"Argh...
"Dimana aku?" Seraya memegangi kepalanya, anak kecil itu bertanya kepada diri sendiri. dia kemudian berdiri dan memegangi perutnya yang sudah keroncongan. Dia hanya manusia fana dan tidak bisa berkultivasi, jadi wajar dia merasa kelaparan. Sedangkan kultivator meski tak makan mereka hanya menyerap energi spritual sebagai energi. "Apakah tidak ada makanan di sini? Sudah berapa lama aku di sini?" Sambil berjalan, anak kecil tersebut hanya berbicara tak jelas kepada diri sendiri. Ketika sedang berjalan, anak kecil tersebut melihat ke arah depan dan menemukan setitik cahaya. Dan itu membuat bocah tersebut kegirangan. Dengan cepat, anak kecil tersebut berlari ke arah cahaya itu. Sampai beberapa jam berlari, anak kecil tersebut belum sampai di cahaya tersebut. Namun, anak kecil tersebut tak pantang menyerah dan semakin bersemangat karena cahaya itu semakin lama semakin jelas dan mendekat. Tak terasa satu hari anak kecil tersebut berlari menuju cahaya tersebut tapi belum sampai dan akhirnya anak kecil itupun memutuskan untuk berjalan saja karena tenaganya sudah mulai terkuras. Dua hari kemudian... Dua hari kembali terlalui dan anak kecil tersebut masih berjalan dengan tubuh gemetar dan pucat karena lapar. Namun, akhirnya ia telah sampai di cahaya tersebut cahaya tersebut di timbulkan oleh tanaman spritual langka bahkan membuat bola matanya melotot. Tanpa ragu, anak kecil tersebut langsung memetik dan memakan tanaman spritual tersebut bertujuan mengganjal perut yang sudah satu pekan lebih tidak di isi. Setelah merasa puas, anak kecil tersebut kemudian menjelajahi tempat itu. Sambil terkagum-kagum, anak kecil tersebut hanya bisa bergumam dengan penuh percaya diri. "kalau saja aku bisa berkultivasi, pasti aku sudah menjadi seorang jenius. Tapi kenapa aku tidak bisa berkultivasi?" Di ujung jurang, anak kecil tersebut menemukan sebuah pintu dari batu dan memiliki pola-pola yang sangat rumit membuat dia hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Seraya mengamati sekitar, anak kecil tersebut perlahan-lahan memegang pola-pola itu dengan tangannya. Namun pola-pola itu sama sekali tidak bereaksi dan itu membuatnya kecewa. dia hanya bisa mendesah panjang kemudian terduduk lemas di depan pintu batu itu. "Apakah aku akan mati di sini?" "Argh... "Sungguh tidak berguna! Lebih baik aku mati saja!" "Aku memang sampah! Kenapa aku harus hidup?" Sambil berteriak, anak kecil tersebut memukul apa yang berada disekitarnya seraya menangis. Hingga membuat tangannya terluka sangat parah namun anak kecil itu seakan tak peduli dengan rasa sakitnya. Wush! Ketika sedang memukul pintu batu itu, tiba-tiba saja pola-pola yang ada di pintu batu itu bercahaya dengan terang. Dan berhasil membuat anak kecil tersebut kembali bersemangat Krak... Boom... Batu itu pertama menghasilkan retakan seperti jaring laba-laba dan kemudian meledak menjadi abu. Setelah penglihatannya pulih, anak kecil tersebut melihat ada sebuah ruangan di balik pintu batu tadi dan kemudian berjalan masuk ke dalam ruangan itu dengan langkah pelan dan hati-hati. "Hah!?" Ruangan itu sangat luas dan sangat indah dengan berbagai macam jenis sumber daya yang sangat langka. Bahkan membuat anak kecil tersebut membelalakkan matanya saking terkejutnya. Di tengah-tengah ruangan itu, ada sebuah batu