"Ah Yue!" Tuan muda itu menjadi sangat panik karena keadaan wisma tersebut sangat sepi. "Ah Yueeeeee!"
"Ah Yue, buka pintunyaaaaa!" "Ah Yue! Ah Yueee, apa kamu dan Ah Ling baik-baik saja?" Pemuda itu berkali-kali mengetuk pintu rumah Jing Yue dengan terburu-buru. Namun, tak ada sahutan ataupun pintu yang dibuka dari dalam. Hal itu membuat pemuda itu semakin cemas dan merasa sangat penasaran. "Ah Yue! Maafkan aku, kalau aku sedikit mengganggumu. Aku hanya ingin memastikan keadaanmu!" Pria yang bersama sang tuan muda ikut memeriksa keadaan sekitar rumah yang sunyi. Lelaki itu berkata, "Tuan Muda, sepertinya tempat ini sepi. Mungkin, Nona Jing Yue sudah pergi dari sini." "Mungkin saja. Aku juga berharap demikian. Tapi, di mana dia?" Pria muda berpakaian hanfu biru itu tidak menemukan orang yang dicarinya. "Bagaimana, Tuan Muda Hua Yan?" tanya si pengawal yang tidak menemukan apa pun. "Sepertinya memang sepi. Kalau begitu, aku akan melihatnya ke dalam!" Hua Yan yang masih merasa penasaran disertai kecemasan. Pria muda berwajah tampan itu secara perlahan membuka pintu kediaman yang ternyata tidak dikunci sama sekali. "Tidak dikunci!" "Kalau begitu kita langsung masuk saja, Tuan Muda," ujar si pengawal. "Baiklah." Hua Yan menganggukkan kepala sambil mendorong pintu. Ia dan pengawalnya segera masuk dan berpencar ke segala arah untuk mencari keberadaan Jing Yue. "Tuan Muda, aku tidak menemukan apa pun. Tidak ada siapa-siapa di dalam wisma ini!" Pria pengawal melaporkan kepada Hua Yan yang merupakan kakak seperguruan dari Jing Yue. "Benar sekali. Memang tidak ada siapa pun!" sahut Hua Yan dengan perasaan masih diliputi kecemasan. "Kita cari ke tempat lain!" "Baiklah, Tuan Muda!" Si pengawal setuju. Mereka berdua terus mencari ke segala tempat sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke pusat kekacauan dan bergabung kembali dengan kelompok mereka. Pria muda tampan itu melangkahkan kaki di antara reruntuhan bangunan. Sesekali pula, ia menyibak puing-puing dan mendapati mayat-mayat dengan luka tikam sebuah senjata yang sangat tajam. Hua Yan bertanya-tanya sendiri dalam hati. "Siapa yang melakukan semua ini? Sungguh biadab sekali orang-orang yang melakukannya!" "Tuan Muda, sepertinya kita terlambat! Tidak ada satu pun dari orang-orang ini yang masih hidup!" Salah seorang pengawal berseru dari kejauhan sembari memeriksa beberapa tubuh mayat yang dia ketemukan. "Benarkah? Adakah di antara mereka, orang yang kamu kenal?" bertanya Hua Yan kepada para pengikutnya yang lain. "Mereka semua adalah para penjaga dan pelayan kediaman ini," jawab pria yang sedang meneliti para mayat. Hua Yan berbisik dalam hati. "Ah Yue, maafkan atas keterlambatanku kali ini!" "Tuan Muda, apakah yang akan kita lakukan sekarang?" bertanya salah seorang di antara pengikut Hua Yan. "Kalian semua, cepat padamkan api dan bantulah orang-orang itu mengurus mayat-mayat itu! Bagaimanapun juga, Ah Yue adalah adik seperguruanku. Membantunya adalah hal yang wajar." Hua Yan menjawab sekaligus memberi perintah. "Kalian bertindaklah! Aku akan mencari Ah Yue dan ayahnya. Aku masih merasa khawatir dengan keadaan mereka." "Siap laksanakan perintah, Tuan Muda!" Para pria pengikut Hua Yan membungkukkan badan sembari melakukan salam soja sebagai