Share

Bab-8 Ceroboh

Candra menangkis cakaran kedua tangan Angling dengan kedua pedangnya, dan membuat tubuh Angling terpundur dengan merangkak. Pria berambut hitam tersebut sudah berubah bentuk fisiknya seperti siluman Harimau yang memiliki kuku-kuku panjang, manik matanya merah darah, dan keempat gigi taringnya mencuat ke atas dan ke bawah, hingga meneteskan air liur.

Candra berlari cepat dengan membalikan posisi pedangnya ke bagian dalam, lalu melompati tubuh Angling, dan mendarat dengan sempurna setelah melakukan lompatan harimau. Setelah mendarat, Candra tidak basa-basi lagi menghantamkan kedua ujung gagang pedang ke tengkuk Angling, dan langsung membuatnya pingsan.

Bayanaka juga ikut pingsan, dan merubah panah pasopati tersebut menjadi sebuah sarung tangan besi dengan warna berbeda, warna merah di sebelah kiri, dan warna biru di sebelah kanan.

Candra menumpu tubuhnya dengan kedua pedang yang ditusukan ke permukaan lantai dalam keadaan dada kembang kempis, dan nafas tersengal.

“Dasar pendekar monster, hampir saja nyawaku melayang oleh mereka berdua,” keluh Candra dengan menyeringai kesal.

Tiba-tiba terdengar suara batu besar bergesekan, dan terlihat permukaan lantai yang berada di bawah tempat menaruh kotak emas bergeser.

Angling yang sudah kembali seperti semula bangkit dengan memegang tengkuknya yang masih sakit, “Ugh! Terima kasih Nona.”

Angling sudah mengetahui kalau dia akan kerasukan roh penjaga suci Maung Lodaya yang menjaga pusaka langit Pasopati. Karena di kehidupan sebelumnya pun seperti ini saat Pasopati berhasil direbut dari salah satu dewa sesat, dan diberikan kepada Bayanaka.

Maka dari itu Angling memberi perintah pada Candra untuk memukul tengkuknya, apabila tubuh Angling telah dirasuki roh penjaga binatang suci benua nusantara, yakni Maung Lodaya.

“Angling, ayo kita masuk kesana! Siapa tahu di dalam ada banyak harta karun?” ajak Candra.

“Kamu disini saja, Nona Candra. Aku takut ada hal yang berbahaya di bawah. Biar aku saja yang turun untuk melihatnya, sedangkan Nona Candra kembali saja ke atas bersama Bayanaka,” tolak Angling, karena ia khawatir akan terjadi insiden yang tak diinginkan lagi.

Candra yang sudah kagum dengan Angling menuruti saja perintahnya. Ia memapah Bayanaka untuk kembali ke atas menyusuri jalur yang sebelumnya mereka bertiga lewati.

Dengan langkah waspada Angling menuruni anak tangga yang memutar, suasananya lebih gelap dari jalur menuju ruangan rahasia Pasopati. Namun tiba-tiba obor nyala, setelah Angling tanpa sengaja menginjak anak tangga.

Angling secepatnya berlari cepat menuruni anak tangga, karena takut ada jebakan yang siap menghadangnya. Namun itu hanya prasangka Angling saja, dan nyatanya jebakan yang ia pikirkan dalam otaknya itu tidak ada.

Setelah sampai di dasar ruangan, mata Angling berbinar-binar karena melihat ruangan tersebut bercahaya, dan sangat silau oleh tumpukan koin emas yang sangat banyak.

Angling mengalirkan tenaga metafisikanya ke cincin ruang untuk mengidentifikasi berapa banyak barang yang bisa disimpan oleh cincin ruang tersebut.

“Semua harta karun tidak cukup, kalau aku menyimpan semuanya. Hmmm ….” Angling termenung sejenak sambil memikirkan cara, dan ia tiba-tiba menemukan cara, “Aku gunakan itu saja.”

Angling menggigit keras ujung jari telunjuk kanannya, dan mulai menuliskan pola-pola enkripsi kuno ke cincin ruang tersebut. Cincin ruang berwarna hijau tersebut berubah menjadi warna emas.

Angling bernafas tersengal-sengal, karena ia hampir saja menghabiskan energi tenaga dalamnya untuk menaikan tingkatan cincin ruang ke tingkat nirwana,, “Huff-huff … Hampir saja kehabisan, untung saja aku tepat waktu.”

Cincin ruang nirwana tersebut dipakaikan lagi ke jari manis kirinya, lalu diarahkan ke tumpukan koin emas. Semua koin emas, batu-batu kristal, kitab-kitab kuno masuk ke dalam cincing ruang nirwana tersebut hanya dalam sekejap mata.

