Share

12. ATAMA MENINGGAL?

Aljabar tidak tahu apa yang terjadi setelah malam itu, yang dia tahu, saat dia kembali ke rumah, Ata sudah tidak ada bahkan beberapa pakaian milik istrinya itu juga ikut raib dari lemari.

Pertengkaran hebat yang terjadi malam tadi membuat Aljabar hampir gila, saat dia tersadar bahwa perbuatannya mungkin nyaris membunuh istrinya sendiri.

Dan dia menyesal, sungguh.

Dia ingin meminta maaf dan memeluk istrinya.

"Ma, Ata di sini?" Tanya Aljabar pada Ibu mertuanya. Aljabar yakin Ata pulang ke rumah orang tuanya itulah sebabnya dia datang ke sini.

"Loh, dia nggak kesini. Emang dia pamit ke sini?" Mama mertuanya balik bertanya. Membuat bibir pemuda yang mengenakan kaus hitam itu bergetar, bingung harus menjawab apa.

"Eng... Nggak sih, Ma. Tepatnya dia nggak pamit mau kemana. Tapi, dia nggak ada di rumah sekarang," jawab Aljabar sambil menunduk. Tenggelam dalam tumpukan sesal.

"Maksud kamu Ata minggat?" Mama mertuanya mendelik, tatapannya mengintimidasi. Namun Aljabar tak berhak membalasnya dengan konfrontasi. Dia hanya diam mematung tanpa sanggup berbicara sepatah kata pun.

"Minggat? Emangnya ada masalah apa?" Papa mertuanya yang sedari tadi sedang asyik membaca koran meletakkan korannya, melepas kacamata baca yang membingkai wajahnya lalu berdiri berkacak pinggang di ruang televisi yang letaknya bersebelahan dengan ruang tamu di rumah itu.

"Kami bertengkar, Pa." Tanpa ragu Aljabar menjawab meski tak menceritakan lebih jauh mengenai apa yang sebenarnya terjadi, tentang apa yang sudah dia lakukan pada Atama tadi malam. Jika Papa mertuanya tahu, bisa-bisa Papa mertuanya akan membunuh Aljabar detik itu juga.

"Bertengkar bagaimana?"

Haruskah Aljabar menjawab bahwa Atama selingkuh?

Haruskah Aljabar menjawab bahwa Atama yang sudah lebih dulu membuat hatinya hancur dan babak belur?

Aljabar sangat mencintai istrinya, karena itu dia bersedia menikahi Atama meski kesiapannya saat itu nol persen. Tapi, pengkhianatan Atama terhadapnya membuat kewarasan Aljabar menguap entah kemana. Lelaki itu kalap hingga tak bisa mengendalikan diri. Terlebih dia muak atas sikap Ata yang sok suci di hadapannya.

"JAWAB, AL!" Suara papa menyentak, membuat Aljabar geming dan tremor mengacaukan ketenangannya.

"Ata selingkuh, Pa. Apa Al nggak berhak marah? Dia istri Al, tapi malah tidur dengan pria lain." Ucap Aljabar menjelaskan.

"Omong kosong! Papa nggak percaya dengan apa yang kamu bilang!"

"Papa memang pantas membelanya, karena Ata anak Papa. Papa tau kan kalau Al sayang sama Ata? Tapi, apa yang Ata lakukan di belakang Al benar-benar buat Al kecewa, Pa," lagi, Aljabar terus mencari pembenaran, meski tatapannya tak dapat berbohong, bahwa tatapan itu memang penuh dengan luka.

Luka mendalam yang sudah ditorehkan Atama dihatinya.

Sayangnya, mereka tak tahu apa yang sebenarnya Aljabar rasakan.

Sakit luar biasa, setelah semua Aljabar korbankan demi mempertanggungjawabkan sebuah kesalahan, hingga dia dibuat ragu bahwa kesalahan itu sebenarnya bukan perbuatannya. Bagaimana jika benar yang selama ini Aljabar pikirkan bahwa Ata mengandung benih pria lain dan Aljabar yang ditumbalkan menikahi gadis itu?

Tak layakkah dia marah?

Papa mendekati Aljabar, menatap sengit. "Kamu... " Dia mengarahkan jari telunjuknya ke dada sang menantu, lalu menekannya tegas hingga tubuh kurus Aljabar sedikit terdorong ke belakang. "Kalau sampai terjadi apa-apa sama Ata, kamu adalah orang pertama yang Papa salahkan, Al!"

