Share

7. OTAK SELANGKANGAN!

Atama POV

*****

Cukup sudah.

Aku sudah tidak sanggup membayangkannya. Jika Aku tidak secinta ini padanya, tentu rasa yang aku tanggung tidak akan sesakit ini.

Cinta, Aku tidak yakin apakah kata itu anugerah atau kutukan. Terlalu menyakitkan untuk ditelan.

"Mungkin, kalau aja kamu nggak hamil aku juga nggak akan nikahin kamu. Nikah sama kamu tuh mimpi buruk! Kamu hidup sama aku tapi kamu cuma jadi perempuan gampangan. Penyesalan terbesarku dalam hidup ini adalah, menikahi kamu, Atta!"

"Pulangkan aku, Al." Kaki ini terasa tak lagi mampu menopang tubuh, gravitasi seakan meninggalkanku.

Hanya tangis pilu yang mampu aku suarakan. Aku berharap hidup sialan ini segera selesai. Berharap kematian membuat diriku sedikit berharga. Karena hidup tidak pernah membuatku merasa dibutuhkan.

"Nggak usah drama. Kamu tau dengan jelas siapa antagonisnya!"

Kepercayaan, adalah sebuah hal yang sangat mustahil Aku dapatkan dari suamiku. Aljabar adalah sosok kasar dan arogan. Dan Aku berharap keajaiban akan mengubahnya.

Meski itu entah kapan?

Aljabar meninggalkan aku malam itu, usai pertengkaran untuk ke sekian kali setelah melewati beberapa purnama bersama. Seolah semuanya sama sekali tak berarti. Seolah saling menyakiti adalah bagian dari rutinitas.

*****

Rasa penasaranku tidak berhenti menghantui, aku ingin tahu siapa Wanita itu, aku ingin tahu bagaimana kisah itu dimulai meski pun kisah itu pasti akan menyakiti hatiku.

Aku mengunjungi rumah Mama mertuaku.

Berasumsi, mungkin saja Nando tahu mengenai Aljabar dan kekasih gelapnya.

Pukul empat sore, aku masih punya kesempatan mengobrol dengan Kakak iparku sebelum malam dan harus pulang ke kontrakan. Lagian aku tak punya tempat untuk pulang. Aljabar ternyata bukan rumah bagiku.

"Kak Nando nggak ada, kamu telpon aja, emang ada apa, Ta?" tanya Mama mertuaku beberapa saat setelah aku sampai di sana.

"Nggak ada, Ma. Cuma, ada yang pengin Ata tanyain aja."

"Tentang apa?"

"Tentang Al," jawabku pendek.

"Kamu nggak lagi mata-matain Al, kan?"

"Enggak lah, Ma. Lagipula mata-matain, kaya Ata tim investigasi aja."

"Kali aja, nggak pantes istri cari tau tentang suami tanpa sepengetahuannya."

"Al itu suami Ata, Ma. Jadi Ata berhak tau tentang dia, sama seperti Al berhak tau tentang Ata. Ya udah, Ma. Ata mau cari Kak Nando."

Aku menghubungi Nando setelahnya, kakak iparku itu bilang dia sedang berada di sebuah cafe sore itu. Aku segera menyusulnya dan kutemukan Nando di sebuah cafe kecil bernama Mozza cafe. Tampaknya dia sedang sibuk dengan laptopnya.

Jarinya bergerak lincah mengetik entah apa, aku mengambil tempat duduk tepat di hadapannya, tetapi dia seperti tidak menganggap aku ada.

Dasar keluarga nyebelin!

"Ehem! " Aku berdeham. Berusaha mencairkan suasana, dia melirikku sejenak, sibuk lagi dengan laptopnya.

Fix, demi bikini Bottom dan seisinya, sampai upin-ipin gondrong aku nggak ingin mengobrol dengan makhluk astral ini lagi kecuali urgent.

"Ada apa, Ta. Tumben nyariin?"

"Ada yang penting, Kak."

"Tentang?" Dia berbicara seraya memperhatikan benda berlayar persegi itu tanpa henti. Seolah aku tidak penting, atau mungkin aku yang mengganggu?

"Ganggu ya, Kak?" Tanyaku pada akhirnya, seraya bergerak, bangun dari tempat dudukku. Lebih baik aku pergi, tidak ada gunanya bicara dengan orang sok sibuk seperti itu.

"Tunggu, Ta. Sorry bukannya gitu. Duduk lagi, ya,"

Nando menutup laptopnya, memasukkannya ke dalam tas ranselnya.

