"Pa, Papa? Papa?"Sebuah guncangan yang cukup keras di lengannya membuat lamunan Aljabar terpecah.Lelaki itu mengalihkan pandangannya ke arah sang anak di sisinya. "Ya sayang," sahutnya mencoba menunjukkan perhatian."Papa kenapa sih, seneng banget ngelamun nggak jelas? Nggak di lumah, nggak di lumah Oma, di kantol, seling banget ngelamun," keluh Chelsea yang memang sudah hafal akan kebiasaan buruk Aljabar selama ini.Aljabar terkekeh. "Maaf, Papa cuma lagi seneng aja kalau Chelsea sekarang punya teman dekat di sekolah. Jadi nggak ada alasan lagi besok-besok Chelsea nangis kalau mau berangkat sekolah ya?" Balas Aljabar berusaha mengalihkan percakapan."Loh, emangnya Chelsea suka nangis kalau mau sekolah?" Sambung Althair yang tampak terkejut.Sementara Chelsea hanya memasang wajah cemberut, Aljabar pun menjawab, "iya Al, Chelsea itu susah banget kalau diajak sekolah. Tapi sekarang Om yakin Chelsea akan lebih semangat sekolah karena ada Al, iyakan sayang?" Tanya Aljabar pada Chelsea,
"Dan mobil yang meledak itu adalah kendaraan taksi online yang ditumpangi Atama, putri Bapak dan Ibu. Sebelumnya saya mohon maaf atas kelalaian istri saya dalam berkendara. Tapi, dalam hal ini, saya maupun Bapak dan Ibu, sama-sama kehilangan karena Istri saya pun turut meninggal dalam insiden tersebut setelah mobilnya menabrak taksi online yang ditumpangi Atama,""Apa hak lo memakamkan jasad istri gue tanpa persetujuan keluarga? Hah? Jangan coba-coba memanipulasi keadaan! Atama nggak mungkin meninggal semudah itu! Lo pasti udah sembunyiin dia, kan? Di mana Atama? DI MANA ISTRI GUE BRENGSEK!"*Dalam keheningan malam di balkon kamar kediaman pribadinya, Aljabar kembali teringat akan kejadian lima tahun silam di Solo, sewaktu dirinya mengetahui bahwa Atama sudah meninggal.Orang pertama yang menjelaskan kronologi kejadian selain pihak kepolisian adalah lelaki bernama Abraham. Ia berprofesi sebagai seorang dokter bedah plastik di rumah sakit yang menampung jasad Atama pasca kecelakaan it
Setelah pertengkaran yang terjadi di antara Aljabar dengan Kinan tadi malam, lalu keduanya kembali berbaikan dengan Aljabar yang berjanji untuk mulai membuka hati pada Kinan, berusaha sebisa mungkin untuk menata kehidupannya yang sudah tersia-siakan selama lima tahun belakangan karena tak berhasil move on dari Atama.Sudah saatnya Aljabar menatap masa depan dan memulai kehidupan barunya bersama Kinan dan Chelsea tanpa lagi harus dihantui oleh rasa bersalahnya terhadap Atama.Meski dirinya tahu itu sulit, karena dari sudut hatinya yang terdalam, sosok Atama tetap tak mungkin bisa tergantikan sampai kapan pun dan oleh siapa pun juga.Seperti biasa, pagi itu Aljabar berangkat ke kantor bersama Chelsea untuk mengantar sang anak ke sekolah terlebih dahulu.Aljabar melirik dua buah kotak makan yang Chelsea bawa di tas makanannya."Tumben bawa bekalnya banyak banget? Satunya buat Papa ya? Bolehkan?" Goda Aljabar sambil menyetir."Nggak boleh! Ini bekal buat Althail. Soalnya kemalin dia nggak
Rassi sedang menjemput Althair ke sekolah siang itu, terik matahari terasa hangat saat bersentuhan dengan kulitnya. Dia berdiri di samping gerbang sekolah di mana seorang satpam terlihat menghampirinya.Matanya menelisik pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Sedikit cemas karena Althair belum juga keluar dari dalam gedung sekolah sementara teman-teman yang lain sudah berhamburan dan menghampiri penjemputnya."Pak, kok anak saya belum keluar juga ya?" tanya Rassi pada Satpam tersebut."Tadi Bu Intan bilang, Althair sama Chelsea udah pulang sama Pak Aljabar. Papanya Chelsea, Bu. Tadi Bu Intan udah hubungi Pak Aljabar kasih tau kalau Ibu jemput. Kata Pak Aljabar nanti dia yang akan hubungi Bu Rassi sendiri," jelas sang satpam sekolah.Kerut di kening Rassi menjelas.Bagaimana mungkin Aljabar bisa menghubunginya sementara dia tahu Aljabar tidak memiliki nomor ponselnya. Atau, lelaki itu meminta nomornya pada Kinan?Pikir Rassi membatin."Oh ya, tadi Pak Aljabar juga bila