besar dengan sebilah pedang yang tertancap di batu tersebut. Pedang itu terlihat sangat aneh. Karena terdapat beberapa ukuran naga di gagang pedangnya. Di bilang pedang, terdapat beberapa pola aneh, yang bocah itu tidak mengerti. Melihat itu dia sangat bersemangat dan tanpa ragu langsung menaiki batu tersebut. Tapi anehnya tidak ada satupun formasi atau lain sebagainya yang di jadikan pelindung untuk pedang tersebut. Ketika memegang gagang pedang tersebut, anak kecil itu merasakan bahwa dia seperti di tindas oleh batu besar. Namun, itu tidak membuatnya gentar dan lanjut mencabut pedang itu di batu besar tersebut. Karena tidak kuat menahan tekanan, anak kecil tersebut langsung terpental mundur dan menabrak dinding ruangan itu. Sambil menggertakan giginya, dia kembali naik keatas batu itu dan ingin mencabut pedang yang tertancap di batu. Namun sayang, dia sekali lagi terpental mundur dengan darah di sudut mulutnya. "Argh...!" "Apakah sesulit ini hanya untuk mencabut sebilah pedang? Aku tak percaya kalau pedang itu yang tidak bisa di cabut! Kalau aku tak bisa mencabutnya, maka aku akan mati di sini!" Kemudian anak kecil tersebut melihat ke arah tangannya yang tadi berlumuran darah dan sekarang tangannya telah sembuh, bahkan tangannya terlihat seperti tidak pernah terluka. Kini, anak tersebut mendapatkan sebuah ide, yaitu melukai tangannya sampai mengeluarkan darah. Dia kemudian berjalan ke arah batu besar di hadapannya kemudian memberi goresan yang dalam di telapak tangannya hingga mengeluarkan darah. Dengan cepat, anak kecil tersebut naik ke atas batu itu dan perlahan mulai memegang gagang pedang yang sedang tertancap itu. Pedang itu kemudian mengeluarkan sinar yang keemasan karena terkena darahnya, dan kemudian anak kecil itu menarik pedang tersebut dengan perlahan-lahan. Wush... Setelah mencabut pedang itu dari batu besar, kini anak kecil itu di hadapkan pada sesosok jiwa yang sangat menyeramkan. "Bocah, apakah kamu yang mencabut pedang itu?" Tanyanya kepada bocah di depannya. Jiwa yang berhadapan dengan bocah tersebut adalah jiwa seekor naga berkepala tujuh yang di katakan hanya mitos belaka. Dengan tubuh yang gemetar, bocah tersebut menjawab dengan gugup. "Be-benar, senior, aku lah yang mencabut pedang ini di batu ini." Mendengar pengakuan dari anak kecil di depannya, kepala naga yang berada di samping kiri mendengus dingin. "Kamu hanya bocah lemah yang tidak bisa berkultivasi, bagaimana mungkin kamu bisa mencabut pedang itu?" Tanyanya dengan nada mencibir. Setiap kepala naga mewakili berbagai elemen seperti: es, api, angin, petir, tanah, cahaya dan kegelapan. "Hmm, ada satu metode agar bocah ini dapat mencabut pedang ini dari batu, yakni metode mengorbankan setets darah. Apa kau mencabut pedang sambil di aliri dengan darah?" Tanya kepala naga tanah "Be-benar senior, karena a-aku tidak bisa berkultivasi jadi aku terpaksa menggunakan darah." jawab anak kecil tersebut dengan gugup. "Darah siapa yang kau gunakan? Apakah darah itu milik mu?" anak kecil tersebut hanya menganggukkan kepalanya "Baiklah! Ini adalah keputusan kami! Siapapun yang bisa mencabut pedang itu kami akan menganggapnya sebagai penerus kami!" Kata kepala naga petir. "Be-benar kah senior!??" Gembira anak tu. Namun tak berselang lama ia terlihat murung. "tapi senior, aku