Share

129 - Topeng Kaisar

Author: Luna Maji
last update Last Updated: 2025-11-16 18:04:51
Cailin menggenggam tangan Shangkara lebih erat, menunggu jawabannya. Mata gadis itu jernih dan penuh kecemasan, sementara Shangkara masih diam, menyusun kata-kata yang bisa menutupi badai sesungguhnya di dalam hatinya.

Akhirnya, napas Shangkara keluar pelan.

“Aku … gelisah karena beberapa hal.” Suaranya tenang, tapi nada berat itu tidak bisa ia sembunyikan. “Pertama, Selir Ibu. Jika benar ia kembali ke Saharath, maka apa pun bisa terjadi. Dia bukan tipe yang menyerah.”

Cailin mengangguk, ekspresinya khawatir. “Dan itu di luar wilayah kekuasaanmu,” kata Cailin, logis. “Kau tidak bisa menangkapnya.”

“Benar. Dan justru itulah yang membuatku gelisah.” Shangkara memandang jauh ke jendela. “Dan ada satu hal lagi,” lanjut Shangkara, kali ini menatap langit yang tampak dari jendela balai. “Ikatan Qi antara aku dan Daiyu … masih ada. Trauma yang dia alami … ikut mengguncang aliran Qi-ku.”

Cailin terdiam, lalu memegang wajah Shangkara lembut. “Kau masih bisa merasakan rasa sakitnya?”

“Sedikit.”
Luna Maji

Jadi, sebelum ada yang bilang, “loh, kok ada kata bibinda?” iya, itu emang aku yang bikin 😌✨. Di dunia yang penuh drama ini, masa panggilan buat bibi cuma “bibi” doang? Kurang megah, kurang vibes, kurang istana 👑. Jadi akhirnya aku ngikutin pola kata arkais kayak ayahanda, ibunda, kakanda—semuanya pakai akhiran –nda buat kesan lembut dan terhormat. Jadi “bibi” + “–nda” = bibinda. Simple ✍️ Namanya juga fiksi, boleh dong sedikit kreasi biar dunianya lebih hidup. Lagian, ngaku deh … “Bibinda” tuh kedengerannya manis banget, kan? 💖 Walo tokoh aslinya asem pahit sih

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Luna Maji
terimakasih kak ria, dukung terus cailin shangkara yuk
goodnovel comment avatar
ria lestari
td pas baca bab 129 ada kata bibinda, terlintas dipikiran hehehe.... bibinda.... ngarang. Pas baca penjelasan disini, ternyata emang ngarang, tp ngarang yg beralasan, siip lah lanjutkan... ... Tp menurut aku, bibinda gak kedengaran manis, tp lucu...menggelikan ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    184 - ke Bawah

    Cahaya tipis jatuh dari celah di langit-langit ruang sempit itu. Lian duduk bersandar pada dinding batu, napasnya masih belum sepenuhnya teratur. Gulungan kulit binatang itu ia genggam erat, seolah menggenggam benda itu adalah satu-satunya cara untuk menahannya agar tidak hanyut oleh ketakutan. Pasir masih berdesir di lorong luar—suaranya halus, sabar, seperti sesuatu yang tidak perlu terburu-buru karena tahu buruannya kehabisan ruang. Ia menatap sekeliling. Ruangan ini tidak besar. Dinding-dindingnya dipahat rapi, sudut-sudutnya bersih. Batu lantainya rata, bahkan aus di beberapa bagian—seperti sering diinjak. Lian bangkit perlahan, mengabaikan nyeri di rusuknya. Ia melangkah tertatih, menelusuri dinding dengan ujung jarinya. Di sana—di balik lapisan lumut kering—ia menemukan sesuatu yang berbeda. Sebuah pola goresan yang hampir hilang—alur tipis berulang, seperti arah hembusan angin yang dipahat dengan sengaja. Lian meletakkan telapak tangannya di dinding itu. Udar

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    183 - Catatan

    Lian menahan napas di balik celah batu yang sempit. Dari kejauhan, suara langkah menggema di aula kuil. “Lian,” suara Ravia terdengar dingin, menggema di antara pilar batu. “Aku tahu kau belum pergi jauh.” Lian menelan ludah. Ia merapatkan tubuh ke dinding, menahan gemetar. Pasir di lantai berderak pelan, seolah merespons langkah Ravia. Suara itu terlalu dekat. Terlalu tenang. Ia menggeser tubuhnya sedikit, meraba dinding di sekelilingnya. Jarinya menyentuh permukaan batu yang berbeda—lebih halus, penuh ukiran tua yang nyaris terhapus waktu. Ia terus merayap pelan di lorong sempit itu, menggeser tubuhnya beberapa senti lebih dalam. Udara di sini pengap, berbau debu tua dan sesuatu yang busuk. Cahaya dari aula utama tidak bisa menembus masuk, memaksanya meraba-raba dalam kegelapan total. Setiap pergerakannya menyiksa. Rusuknya yang memar bergesekan dengan dinding batu, menciptakan rasa nyeri y

