Sesampainya Rassi di apartemennya, setelah mengecek keberadaan Althair dan Chelsea yang sudah tertidur pulas, Rassi pun lekas mendatangi apartemen Abraham untuk menagih penjelasan mengenai apa yang diketahui Arlan tentang dirinya.Rassi menjadi terkejut luar biasa ketika dia mendengar sendiri pengakuan dari mulut Abraham saat itu."Ya, aku yang sudah memberitahu Arlan tentang siapa sebenarnya kamu, Rassi. Jujur saja, aku sudah muak dengan semua sandiwara ini. Kedekatanmu dengan Aljabar dari ke hari membuatku semakin yakin bahwa kamu masih mencintai Aljabarkan? Jadi, untuk apalagi kamu harus tetap bersandiwara menjadi Rassi? Sudahi semua sandiwaramu sampai di sini, Rassi, sebelum semuanya terlambat. Althair berhak tau siapa Ayah kandungnya!"Rassi tergugu di tempatnya berdiri.Kelopak matanya memanas dalam sekejap. Memancing air mata itu keluar.Tak ada yang salah dari apa yang baru saja dikatakan Abraham, hanya saja, Rassi benar-benar merasa seperti wanita jahat sekarang. Bahkan setel
Diantar oleh Abraham, pagi ini, Rassi sudah berhadapan dengan kedua orang tuanya, di kediaman pribadi keluarga Atama.Rama dan Lyra, orang tua Rassi a.k.a Atama, termasuk Arlan dan Wulan kini sudah berkumpul di ruang keluarga menyambut kedatangan Rassi dan Abraham serta dua bocah cilik Althair dan Chelsea yang saat ini sedang diajak bermain ke taman belakang oleh salah satu asisten rumah tangga di sana.Seluruh keluarga sudah berkumpul setelah Arlan memberitahu mereka bahwa hari ini mereka akan kedatangan tamu spesial yang sangat istimewa.Setelah memperkenalkan diri satu sama lain, ke enam orang itu kini sudah duduk di sofa ruang keluarga, menikmati jamuan."Ayo silahkan di minum tehnya, Nak Rassi, Nak Abraham," ucap Lyra selalu Ibunda Arlan pada kedua tamunya.Sesungguhnya perasaan Rassi saat ini sudah benar-benar tidak karuan.Terhitung sejak pertama kalinya dia harus kembali berhadapan dengan orang tua yang telah membesarkannya dan mengurusnya sejak kecil. Sosok orang tua yang ses
Kinan sudah membawa Chelsea bersamanya, keluar dari kediaman Atama, saat lagi dan lagi pikiran wanita itu terus berputar-putar pada apa yang tadi dia lihat dan dia dengar dari percakapan orang-orang di dalam rumah itu begitu dia tiba di sana.*"Althair ini paling suka dengan mie, sama seperti Atama, Ibunya," ucap Abraham saat itu."Woah, iya dong pasti, Atama itu kalau sudah makan Mie kayak orang kesetanan! Nggak bisa berhenti," sahut Lyra yang disusul bibir cemberut dari Rassi."Aku kan suka Mie dulu gara-gara Mama jarang masak, hahaha," balas Atama yang masih terus bermanja-manja ria di pelukan Lyra.*Ya, Kinan mendengar semuanya.Bagaimana cara Tante Lyra memperlakukan Rassi seolah dia memperlakukan Atama.Lalu panggilan Atama yang juga ditujukan pada Rassi oleh seluruh pihak keluarga.Terlebih, saat Abraham mengatakan bahwa Ibu Althair adalah Atama?Sungguh, apa arti dari semua ini?Jika memang bukan karena suatu kepentingan, untuk apa juga Rassi dan Abrahan berada di kediaman A
Rasanya, seperti baru saja dihempaskan ke bumi dari langit ke tujuh, ketika Atama mendengar kabar dari Arlan bahwa Aljabar mengalami kecelakaan.Saat itu, di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Atama terus berpikir dan berpikir, apa yang harus dia lakukan nanti?Apa yang harus dia katakan di hadapan kedua orang tua Aljabar, di hadapan Nando?Sungguh, dia benar-benar bingung.Sesampainya di rumah sakit, Atama melihat orang tua Aljabar juga Nando berada di ruang tunggu yang berhadapan dengan ruang operasi.Itu artinya, kondisi Aljabar cukup mengkhawatirkan."Gimana keadaan Aljabar, Nan?" Tanya Arlan dengan wajah khawatir.Atama bisa melihat tatapan heran yang ditujukan keluarga Aljabar saat melihat Arlan yang datang bersama keluarga besarnya, termasuk dirinya.Sebab, yang Atama ketahui dari Arlan, bahwa hubungan keluarganya dengan keluarga Aljabar menjadi kurang baik sejak Atama dinyatakan meninggal, terlebih saat keluarga Atama mengetahui bahwa Aljabar menikah dengan Kinan.Mereka