“Hahaha …. Koin emasnya sangat banyak. Kini aku tidak khawatir lagi untuk membangun padepokan di kota Lotus Api,” kata Angling dengan tertawa girang.

Dia pun langsung bergegas lari menaiki anak tangga. Namun ia tak sengaja menekan tombol rahasia di dinding. Saat Angling berjarak 5 meter dari pintu masuk, pintu ruangan rahasia itu perlahan tertutup.

Angling segera melompat dengan lompatan harimau, dan hampir saja kaki belakangnya tertindih pintu batu tebal tersebut yang sedikit lagi tertutup.

Suara pintu batu tebal tersebut sangat keras saat menyentuh permukaan lantai, hingga membuat guncangan cukup besar di ruangan rahasia Pasopati.

Debu, dan pasir mulai berjatuhan dari atap ruangan rahasia, dan semakin lama semakin deras arus pasirnya.

“Aku harus kabur secepatnya! Kalau tidak aku bisa terkubur disini hidup-hidup,” monolog Angling dengan raut muka panik.

Langkah kakinya segera mengayun cepat untuk kembali menaiki anak tangga yang lurus ke atas. Aliran pasir mulai mengejarnya, dan yang membuat Angling bertambah tegang adalah saat muncul pasir berwarna merah yang memiliki suhu panas yang sangat tinggi.

“Guru! Tolong aku!”

Angling sudah panik, dan tak ingat apa-apa. Padahal ia bisa memanggil Karbara Abiyasa untuk membawanya keluar secepat mungkin. Namun ide tersebut tidak ada sama sekali setelah melihat gelombang pasir merah yang terus mengejarnya.

Adrenalin Angling semakin terpacu saat jalur pintu Karbara Abiyasa itu dari bagian atap jalurnya turun hujan pasir hitam yang sangat beracun. Pasir-pasir tersebut memiliki sifat korosif, dan Angling terkena kedua bahu Angling.

“Aaakh! Guru, tolong!” teriak Angling semakin berlari kencang sampai terkencing-kencing.

Bagaimanapun juga Angling saat ini masih lemah, dan baru berada di fase Kayu bintang dua. Suhu panas, dan efek korosif seperti itu masih berpengaruh ke tubuhnya.

“Grrr … roaar!” 

Terdengar raungan di dalam pikiran Angling saat dirinya sudah hampir keluar dari dalam jalur ruangan rahasia.

Dia mengira raungan tersebut dari dalam jalur ruangan rahasia Pasopati. Maka dari itu ia bergegas melompat, supaya bisa lebih cepat menjangkau pintu masuk ruangan rahasia pasopati, dan kembali menutupnya.

Angling berhasil keluar, tetapi tiba-tiba seruling emas keluar, dan menempel ke mulutnya. Secara otomatis mulut Angling meniup seruling tersebut, tetapi suara melodinya sangat berbeda dari cara Angling memanggil Karbara Abiyasa.

Dari dalam ujung lubang seruling emas keluar sebuah bola cahaya berwarna jingga, lalu membentuk Harimau berbulu jingga dengan garis loreng putih setinggi 5 meter, dan panjang tubuhnya 10 meter dengan urat otot yang menonjol besar di sekujur tubuhnya.

“Groaar …!”

Maung Lodaya meraung sambil membuka mulutnya lebar-lebar, dan tampak bagian dalam rahang atasnya dipenuhi gigi taring berwarna merah yang memiliki suhu 1000 derajat celcius.

Wilayah Istana Adipati Lotus Api bergetar, dan dari dalam pintu ruangan rahasia yang sudah berhasil ditutup kembali oleh Angling tersebut keluar gelombang pasir hitam, pasir coklat, dan pasir merah.

“Semuanya lari!” teriak Angling panik.

Semua warga Desa Pasir Merak, Empu Satria, Candra, dan Bayanaka yang sudah sadar dari pingsannya berlari secepat mungkin. 

“Jangan lari! Pasir itu akan mengejar kalian!” teriak penjaga Istana Adipati dari suku Dwaya.

Para warga tidak memperdulikannya, dan benar saja gelombang pasir campuran yang berhasil menjebol pintu batu tebal ruangan rahasia Pasopati tersebut mengejar mereka.

Maung Lodaya melompat ke depan gelombang pasir, lalu mengaum sekeras-kerasnya, hingga membuat semua warga Desa Pasir Merak yang bukan seorang pendekar pingsan.                             

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status