"Kan, Kakak sibuk?"

"Nggak sibuk banget, kok! Itu tadi ngetik hasil kerja yang udah kelar kemarin buat dikirim ke Pak Haris, dibutuhin cepet soalnya. Bosen ngerjain di rumah jadi aku bawa ke sini. Kamu ada apa?"

"Ata pingin tanya ke Kakak sesuatu. Barangkali Kakak tau."

"Tentang?"

"Kinan, siapa dia?"

Nando memutar bola matanya, membuatku tidak mampu membaca apa yang tersirat dari ekspresinya.

"Kamu tau darimana tentang dia?"

"Kakak hanya harus jawab, nggak susah kan, Kak. Atau Kak Nando tau tapi menutupinya karena Al adiknya Kak Nando?"

"Enggak gitu, Ta."

"Jadi Kakak tau siapa dia?"

Nando menatapku sekilas lalu menghela napas panjang. Mengangguk samar dan menatapku kembali.

"Siapa dia, Kak? Sejauh mana hubungan Aljabar sama dia?"

"Soal sejauh mana, Kakak nggak tau, tapi kalau mereka ada hubungan aku tau. Namanya Kinanta Aurelia Wilhelmina, selain teman kecil Al sebelum kami meninggalkan Jakarta dan menetap di Bandung, dia juga cinta pertama Al. Usianya lima tahun lebih tua. Dia meninggalkan Al lalu menikah. Sekarang dia udah bercerai dan tinggal di Bandung sejak lima bulan lalu," jelasnya.

Nando kembali membuka laptopnya, membuka file foto dan menunjukkannya padaku.

"Cewek yang pakai baju kuning itu Kinan, itu waktu mereka masih SMP dan makan malam bersama dua keluarga. Keluarga kami cukup dekat, karena sejak kecil memang bertetangga."

Aku menatap sejenak foto itu, memperbesar fotonya, wajah manis dengan rambut ikal mayang sebahu. Cantik sih, tapi brengsek karena sudah berani menggoda suamiku!

"Sejak kapan mereka dekat?"

"Mereka sering jalan bareng, coba kamu tanya sama Wahyu, dia sahabat Al, ke mana-mana sama dia, mungkin dia tau sesuatu."

"Ini kontaknya Wahyu," Nando menyodorkan secarik kertas yang telah dibubuhi nomor berjajar rapi.

"Makasih, Kak."

"Kamu nggak harus bertahan dengan apa yang kamu pilih, apalagi jika jalan yang kamu pilih jalan yang salah. Kamu bisa memulai semuanya dari awal, Ta. Kamu nggak harus sakit hati." Ucap Nando kemudian, menatapku lekat, sementara aku mengusap perutku pelan, lalu menunduk.

"Aku nggak bisa ninggalin dia, Kak." Air mataku menitik, tidak mungkin aku sanggup bersembunyi dari rasa sakit yang menggigit.

"Tapi kamu berhak bahagia, Ata,"

"Aku nggak akan bahagia kalo nggak sama dia," ucapku sedih.

"Tapi kamu juga nggak bahagiakan, sama dia?"

"Gimana bisa aku ninggalin dia, Kak. Kalo ngebayangin aja aku nggak sanggup. Dan anak ini, gimana nasibnya nanti?"

"Jangan terlalu dipikirin, aku tau Al sayang sama kamu, aku bakal bantu kamu buat ngomong sama dia tentang Kinan. Aku harap Kinan memang cuma masa lalu dia."

Aku mengangguk pelan.

"Aku masih ada urusan, kamu bisa pulang sendiri kan?"

"Iya, Kak."

"Perlu aku telepon Al supaya dia jemput kamu? Ini udah mulai malem, kayaknya Al bakal nyariin."

"Biarin aja, iya kalo dia masih inget punya istri. Nggak usah ditelepon, Kak."

"Ya udah, aku balik." Nando pun berlalu dari hadapanku, memperluas jarak denganku, meninggalkan aku yang masih terpekur menangisi takdir. Namun sejenak kemudian, lelaki yang kini berstatus kakak iparku itu berhenti sejenak untuk menoleh, bukan, Nando bukan hanya menoleh, tapi dia berbalik.

Berbalik seraya berjalan cepat kembali mendekatiku. Menarik tubuhku ringkihku yang masih terduduk di kursi hingga aku terjengit berdiri.

Lalu...

Sebuah pelukan hangat terasa mendekap ragaku.

"Maafin Al, Ta. Kamu nggak pantes nangisin dia." Bisik Nando saat dia memelukku.