penghormatan. Mereka pun segera melaksanakan perintah dari sang tuan muda mereka. "Pergilah!" Hua Yan berkata sembari melesat pergi dengan menggunakan ilmu peringan tubuh. Tujuannya kali ini adalah kediaman Jing Zhao dan pada saat pemuda itu tiba di pelataran tempat tinggal kepala Keluarga Jing, dirinya sangat terkejut melihat Jing Yue sedang duduk bersimpuh sambil menangis di sisi mayat pria tua yang sangat dia kenal. "Paman Zhao!" Mata Hua Yan terbelalak lebar dengan mulut ternganga. "Pria itu, bukankah suaminya?" Hua Yan tidak ingin kedatangannya diketahui oleh pasangan suami istri yang terlihat dalam kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. Pemuda itu memutuskan menyembunyikan diri dengan sebuah ilmu menghilang yang bernama Ilmu Bulan Mati. Secara samar-samar Hua Yan mendengar pembicaraan suami istri yang sekarang tengah bersitegang di antara asap dan kobaran api yang mulai padam. "Ah Yue, jika dia berani menyakitimu. Maka akulah yang akan menjadi pembelamu. Bahkan jika aku harus bertarung dengan suamimu itu sekalipun!" Yan Hua berkata-kata sendiri dalam lingkup ruang bayang ilmunya. Tentu saja, setiap ucapan lelaki muda itu, tidak akan bisa didengar oleh siapa pun. "Ah Yue, maafkan aku! Aku terpaksa menyakitimu dan anak kita!" Jiu Wang dengan rasa bersalahnya berkata, "Ah Yue istriku! Sejujurnya, sejak pertama kali aku melihatmu. Aku benar-benar lupa pada tugas yang diberikan para tetua klan padaku. Di hadapanmu, aku juga telah lupa pada istri dan anakku yang lain!" "Ternyata dia memang sudah memiliki istri sebelum menikahiku," bisik Jing Yue dalam hati dengan kepedihan yang dalam. Jing Yue sekarang duduk bersimpuh di tengah puing-puing kediaman keluarganya yang telah hancur dan terbakar. Wanita yang masih merasa lemah akibat dari melahirkan itu pun hanya bisa menangis sesenggukan menahan kepedihan yang tiada tara. "Ah Yue, jika kelak ada hari saat kamu meminta pembalasan atas semua yang aku lakukan padamu itu tiba." Jiu Wang berkata penuh kepasrahan. "Maka aku melepaskan senjata dan tidak akan menggunakan semua ilmu." "Aku tak akan melawanmu dan aku akan menyerahkan nyawaku dengan suka rela, sebagai ganti atas penderitaan kalian!" Jiu Wang telah merelakan hidupnya untuk diambil oleh sang istri. Bagaimanapun juga, ia sangat menyesali semua tindakannya. "Untuk sekarang ini, aku harus pergi dan menyelesaikan hal lain. Ah Yue, aku pasti akan membayar semua utang ini!" Pergi? Setelah melakukan semua ini, ia ingin pergi begitu saja?" "Jiu Wang, jika kamu benar-benar pergi kali ini, maka, jangan harap anak ini memakai margamu untuk namanya! Dan jangan harap kamu mendengar suaranya untuk memanggilmu ayah!" Jing Yue berkata tegas sembari memeluk bayinya yang terus menangis. "Atau, kamu bunuh saja kami berdua malam ini, seperti kamu membantai seluruh Keluarga Jing!" Jing Yue berkata tajam. Suaranya memang pelan dan berat, tetapi ada tekanan amarah yang kuat di dalamnya. "Ah Yue, meskipun menumpas Keluarga Jing adalah misiku, tetapi aku tidak memiliki niat untuk membunuh istri dan anaku! Aku mencintaimu, Ah Yue! Aku mencintaimu hingga sudah tak terbilang berapa banyak pria yang aku bunuh hanya karena mereka mendaratkan pandangannya pada kecantikanmu!" Jiu Wang berkata dengan setengah