Rassi sedang menjemput Althair ke sekolah siang itu, terik matahari terasa hangat saat bersentuhan dengan kulitnya. Dia berdiri di samping gerbang sekolah di mana seorang satpam terlihat menghampirinya.Matanya menelisik pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Sedikit cemas karena Althair belum juga keluar dari dalam gedung sekolah sementara teman-teman yang lain sudah berhamburan dan menghampiri penjemputnya."Pak, kok anak saya belum keluar juga ya?" tanya Rassi pada Satpam tersebut."Tadi Bu Intan bilang, Althair sama Chelsea udah pulang sama Pak Aljabar. Papanya Chelsea, Bu. Tadi Bu Intan udah hubungi Pak Aljabar kasih tau kalau Ibu jemput. Kata Pak Aljabar nanti dia yang akan hubungi Bu Rassi sendiri," jelas sang satpam sekolah.Kerut di kening Rassi menjelas.Bagaimana mungkin Aljabar bisa menghubunginya sementara dia tahu Aljabar tidak memiliki nomor ponselnya. Atau, lelaki itu meminta nomornya pada Kinan?Pikir Rassi membatin."Oh ya, tadi Pak Aljabar juga bila
Weekend ini, Kinan berencana untuk mengunjungi pusat perbelanjaan karena persediaan makanan di rumah sudah menipis.Sayangnya, Aljabar tidak bisa mengantar karena lelaki itu bilang dia ada meeting dadakan dengan klien di daerah Bekasi.Alhasil, Kinan pun pergi berbelanja hanya ditemani Chelsea.Setelah puas mengelilingi area perbelanjaan dan mendapatkan semua yang mereka perlukan, Kinan mendorong trolleynya yang sudah penuh ke arah kasir.Namun saat Kinan memberikan kartu kreditnya untuk membayar, kasir mengatakan bahwa kartu tersebut tidak bisa digunakan. Kinan pun mengeluarkan kartu lain dari dompetnya meski dia ragu apakah saldo di kartu itu bisa membayar semua barang belanjaannya, dan sialnya dugaan Kinan benar. Kartunya tak cukup untuk membayar semua barang yang ingin dia beli.Hingga seseorang datang dan menawarkan kartu kepada kasir di sana. "Pakai kartu ini untuk membayar semuanya, Mbak," ucap lelaki itu dengan senyuman lebar. Menatap Kinan penuh kerinduan."Lexi?" Pekik Kina
Sebenarnya Aljabar sudah sejak tadi ingin pulang, hanya saja dia tidak enak pada klien bisnis yang ditemuinya siang ini, yang mengajaknya untuk sekedar minum-minum di sebuah Club malam elit di pusat Jakarta.Sore tadi Chelsea meneleponnya dan mengatakan bahwa anak itu sedang bersama Rassi dan Abraham, padahal yang Aljabar ketahui, harusnya Chelsea hari ini ada bersama Kinan untuk berbelanja kebutuhan bulanan di supermarket langganan mereka.Dan saat Aljabar menanyakan hal itu lebih lanjut ke Rassi, penjelasan Rassi cukup membuat Aljabar terkejut hingga perasaannya benar-benar tidak tenang.Untungnya, klien bisnisnya itu mendapat telepon dari keluarganya yang mengharuskannya untuk lekas pergi dari Club, hingga akhirnya Aljabar pun bisa lekas beranjak dari Club menuju lokasi di mana kini Chelsea berada.Setengah kesal berusaha menghubungi Kinan namun panggilannya itu tak juga dijawab oleh sang istri, Aljabar pun melajukan kendaraannya dengan kecepatan penuh.Sesampainya di sebuah restor
Rassi POV*****"Bagaimana? Sudah di kirim?" Tanyaku pada sosok lelaki yang kini tengah duduk di sofa ruang tamu sebuah apartemen mewah yang kuhuni bersama anakku.Sebuah apartemen yang letaknya bersebelahan dengan apartemen milik Abraham, sang dewa penyelamatku.Pahlawanku.Lelaki berumur 35 Tahun yang kini sukses dalam karirnya sebagai seorang Dokter bedah plastik ternama di Indonesia.Bahkan tak hanya di situ, prestasinya dalam penerapan tekhnik baru bedah plastik yang setara dengan tekhnik tercanggih yang akhir-akhir ini diterapkan di Korea, membuat klinik kecantikan Abraham ramai didatangi para wanita yang ingin menyempurnakan bentuk wajahnya.The Beauty Klinik kini menjadi klinik kecantikan nomor satu di Indonesia dan menjadi incaran artis-artis terkemuka tanah air.Selain memiliki klinik kecantikan, Abraham juga memiliki investasi saham dibeberapa perusahaan besar di Indonesia dan turut membuka usaha di bidang kuliner yang juga semakin maju dengan pesat akhir-akhir ini. Dan hal