Weekend ini, Kinan berencana untuk mengunjungi pusat perbelanjaan karena persediaan makanan di rumah sudah menipis.Sayangnya, Aljabar tidak bisa mengantar karena lelaki itu bilang dia ada meeting dadakan dengan klien di daerah Bekasi.Alhasil, Kinan pun pergi berbelanja hanya ditemani Chelsea.Setelah puas mengelilingi area perbelanjaan dan mendapatkan semua yang mereka perlukan, Kinan mendorong trolleynya yang sudah penuh ke arah kasir.Namun saat Kinan memberikan kartu kreditnya untuk membayar, kasir mengatakan bahwa kartu tersebut tidak bisa digunakan. Kinan pun mengeluarkan kartu lain dari dompetnya meski dia ragu apakah saldo di kartu itu bisa membayar semua barang belanjaannya, dan sialnya dugaan Kinan benar. Kartunya tak cukup untuk membayar semua barang yang ingin dia beli.Hingga seseorang datang dan menawarkan kartu kepada kasir di sana. "Pakai kartu ini untuk membayar semuanya, Mbak," ucap lelaki itu dengan senyuman lebar. Menatap Kinan penuh kerinduan."Lexi?" Pekik Kina
Sebenarnya Aljabar sudah sejak tadi ingin pulang, hanya saja dia tidak enak pada klien bisnis yang ditemuinya siang ini, yang mengajaknya untuk sekedar minum-minum di sebuah Club malam elit di pusat Jakarta.Sore tadi Chelsea meneleponnya dan mengatakan bahwa anak itu sedang bersama Rassi dan Abraham, padahal yang Aljabar ketahui, harusnya Chelsea hari ini ada bersama Kinan untuk berbelanja kebutuhan bulanan di supermarket langganan mereka.Dan saat Aljabar menanyakan hal itu lebih lanjut ke Rassi, penjelasan Rassi cukup membuat Aljabar terkejut hingga perasaannya benar-benar tidak tenang.Untungnya, klien bisnisnya itu mendapat telepon dari keluarganya yang mengharuskannya untuk lekas pergi dari Club, hingga akhirnya Aljabar pun bisa lekas beranjak dari Club menuju lokasi di mana kini Chelsea berada.Setengah kesal berusaha menghubungi Kinan namun panggilannya itu tak juga dijawab oleh sang istri, Aljabar pun melajukan kendaraannya dengan kecepatan penuh.Sesampainya di sebuah restor
Rassi POV*****"Bagaimana? Sudah di kirim?" Tanyaku pada sosok lelaki yang kini tengah duduk di sofa ruang tamu sebuah apartemen mewah yang kuhuni bersama anakku.Sebuah apartemen yang letaknya bersebelahan dengan apartemen milik Abraham, sang dewa penyelamatku.Pahlawanku.Lelaki berumur 35 Tahun yang kini sukses dalam karirnya sebagai seorang Dokter bedah plastik ternama di Indonesia.Bahkan tak hanya di situ, prestasinya dalam penerapan tekhnik baru bedah plastik yang setara dengan tekhnik tercanggih yang akhir-akhir ini diterapkan di Korea, membuat klinik kecantikan Abraham ramai didatangi para wanita yang ingin menyempurnakan bentuk wajahnya.The Beauty Klinik kini menjadi klinik kecantikan nomor satu di Indonesia dan menjadi incaran artis-artis terkemuka tanah air.Selain memiliki klinik kecantikan, Abraham juga memiliki investasi saham dibeberapa perusahaan besar di Indonesia dan turut membuka usaha di bidang kuliner yang juga semakin maju dengan pesat akhir-akhir ini. Dan hal
Rassi POV*****"Ada apa Rassi? Kenapa kamu menatapku begitu?"Aku terhenyak dari lamunan panjang tentang masa lalu, mendengar ucapan Abraham selanjutnya."Oh, nggak apa-apa, Dokter," balasku sedikit sungkan.Mendapati sikap Abraham yang seringkali salah tingkah jika bersamaku, itu bukan lagi hal baru untukku.Ya, akhir-akhir ini, sejak aku dan Abraham tinggal bersebelahan di apartemen ini, lalu Abraham menjadi lebih sering datang bertandang ke apartemen ini tanpa mengenal waktu, kecanggungan di antara kami memang terasa jauh lebih intens dari sebelumnya.Meski sejauh ini Abraham sama sekali tak menunjukkan indikasi sikapnya yang kurang ajar terhadapku, tapi entah kenapa, aku masih merasa kurang nyaman jika harus berada berdekatan dengannya terlalu lama.Terlebih saat-saat di mana kami hanya berada berdua saja tanpa kehadiran Althair di sekitar kami.Seperti saat ini, ketika Althair kini sudah terlelap dalam mimpi indahnya sementara Abraham masih saja betah berada di apartemen ini ber