Share

Seperti Kenal

last update Last Updated: 2024-03-14 15:50:05

“Papi!” Emily berlari lantas melompat ke gendongan sang ayah yang menghampirinya.

Ansel Emery Abimanyu, pria berumur 29 tahun dengan tubuh tegap dan memiliki rahang yang tegas itu langsung menangkap tubuh putrinya yang melompat ke dalam gendongan.

“Ya Tuhan, Emi. Kenapa kamu pergi tidak bilang papi?” Ansel sangat cemas karena sempat berpikir kehilangan putrinya itu. Dia menggendong sambil memeluk erat karena cemas dan takut tadi kehilangan putrinya itu.

“Aku bosan, jadi jalan-jalan. Tapi pas nyari Papi, aku malah kehilangan Papi. Untung ada Kakak Cantik tadi yang nemenin aku nyari Papi,” celoteh Emily.

“Kakak Cantik? Mana?” tanya Ansel karena putrinya sendirian. Dia menoleh ke kanan dan kiri tapi tak melihat siapa pun selain pengunjung yang sedang berlalu lalang.

Emily menoleh ke arah Aruna tadi pergi, lantas menunjuk ke seorang wanita yang buru-buru turun menggunakan lift.

“Itu, Papi. Itu Kakak Cantik yang tadi nemenin nyari Papi,” jawab Emily sambil terus menunjuk ke wanita yang tadi ditemuinya.

Ansel pun menatap ke arah Emily menunjuk. Dia mencoba menajamkan penglihatan untuk bisa melihat dengan jelas, siapa wanita yang sudah menemani putrinya.

“Tadi Kakak Cantik nemenin nyari Papi, terus tiba-tiba Kakak Cantik ada urusan, jadi dia pergi deh,” celoteh Emily saat sang papi masih memperhatikan ke arah yang ditunjuk.

“Tunggu.” Ansel merasa tidak asing dengan wanita yang dimaksud Emily.

Ansel masih mengamati wanita yang terlihat seperti seseorang yang dikenalnya.

“Mungkinkah dia?”

Ansel tak bisa mengalihkan pandangan dari wanita yang pergi secara tergesa-gesa. Dia ingin memastikan apakah benar wanita itu memang dikenalnya.

“Papi, kenapa Papi malah diam?” tanya Emily karena ayahnya melamun.

Ansel tersadar dari lamunan, hingga tersenyum sambil menatap Emily yang ada di gendongan.

“Tidak ada, ayo pulang,” ajak Ansel lantas memberi isyarat ke asistennya agar mengakhiri pertemuannya dengan klien.

Ansel mengajak Emily pergi dari mall. Dia terus menggendong gadis kecil itu karena takut hilang dari pengawasan tadi.

“Papi, Kakak Cantik tadi baik, lho,” celoteh Emily sambil menatap sang papi yang menggendongnya.

“Benarkah,” balas Ansel singkat.

“Iya. Tadi aku menabrak kakinya, kepalaku sakit. Terus dia mengusap seperti ini,” ucap Emily sambil memperagakan apa yang tadi Aruna lakukan.

Ansel menatap putrinya seraya tersenyum, lantas dia mengecup kening putrinya itu.

“Ini yang sakit, kan? Sudah sembuh sekarang?” tanya Ansel.

Emily tertawa mendapat perlakuan seperti itu dari Ansel. Dia pun kembali berceloteh, “Tadi sudah tidak sakit setelah diusap Kakak Cantik. Ditambah dicium Papi, sakitnya sembuh.”

Ansel tersenyum mendengar celotehan putrinya itu. Dia menyayangi Emily lebih dari apa pun.

**

Aruna buru-buru meninggalkan mall. Jantungnya berdegup dengan sangat cepat saat memastikan jika pria yang baru dilihatnya adalah mantan kekasihnya dulu.

“Kenapa aku harus melihatnya lagi?”

Aruna menyetir dalam kondisi tak fokus. Dadanya mendadak sesak, apalagi saat mengingat bagaimana dulu hubungan mereka berakhir.

Aruna mencoba menahan rasa sesak yang menekan dada. Dia bahkan kesulitan bernapas sampai membuatnya berulang kali mengambil napas dari mulut, lantas membuangnya kasar.

Saat Aruna masih syok dengan apa yang dilihat hingga membuatnya pergi terburu-buru. Ponsel Aruna yang ada di tas berdering, membuat Aruna kembali terkejut dibuatnya, membuat ritme degup jantungnya semakin tak beraturan.

[Kudengar kamu sudah pulang ke Indonesia. Apa kamu tidak berniat bertemu denganku, Runa?]

Aruna membaca sekilas pesan yang diterimanya, lantas mencoba mengabaikan. Dia pulang ke rumah, saat tiba di tempat tinggal orang tuanya, Aruna langsung masuk kamar.

Aruna membuka lemari, lantas mengambil selembar foto yang ada di laci. Dia memandang foto itu, hingga kemudian meremas foto itu sampai kusut lantas melempar ke tempat sampah.