"Sudah, hentikan! Nggak ada untungnya saling menyalahkan! Yang perlu kita lakukan sekarang adalah mencari di mana Ata,"

Dengan solutif sikap Mama mertuanya membuat Aljabar sedikit tenang. Pemuda itu meraup wajah dengan tangan kiri. Tanpa Atama, dia merasa hilang arah. Meski bersamanya juga merupakan luka bagi Aljabar sendiri.

"Ya, kita semua akan cari Ata sekarang," jawab Papa dengan suara pelan.

"Ah, curut pembuat masalah itu ngerepotin banget, sih!" Gerutu Arlan ditengah keributan yang terjadi. "Kamu juga! Kamu sama Ata tuh sama! Biang masalah. Brengsek!" Umpat Arlan memaki adik iparnya. "Kalau sampai terjadi apa-apa sama Ata, aku jamin hidup kamu nggak akan tenang, Setan!" Lanjutnya dengan tatapan super bengis.

Mereka semua seakan menyudutkan Aljabar.

Semuanya.

Tak bisakah mereka melihat dari sudut pandang Aljabar lalu membayangkan jadi Aljabar jika diselingkuhi?

Maka yang bisa Aljabar lakukan saat ini hanyalah diam.

Ya, diam yang kini jadi bahasa terbaik agar Aljabar tak mengumpat. Bagaimana pun, dia turut mengambil peran besar atas apa yang terjadi sekarang, terlebih dengan perbuatan kasar yang telah dia lakukan pada istrinya tadi malam. Dan hal itu jelas tak mampu ditolerir dengan apapun juga.

Ta, maafin aku...

Gumam Aljabar membatin.

"Al akan cari Ata, Al kabarin kalau nanti ketemu. Al pamit, Ma, Pa," ucap Aljabar undur diri. Lalu dia bergegas ke rumah orang tuanya setelah memberikan pengaduan ke kantor polisi terdekat untuk mencari keberadaan Atama.

"Ata hilang, Ma, Pa." Aljabar berbicara to the point sambil menunduk selepas mama membuka pintu.

"Apa? Hilang? Jangan becanda, Al!" Mama menautkan alis. Menatap sang anak seolah menginterogasi apa yang terjadi.

"Al sudah lapor polisi. Tapi polisi bilang diminta menunggu dua puluh empat jam dulu baru pengaduan akan di proses."

"Emang kamu apain sampe dia hilang?" Tatapan Nando menyerang Aljabar, hingga dia tak bisa membaca mengapa sang Kakak bersikap seperti itu terhadapnya.

"Bertengkar, Kak."

"Bisa nggak dewasa dikit? Bisanya ngajak ribut! Beruntung lo bisa dapetin dia, banyak orang yang patah hati gara-gara dia milih lo, dan lo sia-siain?"

Aljabar meneguk ludah perlahan, apa maksud perkataan Nando, Aljabar belum mampu untuk menyimpulkan.

"Bukankah pertengkaran antara suami dan istri itu sebuah kewajaran?" jawab Aljabar sinis.

"Wajar karena lo nggak waras!" Cerca Nando sama sinisnya. "Ata itu sayang banget sama lo, Al! Jadi nggak mungkin dia pergi tanpa alasan! Pasti ada sesuatu yang buat dia memutuskan pergi! Inget Al, kalau sampai terjadi apa-apa ama Ata, gua akan buat perhitungan sama lo!"

"Maksud kakak?"

"LO UDAH NYAKITIN DIA, BANGKE? GUA TAU LO ITU BOCIL FREAK! DAN GUA NGGAK TAU KENAPA MAMA SAMA PAPA BISA GAGAL DIDIK LO, MONYET! GUA RASA LO ITU DICIPTAKAN DARI TANAH SENGKETA, MAKANYA HIDUP BERDAMPINGAN SAMA LO, ISINYA NGAJAK RIBUT MULU!" Nando meninggikan suara, menarik kerah pakaian Aljabar kuat-kuat lalu mendorong tubuh adiknya itu ke belakang. Membuat Aljabar semakin tidak mengerti atas sikapnya. Kenapa Nando jadi seemosional ini, hanya karena seorang Ata?

"Sudah, sudah! Kok kalian malah ribut begini? Kayak anak kecil aja!" Mama menengahi, membuat jarak aman di antara kedua putranya itu.

Aljabar menatap Nando. Ada satu hal yang membuatnya dilanda rasa penasaran akut. Apa yang baru saja Nando lakukan jelas tidak wajar, bukan? Dia sedang khawatir? Membela iparnya, Atau marah karena...