terisak. "Aku juga sangat mencintainya!" Sepasang mata elang Jiu Wang yang telah sembab menatap kepada bayi lelakinya. Betapa manis dan mungilnya bayi itu, membuat hati lelaki itu sungguh merasa semakin tersayat. Jing Yue segera menyahut, "Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Toh pada akhirnya, kamu tetap mengkhianati dan akan meninggalkan kami!" "Ah Yue, aku pun tak ingin melakukan semua ini! Aku juga terpaksa ... Ah Yue, aku memiliki alasan yang tak bisa kujelaskan padamu!" Jiu Wang merangkak ingin memeluk istri dan bayinya. "Jangan sentuh kami!"Jing Ling menoleh cepat, menatap Hua Lin dengan alis terangkat. "Paman Kecil, itu kan dulu. Sekarang aku sudah tidak seperti itu. Mengapa Paman selalu mengungkitnya? Aku adalah orang yang paling bijaksana dan berhati lembut seperti kapas sutra." "Itu kalau kamu berada di depan ayah dan ibumu, tapi tidak kalau sedang sendirian atau bersama kami. Bukankah begitu, Ah Fei?" sergah Hua Lin, tak mau kalah. Hua Fei, yang sedari tadi duduk diam di pojok kereta, akhirnya tersenyum kecil. Dengan nada lembut tapi penuh kewibawaan, ia berkata, "Kalian berdua sama saja." Hua Yan menghela napas panjang, pandangannya memang tenang meski ada sirat kekhawatiran pada cahaya mata tajam pria tersebut. Hua Yan akhirnya berkata, "Sudahlah. Aku hanya berharap, semoga kalian benar-benar saling menjaga. Dunia luar adalah tempat yang penuh misteri dan bahaya yang tidak pernah bisa kita tebak. Jika sesuatu terjadi ... ingatlah, hubungan keluarga adalah kekuatan kalian." "Baik, Ayah." Jing Ling berseru.
"Hei, Ah Ling. Kami juga harus berpamitan." Hua Lin berucap seraya melangkah, menabrak sisi lengan Jing Ling yang sedang menghalangi jalan."Kalian ini!" Jing Ling berkacak pinggang, lalu mengibaskan tangannya. "Ya sudah. Pergi, pergi, pergi!" Jing Yue menoleh perlahan, napasnya tertahan ketika dua pemuda berdiri di hadapannya.Mata mereka diwarnai kesenduan, menyiratkan perasaan sedih yang tak bisa disembunyikan. Meski berusaha keras menahan tangis, matanya yang sembab tidak mampu menyembunyikan kesedihan mendalam. Dua garis air mata yang mengering tampak membekas di pipinya. Ia tersenyum lemah saat Hua Fei dan Hua Lin mendekat, keduanya bersiap untuk berpamitan. Mereka bukan sekadar anak didik bagi Jing Yue, kedua pemuda itu sudah seperti bagian dari jiwa dan hatinya.Kini, mereka akan meninggalkan rumah ini menuju Sekte Pilar Suci, sebuah tempat penuh misteri dan mungkin ada banyak bahaya menghadang di dalam perjalanan mereka menuju ke sana.Hua Fei memilih maju lebih dulu. Deng
Hua Yan masih berdiri tegak di depan paviliun utama Sekte Lembah Berawan. Sorot matanya tajam, menatap barisan kereta barang yang tak kurang dari sepuluh gerbong kereta. Ia berpikir, sebenarnya ini hendak pelatihan ataukah hendak pergi bertamasya? Para tetua ini sungguh berlebihan!Di hadapannya, barisan pria berseragam lengkap berdiri dengan disiplin. Setiap dari mereka membawa senjata berkilauan dan bendera kebesaran sekte, sementara empat kereta kuda mewah, dihiasi ukiran naga dan burung hong, telah siap mengiringi perjalanannya.“Haruskah seperti ini?” gumam Hua Yan, setengah mengeluh sambil menepuk dahinya.Tetua Hua Ming, yang berdiri tak jauh darinya, melangkah maju. “Pemimpin besar, ini semua telah diatur dengan cermat. Kewibawaan sekte harus dijaga, terlebih saat Anda berangkat ke misi penting seperti ini.”Namun, Hua Yan mengibaskan tangannya. "Sekali lagi, aku dan anak-anak itu bukan akan berangkat ke medan perang, Tetua Hua Ming. Para tuan muda kita butuh belajar kesederh