Tangis haru tampak pecah di depan ruang operasi ketika kedua orang tua Aljabar dan Nando mengetahui hal yang sebenarnya mengenai Atama.Tahu bahwa Atama sang menantu masih hidup, terlebih dengan keberadaan cucu mereka yaitu Althair yang memang sangat mirip dengan Aljabar, membuat harapan mereka akan kembalinya sosok Aljabar yang dulu seketika muncul ke permukaan."Selama ini, meski sudah hidup bersama Kinan, tapi Mama tak pernah melihat Aljabar bisa tertawa bahagia, lepas seperti dulu saat Aljabar masih berpacaran dengan kamu, Ata. Mama tau, Aljabar sudah salah dengan menyia-nyiakan kamu setelah kalian menikah, tapi percayalah, Aljabar waktu itu hanya belum bisa menerima keadaan. Aljabar masih sangat labil untuk bisa mengerti apa itu arti tanggung jawab." Ucap Widya dalam tangis.Meski hal ini sulit untuk dipercaya, Widya dan Aryan benar-benar bersyukur jika kenyataannya, Atama memang masih hidup. Terlebih sosok Atama dengan wajahnya yang baru terlihat sangat cantik saat ini."Percaya
Tatapan Atama tak lepas memandang tubuh laki-laki yang dia cintai, tergolek lemah di dalam ruang ICU dengan berbagai peralatan medis yang menempel di tubuhnya.Atama terus mengusap air mata yang mengalir deras di pipi, seolah tak mau berhenti, meski waktu sudah berlalu beberapa jam namun tangisan Atama tak kunjung reda.Rasa bersalah itu kian menggerogoti hati dan jiwanya. Menikam sanubarinya. Meruntuhkan asanya.Atama merasa bersalah karena tak juga berbicara jujur pada Aljabar akan siapa dirinya. Hingga Aljabar yang terlalu putus asa mengalami kecelakaan seperti ini. Mungkin, jika saja Atama bisa sedikit menurunkan egonya saat melihat Aljabar yang sudah hampir mati akibat terlalu tenggelam dalam penyesalan dan keputusasaan, kejadiannya tidak akan seperti ini.Aljabar tidak harus berakhir di dalam ruang ICU ini.Sungguh, Atama benar-benar menyesali perbuatannya!"Mama yakin dia akan segera sadar Ata, ayo kita duduk. Istirahat dulu," ajak Widya menghampiri sang menantu, kasihan meliha
"Sa-saya, tidak mengingat apa pun Dok!" ucap Aljabar sedikit bingung, tatapannya masih terus mengerjap dengan kepala yang menunduk.Suasana dalam ruangan pun seketika hening, dokter terdiam sejenak lalu mengerutkan keningnya. Tarikan napas sang dokter sepertinya mengisyaratkan bahwa ada hal yang tidak beres tengah terjadi pada Aljabar.Atama menutup mulut dengan tangannya, tak menyangka jika Aljabar akan kehilangan ingatannya. Kakinya terasa lemas seperti tidak ada tulang di dalamnya. Namun dia tak mau menyerah, berusaha untuk tetap membantu mengingatkan Aljabar."Al, aku Rassi, aku Atama. Kami orang yang sama. Tidak mungkin kamu tidak mengingat apapun tentang kami? Coba ingat-ingat lagi Aljabar!" pinta Atama sedikit memaksa agar Aljabar mengingat dirinya, suaranya parau menahan tangis.Atama merasa syok dan kecewa, kenyataan Aljabar tak mengenal dirinya, baik sebagai Atama atau Rassi. Padahal dia ingin meminta maaf atas ketidakjujuran dirinya.Aljabar hanya menatap wajah Atama dingin
"Awalnya, saya berpikir, benturan keras di kepala Pak Aljabar saat dia mengalami kecelakaan akan mempengaruhi fungsi otaknya sehingga menyebabkan memorinya terganggu dan kami biasa menyebut istilah ini dengan amnesia retrograde. Tapi sejauh ini, pasien yang mengalami Amnesia Retrograde biasanya akan lupa dengan semua peristiwa yang dia alami di masa lalu. Dan setelah mendengar cerita Nona tadi, bahwa Aljabar tak sepenuhnya lupa dengan apa yang dia alami sebelum kecelakaan itu terjadi, itu artinya, apa yang dialami Pak Aljabar berbeda kasus dengan pasien-pasien amnesia yang sebelumnya sudah pernah saya tangani. Nanti, saya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan jika sudah mengetahui hasilnya, saya akan kabari Nona Atama secepatnya." jelas seorang Dokter muda bernama Diki yang kini menangani perawatan Aljabar di rumah sakit.Hari itu juga, setelah pertanyaan demi pertanyaan yang Aljabar lontarkan pada Atama dan Nando di ruang rawat tadi, sementara Atama dan Nando tak tahu harus men