Tidak, jangan bilang Nando juga jatuh cinta pada Atama!

Batin Aljabar bergolak.

Sayangnya, waktunya saat ini terlalu berharga untuk memikirkan hal-hal seperti ini. Aljabar harus lekas mencari Ata dan menemukannya.

Jam demi jam berlalu dengan pencarian tanpa henti, hingga hari berganti nama, melewatkan bumi yang berotasi dalam putaran dua kali dua puluh empat jam.

Ya, hampir dua minggu Atama tak pulang.

Beratus pesan dan panggilan tak terjawab tak juga berbalas, bahkan nomor ponsel Atama pun tak kunjung aktif sampai detik ini.

Aljabar dihajar rasa rindu yang menyesakkan.

Sadar bahwa tindakannya sudah keterlaluan. Tapi, apa yang harus dia lakukan sekarang?

Waktu itu, dia memang benar-benar kesulitan menekan emosi. Hingga apa yang dia takutkan terjadi. Selama ini, Aljabar memang bisa melindungi Atama dari apa pun, tapi dia selalu gagal melindungi Atama dari kemarahannya sendiri.

Telepon genggam Aljabar berdering, membuyarkan pikiran kalut yang bergelayut.

"Gimana, Al? Ata ketemu?" Suara Mama Widya terdengar di seberang.

Aljabar mendesah berat. Himpitan rasa sakit menggigit dalam hati.

"Belum, Ma." Jawabnya putus asa.

"Cari sampai dapat, mama nggak mau tahu, Al!"

"Al udah lapor polisi, tapi hasilnya masih nihil," jawab Aljabar saat itu.

Hingga hari ke delapan belas pencarian Atama, kabar menakutkan sampai ke telinga Aljabar dan segenap keluarga. Membuat langit mereka runtuh dan dunia mereka tak lagi utuh.

"Saya dari kepolisian, ingin memberitahukan bahwa istri Anda, Atas nama Atama Lovenia, meninggal karena kecelakaan dalam perjalanan menuju kota Solo. Hasil identifikasi Jenazah dari rumah sakit membuktikan bahwa jasad yang telah dikebumikan di daerah Solo Baru itu memang benar jenazah Nona Atama Lovenia."

Ya Tuhan?

Apakah ini nyata?

Tidak, ini pasti hanya mimpi!

Ya, aku berharap ini mimpi!

Mimpi paling buruk yang pernah aku alami!

Bangun Al! Bangun!

Ata nggak mungkin ninggalin aku!

Kembali Ta, jangan hukum aku dengan cara seperti ini.

Aku nggak akan sanggup...

Gumam Aljabar membatin.

*****

Setelah mendapat laporan dari pihak kepolisian, seluruh keluarga pun berbondong-bondong berangkat menuju Solo kota untuk mendatangi langsung makam yang diduga sebagai makam Atama.

Dari kesaksian seorang warga yang memang melihat keberadaan Atama di sekitar terminal Solo Kota, memberitahu bahwa Atama pada tanggal sekian terlihat wara-wiri di terminal Solo lalu menaiki sebuah taksi online pada malam berikutnya setelah dia menolak beberapa orang yang menawarkan jasa transportasi padanya.

Wajah gadis itu lebam dan tampak linglung. Bahkan jejak-jejak air mata terlihat di wajahnya yang membengkak.

Dan pada saat menaiki taksi online itulah Atama mengalami kecelakaan setelah bertabrakan dengan sebuah mobil lain yang melaju kencang, hingga kedua mobil tersebut berputar di jalan lalu berguling dan salah satunya terperosok ke dalam jurang lalu meledak.

"Dan mobil yang meledak itu adalah kendaraan taksi online yang ditumpangi Atama, putri Bapak dan Ibu," beritahu Abraham yang didampingi salah satu petugas kepolisian. "Sebelumnya saya mohon maaf atas kelalaian istri saya dalam berkendara. Tapi dalam hal ini, saya mau pun Bapak dan Ibu, sama-sama kehilangan karena Istri saya pun turut meninggal dalam insiden tersebut setelah mobilnya menabrak taksi online yang ditumpangi Atama,"

Abraham adalah salah satu dokter di rumah sakit di mana mayat Atama diidentifikasi. Karena tidak adanya identitas apapun yang ditemukan di sekitar lokasi kejadian, akhirnya Abraham memutuskan untuk mengebumikan Atama di sebelah makam sang istri.