“Kenapa aku masih menyimpanmu?” Terlihat jelas kekecewaan dan juga amarah dalam tatapan mata Aruna.

“Aku tidak ingin melihatmu! Aku membencimu, sangat membencimu!”

Bola mata Aruna terlihat merah. Dadanya naik turun tak beraturan menahan emosi yang muncul secara tak terduga. Hingga dia tiba-tiba terduduk di lantai, lantas memeluk kedua kaki dan menyembunyikan wajah di antara kedua lutut.

“Aku membencimu, sangat membencimu. Aku ingin hilang ingatan saja agar tak pernah ingat tentangmu.”

Salah satu alasan Aruna tak mau kembali selama bertahun-tahun karena dia tak ingin bertemu masa lalunya. Dia ingin melupakan semua yang pernah dialami, tapi semua tak semudah seperti apa yang diharapkan.

Setelah cukup lama berdiam diri di kamar, akhirnya Aruna pun keluar kamar karena tak ingin membuat ibunya cemas. Dia melihat sang mommy yang ada di ruang keluarga, membuatnya menghampiri ibunya itu.

“Kapan kamu akan mulai kerja di perusahaan Daddy?” tanya Bintang sambil memandang Aruna yang baru saja bergabung bersamanya di ruangan itu.

Aruna menatap sekilas ke Bintang, lantas duduk di sofa samping sang mommy sambil menenggak jus yang tersedia.

“Aku harus menyelesaikan tanggung jawabku dulu di perusahaan lama, Mom. Meski aku sudah mengajukan surat pengunduran diri, tapi aku tidak bisa meninggalkan proyek yang kupegang begitu saja,” jawab Aruna menjelaskan.

Bintang menatap Aruna yang baru saja selesai bicara, hingga terlihat menghela napas kasar.

“Mommy hanya takut kamu bicara resign tapi aslinya tidak, lalu saat kondisi mommy baik-baik saja, kamu pergi lagi,” ucap Bintang mengemukakan kecemasannya. Dia bicara sambil memasang wajah lesu.

Aruna menatap sang mommy yang kembali sedih, hingga kemudian membalas, “Mom, aku benar-benar tidak akan pergi lagi. Anggap saja sekarang aku sedang cuti sebelum kembali terjun ke dunia bisnis.”

Bintang menoleh Aruna, melihat senyum di wajah putrinya itu membuat hati Bintang sedikit lega.

“Tadi Bumi menghubungi dan tanya soal dirimu. Apa dia sudah menghubungimu?” tanya Bintang, “maaf, tadi Bumi tanya nomormu, jadi mommy berikan saja,” imbuh Bintang dengan sedikit hati-hati.

Aruna sedang minum saat mendengar pertanyaan Bintang. Dia menoleh sang mommy, lantas membalas, “Sudah.”

Aruna sudah menebak dari mana sepupunya itu mendapatkan nomornya, ternyata benar jika minta Bintang.

“Kamu tidak main ke tempatnya?” tanya Bintang lagi. Dia tahu jika hubungan Aruna dan Bumi kurang baik semenjak Aruna memutuskan pergi.

“Nanti kalau ingin,” jawab Aruna singkat karena ingin mengakhiri pembicaraan soal sepupunya itu.

“Oh ya, besok malam kita makan di luar, ya. Mommy sudah bilang ke Daddy dan kakakmu ingin keluar makan malam bersama sekalian merayakan ulang tahunmu,” ucap Bintang sambil memasang wajah berseri serta mengusap rambut Aruna dengan lembut.

Aruna terkejut mendengar ucapan Bintang, tapi demi kesehatan sang mommy membuatnya tidak bisa menolak. Dia pun hanya mengangguk mengiakan saja meskipun sebenarnya Aruna tidak pernah mau merayakan ulang tahunnya lagi semenjak seseorang menghancurkan kepercayaan dan hatinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (14)
goodnovel comment avatar
Agus Zal
betul. habiss ketemu mantan yh
goodnovel comment avatar
priyanto skm
ternyata bgt jk jumpa sm mantan, spt yg dirasain Aruna
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
Oalah papinya emely ternyata Ansel toh.....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kakak Cantik, Jadi Mamiku!   S2 : Akhir

    Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang

  • Kakak Cantik, Jadi Mamiku!   S2 : Milea & Winnie

    “Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han

  • Kakak Cantik, Jadi Mamiku!   S2 : Aku Terima

    “Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta

  • Kakak Cantik, Jadi Mamiku!   S2 : Berkumpul Bersama

    “Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku

  • Kakak Cantik, Jadi Mamiku!   S2 : Restu Tanpa Minta

    “Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da

  • Kakak Cantik, Jadi Mamiku!   S2 : Jean Untukku

    “Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b

  • Kakak Cantik, Jadi Mamiku!   S2 : Tak Senang

    “Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka

  • Kakak Cantik, Jadi Mamiku!   S2 : Hanya Memastikan

    Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap

  • Kakak Cantik, Jadi Mamiku!   S2 : Menepati Ucapan

    [Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status