tidak bisa berkultivasi," sambungnya "Tak apa, lagi pula itu lebih baik dari pada yang sudah bisa berkultivasi." ucap kepala naga cahaya. Setelah berbincang-bincang, anak tersebut kemudian bertanya. "senior, kapan aku sudah mulai berkultivasi?" "Sekarang juga boleh tapi, ini akan sedikit menyakitkan karena kami tidak harus bergabung dengan kamu secara paksa karena darah kamu adalah darah murni dari klan naga. Melainkan kami akan memasuki lautan kesadaranmu saja." Jelas naga tanah. "Baik senior, aku sudah siap!" "Tapi, tunggu dulu." anak tersebut hanya mengerutkan keningnya "siapa namamu?" Sambung naga kegelapan yang dari tadi hanya diam menyimak pembicaraan mereka. "Saya tidak tahu senior," Ucap anak tersebut seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kenapa?" Tanya tujuh kepala naga serempak "Aku tidak tahu. Ketika aku sadar aku sudah berada di jurang ini. Ingatan lain hilang, aku sama sekali tidak mengingatnya." jawab anak itu. "Huft..." "Kalau begitu biar aku beri nama," ucap naga kegelapan. Bocah tersebut hanya menganggukkan kepalanya. Para kepala naga itu sedang berdiskusi tentang siapa nama yang akan mereka berikan kepada anak kecil tersebut. Setelah beberapa saat berdiskusi, para kepala naga kemudian mengangguk dan menatap anak kecil tersebut dengan serius. "Aku beri nama kau ... Drakkan" ucap kepala naga kegelapan.Halo Guys. saya cuman mau menginfokan bahwa cerita ini akan berhenti di sini. saya tidak sanggup untuk melanjutkannya karena suatu alasan yang terkait bayaran. saya tidak mau membuang-buang ide saya tanpa adanya bayaran yang sesuai. jadi, mohon maaf jika cerita ini berhenti di sini. terimakasih bagi yang telah membaca sampai di sini 🙏
Melihat ada beberapa penjaga yang tengah menjaga gerbang menuju dunia abadi, Li Fan sedikit mengangkat alisnya. "Dulu, aku sama sekali tidak berani menginjakkan kakiku di sini, tapi sekarang..."Li Fan mengepalkan tangannya. "Kalian harus mendapatkan balasan dari ku, akibat telah menelantarkan ku!" Batinnya.Zhu long, melangkahkan kakinya duluan daripada Li Fan dan Zhu Long, dia kemudian berdiri tak jauh dari para penjaga yang telah mencapai keabadian tahap awal tersebut."Kami ingin masuk, apakah kami bisa masuk?" Tanyanya dengan nada ramah, membuat Xiao Yu dan Li Fan mengernyit heran.Para penjaga hanya menatap Zhu Long dengan dingin. Salah satu penjaga kemudian berkata. "Tunjukkan, apakah kalian layak atau tidak,""Dengan cara?" Tanya Zhu long, nadanya terdengar tidak sabaran."Kalian cukup mencapai keabadian," jawab penjaga itu lagi dengan tenang."Keabadian? Tentu." Zhu Long tersenyum tipis. Boom! Auranya meledak saat itu juga, membuat para penjaga yang ada tersentak."I-ini? Kau
"Apa!?" Para Dewa, terkejut bukan main. I-ini? Apakah ini bercanda?Siapa sangka, bahwa orang yang baru datang itu, dan tidak di kenali itu, mengaku sebagai Raja Dewa! Apakah dia cari mati?Namun, ketika melihat Dewa Yang dan Dewi Yin, serta para petinggi kastil Dewa yang begitu hormat dan tidak berani mengangkat wajah mereka, membuat mereka yakin, bahwa apa yang di katakan oleh Li Fan sebenarnya adalah kenyataan."Siapa yang tidak setuju? Keluar dan matilah," Li Fan melirik semua Dewa dengan santai, suaranya terdengar kecil, namun menggema di telinga para dewa.Para dewa hanya bisa diam. Mereka tidak tahu, siapa Li Fan sebenarnya. Apalagi, ketika melihat cara datang Li Fan, membuat mereka yakin, bahwa Li Fan adalah seorang yang abadi.Namun, yang bikin mereka bertanya-tanya, kenapa Li Fan ingin menurunkan Takhta Kastil Dewa kepada Dewa Yang dan Dewi Yin? Aneh!"Tidak ada?" Li Fan bertanya sekali lagi, namun semua Dewa hanya diam."Baiklah, mari kita mulai," Li Fan berjalan ke belakan