Sadar bahwa apa yang terjadi ini salah, aku pun lekas menarik diri dari pelukannya.

Tidak, ini tidak benar. Ada sesuatu yang kurasa tidak pada tempatnya. Nando dan juga tatapan anehnya, dan kini?

"Sorry-sorry, aku nggak ada maksud apa-apa." Ucap Nando seolah-olah membenarkan apa yang baru saja dia lakukan.

"Nggak apa-apa Kak. Santai aja. Kakak bisa pergi sekarang. Maaf ya, Ata udah ganggu Kakak." Ucapku yang masih belum bisa move on dari rasa terkejut akibat pelukan mendadak yang diberikan Nando tadi.

"Jangan sedih terus, liat deh. Kamu makin kurus belakangan ini,"

"Iya kak, terima kasih atas perhatiannya," ucapku kemudian hingga setelahnya Nando pun benar-benar pergi bahkan tanpa lelaki itu menoleh kembali ke arahku.

Sepeninggal Nando, cepat-cepat kuambil ponselku untuk menelepon nomor yang diberikan Nando tadi, nomor lelaki bernama Wahyu yang katanya teman dekat suamiku.

"Halo, bener Ini Mas Wahyu?"

"Siapa ya?"

"Istrinya Al,"

"Oh, Mbak Ata?"

"Iya," jawabku cepat sambil mengangguk, tak peduli yang di seberang sana tak akan melihat anggukanku.

"Mas Wahyu suka bareng Aljabar ke mana aja kan?"

"Iya,"

"Mas Wahyu kenal sama cewek yang namanya Kinan?"

Suara Wahyu cukup lama terdengar saat aku mulai membahas Kinan. Itu artinya, apa yang dikatakan Aljabar kemarin benar?

"Ya, aku kenal Kinan," jawab Wahyu setelah lelaki itu cukup lama terdiam.

"Kalau boleh tau, kira-kira kemana aja Al sering pergi sama Kinan?"

"Wah, kalau soal itu, aku nggak mau ikut campur deh, Mba Ta. Mba bisa tanya sendiri deh sama suaminya, lagian aku cuma orang luar yang nggak berhak ngomong apa-apa ke Mba."

"Ata, aku belum setua itu buat dipanggil mba, kalo Mas Wahyu ada di posisiku, apa Mas juga tetep bakal ngomong kayak gitu?" Aku terdiam sepersekian detik. "Lagian kalau aku bisa tanya sendiri sama Al, aku juga nggak akan ribet nyari tau ke Mas Wahyu. Emangnya ada maling yang mau ngaku?" lanjutku dengan sedikit letupan amarah.

"Oke, tapi aku nggak banyak tau tentang mereka. Lagian buat apa aku ngurusin mereka juga."

"Kemana Al sering pergi ama cewek itu, Mas?"

"Paling nemenin belanja atau nggak, nonton, terakhir aku tau Al beliin Kinan ponsel. Tapi, ya balik lagi, aku nggak tau sejauh mana hubungan mereka. Cowokkan gitu, Ta. Mana mungkin mau korban duit kalo nggak ngapa-ngapain."

Jemariku mengepal erat, dari mana dia dapat uang untuk membeli ponsel?

"Coba aja kamu komunikasi lagi sama Al, kalo emang udah nggak bisa ngerem yang di bawah perut mending buang aja, Ta. Ganti yang baru, jangan bego, cowok bukan dia aja kan?"

"Apa menurut Mas Wahyu mereka udah sejauh itu?"

"Yah, aku nggak tau. Kan tadi aku udah bilang coba tanya dia, komunikasi lagi gimana enaknya. kalo dia udah ngamar, ya mana tahu, orang aku nggak diajakin kok," jawabnya santai dan tampak seperti sedang melawak.

"Lagian nih, Ta. Cowok kalo sekalinya udah selingkuh, buat apa dipertahanin. Nyiksa diri banget. Kalau kamu ngerasa cakep, aku masih single loh... dan aku setia."

"Maaf, Mas. Cari aja di biro jodoh!" ucapku kesal.

"Jangan lupain ini, ada sesuatu yang bisa aku banggain dan bikin cewek happy banget, bisa bikin ketagihan deh. Ukuran panjang 17cm dengan ketebalan 25cm, real, bayangin aja gimana rasanya, Mba Ta."

"Anj*ng!" Kataku sambil mematikan sambungan telepon.

Nggak Aljabar, nggak temennya, semua brengsek!

Otak selangkangan!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status