Rassi POV*****"Ada apa Rassi? Kenapa kamu menatapku begitu?"Aku terhenyak dari lamunan panjang tentang masa lalu, mendengar ucapan Abraham selanjutnya."Oh, nggak apa-apa, Dokter," balasku sedikit sungkan.Mendapati sikap Abraham yang seringkali salah tingkah jika bersamaku, itu bukan lagi hal baru untukku.Ya, akhir-akhir ini, sejak aku dan Abraham tinggal bersebelahan di apartemen ini, lalu Abraham menjadi lebih sering datang bertandang ke apartemen ini tanpa mengenal waktu, kecanggungan di antara kami memang terasa jauh lebih intens dari sebelumnya.Meski sejauh ini Abraham sama sekali tak menunjukkan indikasi sikapnya yang kurang ajar terhadapku, tapi entah kenapa, aku masih merasa kurang nyaman jika harus berada berdekatan dengannya terlalu lama.Terlebih saat-saat di mana kami hanya berada berdua saja tanpa kehadiran Althair di sekitar kami.Seperti saat ini, ketika Althair kini sudah terlelap dalam mimpi indahnya sementara Abraham masih saja betah berada di apartemen ini ber
Hari ini Rassi akan memenuhi panggilan interview di perusahaan Wira Makmur Grup.Setelah memperlihatkan CV-nya, Rassi berhadapan dengan seorang wanita yang tersenyum hangat, menyambut kedatangannya di depan ruangan Direktur Utama."Ibu Rassi Pramudita?"Rassi mengangguk mengiyakan. Menghampiri panggilan tersebut dan sesekali membenahi pakaiannya.Sepatu hak tinggi Rassi memijak lantai perlahan setelah duduk di ruang tunggu. Surai lurus panjangnya dia biarkan tergerai hingga menambah kesan anggun pada penampilannya pagi ini.Rok sepan hitam di atas lutut dengan kemeja putih memperjelas bahwa dirinya adalah seorang pelamar."Anda sudah ditunggu Pak Aljabar di dalam," kata wanita tadi, membukakan pintu untuk Rassi, seolah Rassi adalah seorang tamu penting.Merasa ini berlebihan, Rassi pun meraih daun pintu dan menutup sendiri pintu itu, tak lupa dia mengucapkan terima kasih pada wanita tadi dengan senyuman ramahnya.Wanita tadi mengangguk lalu berlalu dari pintu begitu pintu tersebut dit
Angin malam berhembus dingin.Aljabar berdiri di balik dinding kaca kamar tidurnya di lantai dua yang bersebelahan dengan kamar Chelsea.Menatap ke sebuah mobil pribadi yang terparkir di halaman rumahnya. Mobil pribadi yang baru saja mengantar Kinan, sang istri pulang.Tawa lebar Kinan saat wanita itu keluar dari mobil tak terlihat seperti dia baru saja keluar dari taksi online. Bahkan tatapan Kinan seperti lekat pada sosok supir taksi online tersebut.Saat itu, Aljabar masih di sana, mengetik sebuah pesan pada security yang berjaga di kediaman rumahnya, sebelum akhirnya dia melangkah keluar dari kamar, hendak menyambut kedatangan Kinan."Eh Mas, kamu udah pulang?" Tanya Kinan begitu masuk ke dalam rumah dan melihat Aljabar sedang berjalan menuruni tangga.Aljabar tersenyum dan mengangguk. "Ya, klienku dari Singapura nggak jadi ke Jakarta hari ini, jadi pertemuan kami dibatalkan," jawab Aljabar apa adanya. "Gimana acara reuninya? Lancar?" Tanya Aljabar kemudian. Langkah lelaki berpiya
Hari yang melelahkan.Pekerjaan kantor semakin menyita waktu Aljabar karena sampai detik ini Nando belum juga kembali.Waktu Maghrib sudah lewat sejak tadi, Aljabar terlihat keluar dari sebuah aula sebuah Hotel, di mana dirinya baru saja menghadiri acara pertemuan besar dengan beberapa kolega bisnisnya.Lelaki itu berjalan menuju mobilnya, di mana Rassi dan supir pribadi sudah menunggunya.Aljabar baru saja melepas jas hitam yang dikenakannya, mengendurkan dasi dengan membuka satu kancing kemeja atasnya yang terasa mencekik leher. Lelaki itu berjalan semakin dekat ke arah Rassi yang baru saja membukakan pintu mobil untuknya.Semilir angin malam membelai wajah Rassi, mengembuskan rambutnya yang tergerai dan menjadikannya menari-nari. Wanita itu tersenyum menyambut kedatangan Aljabar. Dan senyumannya itu sukses membuat Aljabar terpana sesaat. Terlebih dengan gaun hitam yang kini dikenakan Rassi, membungkus tubuh langsing nan mungil itu dengan sempurna, membuatnya menjadi seratus kali li