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    182 - Bertahan

    Di ruangan altar Kuil Tua, saat Ravia menyentuh dahi Lian, rasa sakit tajam menghantam kepala Lian. Pasir di lantai kuil bergetar pelan, mengikuti irama yang tidak bisa ia pahami. Lilin-lilin ungu di sekeliling ruangan menyala stabil, nyalanya tenang. Ravia berdiri di hadapannya. “Tenanglah,” kata wanita itu lembut. “Ini cuma sakit sedikit,” katanya, seolah rasa sakit adalah hal sepele. Lian menggertakkan gigi. Ia mencoba menggerakkan jarinya. Tidak bisa. Tubuhnya terasa terlalu berat. Ia mencoba mengangkat kakinya. Gagal. “Tidak perlu melawan,” bisik Ravia. “Aku hanya mengubah arah.” “Takdir bukan benda,” desis Lian. “Kau tidak bisa mengarahkannya sesukamu.” “Tentu saja bisa.” Ravia tersenyum tipis. “Aku membentuk jalurnya.Padahal kau angin—tapi kau memilih diam. Kau tahu?” Ia mendekat ke telinga Lian. “Angin bisa mendorong gadis bulan itu menjauh, atau menarik Kaisar ke pelukanmu. Tapi kau …,” Ravia memutar jarinya di dahi Lian. “... malah bermain dengan pengawal itu.”

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    181 - Arah

    Pagi itu, Istana Vermilion tidak diselimuti duka, melainkan ketidaksabaran.Daiyu sudah mati, tapi Dewan Tetua belum puas.Mereka mencium sesuatu—bukan kebenaran, melainkan kesempatan.Guru Fen membuka pintu kamar pribadi kaisar.“Yang Mulia, Dewan memanggil sidang darurat. Mereka gelisah soal pemakaman Daiyu. Mereka menuntut pemeriksaan formal.”Shangkara membuka mata, pelan. “Tentu saja,” gumamnya. Ia berdiri. Kakinya sempat goyah, tapi ia menegakkan punggungnya sebelum siapa pun sempat melihat.Guru Fen menatapnya cermat. “Kau akan kesana?”“Aku Kaisar,” jawab Shangkara. “Kalau aku tidak muncul, mereka akan mencium kelemahan.”Ia melangkah pergi.Matahari sudah tinggi ketika pintu Ruang Dewan terbuka.Para Tetua yang sejak tadi ribut menuntut penjelasan langsung terdiam.Shangkara melangkah masuk. Ia mengenakan jubah kebesaran Vermilion lengkap dengan mahkotanya. Wajahnya meman

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    Bab Bonus — Catatan Penulis (Tentang Sunyi yang Disengaja)

    Di titik ini, mungkin ada yang berpikir: “Kok ceritanya jadi sepi?” Atau lebih jujur lagi: “Ini nggak serame dulu.” Kabar baiknya: kalian tidak salah. Kabar buruknya: Luna juga tahu. Bab-bab terakhir ini memang agak berat dan datar. Tidak ada kemenangan besar. Tidak ada ledakan panjang yang memuaskan. Yang ada justru orang-orang yang pergi diam-diam, kalah tanpa tepuk tangan, dan memilih keputusan yang rasanya salah di mata siapa pun—kecuali diri mereka sendiri. Sebagai penulis, ini bagian yang paling tidak ramah pembaca. Dan mungkin, paling tidak ramah untuk Luna sendiri. Karena jauh lebih mudah menulis adegan hebat daripada menulis konsekuensinya. Lebih mudah membuat karakter menang, daripada membiarkan mereka tertinggal, tertipu, atau terluka tanpa bisa membalas. Kalau semua ini terasa tidak “rame”, itu karena cerita sedang berhenti memanjakan. Luna paham jika ada yang berhenti di sini. Luna juga paham jika ada yang bertanya-tanya apakah cerita ini kehilangan arah. Ya

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    180 - Angin & Pasir

    Bilah angin pertama Lian melesat.Ravia mengangkat tangan sedikit. Pasir dari botol di pinggangnya keluar seperti cambuk yang menepis bilah angin. Cambuk pasir itu mengenai bilah angin Lian dan serangan itu buyar seketika.Lian tidak menahan diri. Ia memutar tubuhnya, menyalurkan Qi yang dimilikinya ke ujung-ujung jari.Angin berdesing tajam, membelah udara lembap di Hutan Barat.Puluhan bilah angin melesat serentak ke arah Ravia, cukup tajam untuk memotong batang pohon di hadapannya.Ravia tidak bergeser sejengkal pun. Ia hanya tersenyum tipis, mengeluarkan pasirnya lagi dari botol yang menggantung di pinggangnya.Pasir itu bergerak cepat. Dalam sekejap mata, pasir itu memadat di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status