3 hari kemudianDi kastil Dewa, terlihat sangat indah. Bunga-bunga dan pernak-pernik yang menghiasi sekitar kastil dengan sangat indah.Di depan kastil, tepatnya di depan gerbang, terdapat sebuah panggung yang sangat megah dan di lapisi karpet merah. Di atas panggung, ada sebuah singgasana raja yang terbuat dari kaca.Singgasana itu seperti kristal yang berkilau di bawah terik panas matahari pagi.Di bawah panggung, semua Dewa yang memiliki posisi tinggi atau khusus di klan masing-masing terlihat duduk dengan tenang di kursi yang telah di siapkan. Sedangkan yang lainnya, hanya bisa berdiri sambil melihat dari belakang.Di belakang panggung, karpet merah tergerai indah, dan para prajurit kastil Dewa berdiri dengan tegas di sisi karpet merah itu, seperti pagar pembatas.Mereka berdiri seperti patung, diam tak bergerak. Menjadi pagar untuk seseorang yang ingin mereka sambut.Hrrrnnng! Hrrrnnng! Hrrrnnng!Suara terompet mulai terdengar di telinga semua Dewa yang hadir. Mereka semua tidak
5 tahun kemudian Alam Dewa sebenarnya adalah Alam yang sangat luas. Namun, karena sangat luas itu, maka seseorang yang di juluki Kaisar Langit, mengubah seluruh tatanan Alam Dewa... Alam Dewa ia membaginya menjadi 3 wilayah. Yakni Alam Dewa Tertinggi, Alam Dewa Menengah, dan Alam Dewa Rendah.Alam Dewa Rendah adalah Alam Dewa Yang memiliki posisi terendah, di bandingkan Alam lain. Di alam ini, energi spiritual hanya sedikit dan sumber daya yang kurang. Namun, di Alam Dewa Rendah ini masih melahirkan sosok-sosok yang telah mencapai Pra-Abadi.Alam Dewa Menengah, biasa di sebut dengan Alam Abadi atau Dunia Abadi. Sesuai dengan namanya, Alam itu menyimpan banyak sosok-sosok eksistensi yang telah mencapai keabadian. Alam Abadi memiliki energi spiritual dan sumber daya yang cukup melimpah, 2 kali lebih banyak di bandingkan Alam Dewa Rendah, hingga melahirkan sosok-sosok jenius yang mencapai keabadian.Alam Dewa Tertinggi, biasanya di sebut dengan Alam Langit atau Dunia langit. Alam ini me
“Jangan!” Teriak Mie Langjui. Kini, hanya dia yang tersisa di kastil miliknya. Istri, putra, dan putri nya, telah di bunuh.Yang membunuhnya adalah seseorang yang dulu ia lindungi dan selalu di utamakan.“Sialan! Jika kau ingin membunuhku, maka kau tidak boleh tanpa luka! Matilah bersamaku!” Teriak Mie Langjui dengan putus asa.Dia sebenarnya masih ingin hidup, namun Li Fan terlihat tidak ingin melepaskan nya. Jadi, lebih baik mati bersama dari pada mati sendirian.Di tangannya, muncul sebuah pedang. Pedang itu sangat besar, panjangnya sekitar 3 meter dan berat 1000 ton.“Hahah! Jika kau menginginkan aku mati, maka kau juga harus ikut mati, sialan!”Dia mengangkat pedang itu tinggi-tinggi, dan aliran energi Qi kuning mulai membentuk pusaran di ujung pedang, seperti energi Qi kuning itu tengah terhisap masuk ke dalam pedang.“Hmm, kau sangat percaya diri sekali, pak tua. Kau pikir kau bisa melukai ku?” Li Fan tersenyum Sm