Jing Ling memejamkan matanya saat merasa ada kilat energi dingin memasuki dahinya. Energi itu semula terasa dingin, tetapi kemudian menjadi hangat. "Ini disebut sebagai Mata Dewa. Dengan penglihatan ini, kamu bisa melihat berbagai macam hal yang sebelumnya tak bisa kamu lihat." Leluhur Jing Shuang berkata setelah menarik kembali jarinya dari dahi Jing Ling. "Kamu tinggal memfokuskan penglihatan dan pikiranmu ketika melihat sesuatu yang kamu anggap tidak biasa. Dan kamu akan segera mengetahui rahasia-rahasia yang tidak bisa dilihat oleh orang biasa." "Mata Dewa?" Jing Ling membuka matanya, dan merasa penglihatannya menjadi semakin cemerlang. "Penglihatan Mata Dewa merupakan ilmu tingkat tinggi yang dipelajari dari Kitab Mata Dewa milik Keluarga Yu yang kutemukan dua ratus tahun lalu di peti mayat ahli waris yang tak diakui yang bernama Qing Yuan." Ada kesedihan dalam nada ucapan Leluhur Jing Shuang saat menyebutkan nama misterius ini. Jing Ling berpikir, 'Dua ratus tahun lalu ...
"Jangan takut. Aku adalah Jing Shuang, orang yang menciptakan cincin ini." Jing Ling sedikit panik, merasa bahwa pendengarannya saat ini sedang tidak normal. Pandangan matanya terus tertuju ke arah bayangan berwujud manusia yang terjebak di gumpalan sinar merah yang tampak samar. "Sudah sangat lama aku terjebak di tempat ini, menunggu seseorang dari penerusku datang dan menemukanku." Suara anggun dan lembut itu kembali terdengar dengan jelas. Jing Ling terkejut. Ternyata, sinar berwujud manusia itu bisa berbicara? Dan dia mengaku bernama Jing Shuang? Tunggu! Bukankah itu adalah nama yang disebutkan oleh Jing Yue, ibunya? "Jing Shuang?" Jing Ling luar biasa terkejut. "Jadi, Anda adalah Jing Shuang, pencipta dan pemilik Cincin Segala Ruang ini?" "Benar. Itu aku." Leluhur Jing Shuang berbalik dengan anggun, jubahnya berkibar, dan sinar merah yang menyelimutinya seketika menghilang. Sekarang, wujud asli pria muda yang sangat menawan bak seorang kaisar langit terlihat jelas. W
"Bagaimana mungkin itu adalah benda yang rusak? Kamu cobalah sekali lagi, Ah Lin!" Hua Lin mencoba memberi semangat kepada keponakannya. "Semangat!""Baiklah. Aku akan mencobanya sekali lagi." Jing Ling mengangguk, kemudian kembali memfokuskan pikiran agar dapat terhubung dengan cincin segala ruang miliknya.Namun, masih tidak ada yang terjadi meskipun ia telah mencobanya hingga berulang kali.Jing Ling menarik napas sesaat dengan perasaan kecewa. "Tetap tidak bisa.""Aneh ... mengapa tetap tidak bisa?" Hua Fei juga tak mengerti.Jing Ling tak bisa lagi menyembunyikan kekecewaan sekaligus rasa penasarannya.Ia menghadap kembali kepada sang ibu. "Ibu, aku tak bisa menggunakan cincin ini. Meskipun aku berusaha keras menyatukan pikiranku, tetapi aku tak bisa merasakan apa pun. Aku jadi berpikir kalau benda ini tidak berjodoh denganku, atau mungkin saja benda ini memang sudah rusak.""Itu tidak rusak. Tapi memang cincin milikmu itu sedikit berbeda dengan benda ruang milik Ah Fei dan Ah Li