bisikku.

Mas Raka terdiam dan ikut menoleh ke arah pintu. Pelan-pelan Mas Raka berjalan dan membuka pintu. Benar saja ada Mbak Desi dan Arman yang sedang menguping.

"Kamu mau pergi Raka? Maafin Abang sama yang lainnya, ya. Kami memang keterlaluan sama kalian."

Tiba-tiba saja sikapnya Arman berubah 180 derajat pada kami. Apa karena mereka mendengar semua obrolanku dan Mas Raka, makanya mereka jadi baik seperti ini.

Tetap saja aku akan pindah dari sini, nggak sudih aku lama-lama satu atap sama manusia benalu.

"Iya, kami mau pindah. Kenapa memangnya?" ketus Mas Raka.

"Jangan pindah, tetap tinggal di sini. Kami memang salah. Ayo, kita mulai semuanya dari awal dan berbaikan. Kita ini keluarga lho, masa musuhan."

Mbak Desi berbicara sangat manis sekali. Ia mencoba menggapai tanganku, namun cepat kutepis. Jijik rasanya dipegang kuman.

"Ayo kita keluar, tadi Mas Arman udah pesan makanan online. Mas Arman order seafood, ayo kita makan malam bersama. Maafkan aku ya, Dev, udah bersikap kaya gitu sama kamu."

Mbak Desi merangkul pundakku dan menuntunku ke meja makan. Di sana sudah ada seafood dan juga donat seperti yang tadi aku beli untuk Shaka.

Huh, ternyata mau baik-baikin kami kalian karena sudah menguping obrolanku dan Mas Raka.

Jangan mimpi aku tetap bertahan di sini. Jangan juga berharap bisa mencicipi uangku dan Mas Raka.

Bersambung ....

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Memang keluarga gak ada akhlak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status