"Apa hak lo memakamkan jasad istri gue tanpa persetujuan keluarga? Hah? Jangan coba-coba memanipulasi keadaan! Atama nggak mungkin meninggal semudah itu! Lo pasti udah sembunyiin diakan? Di mana Atama? DI MANA ISTRI GUE BRENGSEK!" teriak Aljabar yang sekonyong-konyong menyerang Abraham dengan menarik kerah seragam dokter Abraham dan hampir mencekik lelaki itu.

Arlan dan Nando pun maju menarik tubuh Aljabar dari Abraham namun Aljabar terus saja mengumpat dengan kata-kata kasarnya dan malah menuduh Abraham telah menyembunyikan Atama.

Hingga akhirnya, sebuah tamparan kuat melayang di wajah Aljabar yang dilakukan oleh Nando, hingga tubuh Aljabar jatuh tersungkur di lantai rumah sakit dengan sudut bibirnya yang berdarah.

"LO YANG BRENGSEK, ANJ*ING! KALO BUKAN GARA-GARA LO ATAMA NGGAK MUNGKIN MENINGGAL! NGGAK USAH MENCARI PEMBENARAN AL! LO SENENGKAN SEKARANG? DENGAN BEGITU, LO BISA LANJUTIN PERSELINGKUHAN LO SAMA KINANTA!"

Seketika seluruh keluarga terkejut saat Nando menyebut nama Kinanta di hadapan mereka. Nando benar-benar tak kuasa menahan amarahnya hingga meluncurlah semua yang dia ketahui tentang hubungan Aljabar dengan Kinanta selama ini.

"Siapa itu Kinanta, Nando?" Tanya Papa Atama yang maju satu langkah.

Dengan napasnya yang masih tersengal, Nando pun terpaksa menjawab. Bukankah kebenaran memang harus diungkap? Mungkin dengan begitu, Aljabar bisa lebih sadar akan kesalahannya.

"Dia selingkuhan Al, Om," jawab Nando pasrah.

Kedua bola mata Papa Atama memerah dengan amarahnya yang seketika meluap ke permukaan.

"Bajingan, kamu Al! Kamu yang selingkuh, tapi kamu yang justru malah menyakiti anakku dengan menuduhnya selingkuh? Benar-benar tidak tahu diri!" Papa Atama hendak maju untuk memberi pelajaran pada sang menantu namun tangannya sudah lebih dulu dicekal oleh Arlan.

"Pa, ini rumah sakit, jangan bikin keributan di sini. Nggak akan ada habisnya kalau kita terus menerus menghakimi lelaki sialan ini. Lebih baik kita datangi makam Atama sekarang. Kita bawa jasad Atama untuk kita makamkan dengan layak di Jakarta, supaya Atama lekas tenang,"

"NGGAK! MAYAT ATAMA HARUS DI OTOPSI ULANG, AKU HARUS MEMASTIKAN SENDIRI BAHWA ITU BENAR-BENAR MAYAT ISTRIKU!"

"HEH! NGGAK USAH BANYAK BACOT! LO UDAH NGGAK ADA HAK NYEBUT ATAMA ISTRI LO LAGI! DAN NGGAK USAH JUGA DATENG KE ACARA PEMAKAMANNYA, KARENA GUE NGGAK AKAN MENGIZINKAN PEMBUNUH ADIK GUE MENGINJAK RUMAH GUE LAGI! NGERTI LO!" Tekan Arlan saat itu.

Aljabar tercenung.

Kalimat Arlan yang mengatakan bahwa dirinya tak memiliki hak lagi untuk menyebut Atama sebagai istrinya memang benar.

Bukankah, malam itu dia sendiri yang sudah mencetuskan kata cerai?

Saat itu, setelah semua orang sudah berlalu dari rumah sakit dan meninggalkan Aljabar sendirian di sana yang termenung dalam tangisan pilunya, seorang wanita berseragam pasien rumah sakit dengan wajahnya yang masih diperban terlihat bersembunyi di balik dinding lain rumah sakit. Dia yang sejak tadi mengintip kejadian itu sambil menangis.

Tatapannya kini tertuju pada sosok Aljabar di ujung sana.

Melihat Aljabar menangis, hatinya ikut teriris.

Akankah dia benar-benar menyesali perbuatannya?

Tanya hati wanita itu yang tak lain dan tak bukan, adalah Atama Lovenia.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
An
banjiiiir.........
goodnovel comment avatar
Imelda Marcos
buruan tor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status