Share

Seperti Kenal

“Papi!” Emily berlari lantas melompat ke gendongan sang ayah yang menghampirinya.

Ansel Emery Abimanyu, pria berumur 29 tahun dengan tubuh tegap dan memiliki rahang yang tegas itu langsung menangkap tubuh putrinya yang melompat ke dalam gendongan.

“Ya Tuhan, Emi. Kenapa kamu pergi tidak bilang papi?” Ansel sangat cemas karena sempat berpikir kehilangan putrinya itu. Dia menggendong sambil memeluk erat karena cemas dan takut tadi kehilangan putrinya itu.

“Aku bosan, jadi jalan-jalan. Tapi pas nyari Papi, aku malah kehilangan Papi. Untung ada Kakak Cantik tadi yang nemenin aku nyari Papi,” celoteh Emily.

“Kakak Cantik? Mana?” tanya Ansel karena putrinya sendirian. Dia menoleh ke kanan dan kiri tapi tak melihat siapa pun selain pengunjung yang sedang berlalu lalang.

Emily menoleh ke arah Aruna tadi pergi, lantas menunjuk ke seorang wanita yang buru-buru turun menggunakan lift.

“Itu, Papi. Itu Kakak Cantik yang tadi nemenin nyari Papi,” jawab Emily sambil terus menunjuk ke wanita yang tadi ditemuinya.

Ansel pun menatap ke arah Emily menunjuk. Dia mencoba menajamkan penglihatan untuk bisa melihat dengan jelas, siapa wanita yang sudah menemani putrinya.

“Tadi Kakak Cantik nemenin nyari Papi, terus tiba-tiba Kakak Cantik ada urusan, jadi dia pergi deh,” celoteh Emily saat sang papi masih memperhatikan ke arah yang ditunjuk.

“Tunggu.” Ansel merasa tidak asing dengan wanita yang dimaksud Emily.

Ansel masih mengamati wanita yang terlihat seperti seseorang yang dikenalnya.

“Mungkinkah dia?”

Ansel tak bisa mengalihkan pandangan dari wanita yang pergi secara tergesa-gesa. Dia ingin memastikan apakah benar wanita itu memang dikenalnya.

“Papi, kenapa Papi malah diam?” tanya Emily karena ayahnya melamun.

Ansel tersadar dari lamunan, hingga tersenyum sambil menatap Emily yang ada di gendongan.

“Tidak ada, ayo pulang,” ajak Ansel lantas memberi isyarat ke asistennya agar mengakhiri pertemuannya dengan klien.

Ansel mengajak Emily pergi dari mall. Dia terus menggendong gadis kecil itu karena takut hilang dari pengawasan tadi.

“Papi, Kakak Cantik tadi baik, lho,” celoteh Emily sambil menatap sang papi yang menggendongnya.

“Benarkah,” balas Ansel singkat.

“Iya. Tadi aku menabrak kakinya, kepalaku sakit. Terus dia mengusap seperti ini,” ucap Emily sambil memperagakan apa yang tadi Aruna lakukan.

Ansel menatap putrinya seraya tersenyum, lantas dia mengecup kening putrinya itu.

“Ini yang sakit, kan? Sudah sembuh sekarang?” tanya Ansel.

Emily tertawa mendapat perlakuan seperti itu dari Ansel. Dia pun kembali berceloteh, “Tadi sudah tidak sakit setelah diusap Kakak Cantik. Ditambah dicium Papi, sakitnya sembuh.”

Ansel tersenyum mendengar celotehan putrinya itu. Dia menyayangi Emily lebih dari apa pun.

**

Aruna buru-buru meninggalkan mall. Jantungnya berdegup dengan sangat cepat saat memastikan jika pria yang baru dilihatnya adalah mantan kekasihnya dulu.

“Kenapa aku harus melihatnya lagi?”

Aruna menyetir dalam kondisi tak fokus. Dadanya mendadak sesak, apalagi saat mengingat bagaimana dulu hubungan mereka berakhir.

Aruna mencoba menahan rasa sesak yang menekan dada. Dia bahkan kesulitan bernapas sampai membuatnya berulang kali mengambil napas dari mulut, lantas membuangnya kasar.

Saat Aruna masih syok dengan apa yang dilihat hingga membuatnya pergi terburu-buru. Ponsel Aruna yang ada di tas berdering, membuat Aruna kembali terkejut dibuatnya, membuat ritme degup jantungnya semakin tak beraturan.

[Kudengar kamu sudah pulang ke Indonesia. Apa kamu tidak berniat bertemu denganku, Runa?]

Aruna membaca sekilas pesan yang diterimanya, lantas mencoba mengabaikan. Dia pulang ke rumah, saat tiba di tempat tinggal orang tuanya, Aruna langsung masuk kamar.

Aruna membuka lemari, lantas mengambil selembar foto yang ada di laci. Dia memandang foto itu, hingga kemudian meremas foto itu sampai kusut lantas melempar ke tempat sampah.

“Kenapa aku masih menyimpanmu?” Terlihat jelas kekecewaan dan juga amarah dalam tatapan mata Aruna.

“Aku tidak ingin melihatmu! Aku membencimu, sangat membencimu!”

Bola mata Aruna terlihat merah. Dadanya naik turun tak beraturan menahan emosi yang muncul secara tak terduga. Hingga dia tiba-tiba terduduk di lantai, lantas memeluk kedua kaki dan menyembunyikan wajah di antara kedua lutut.

“Aku membencimu, sangat membencimu. Aku ingin hilang ingatan saja agar tak pernah ingat tentangmu.”

Salah satu alasan Aruna tak mau kembali selama bertahun-tahun karena dia tak ingin bertemu masa lalunya. Dia ingin melupakan semua yang pernah dialami, tapi semua tak semudah seperti apa yang diharapkan.

Setelah cukup lama berdiam diri di kamar, akhirnya Aruna pun keluar kamar karena tak ingin membuat ibunya cemas. Dia melihat sang mommy yang ada di ruang keluarga, membuatnya menghampiri ibunya itu.

“Kapan kamu akan mulai kerja di perusahaan Daddy?” tanya Bintang sambil memandang Aruna yang baru saja bergabung bersamanya di ruangan itu.

Aruna menatap sekilas ke Bintang, lantas duduk di sofa samping sang mommy sambil menenggak jus yang tersedia.

“Aku harus menyelesaikan tanggung jawabku dulu di perusahaan lama, Mom. Meski aku sudah mengajukan surat pengunduran diri, tapi aku tidak bisa meninggalkan proyek yang kupegang begitu saja,” jawab Aruna menjelaskan.

Bintang menatap Aruna yang baru saja selesai bicara, hingga terlihat menghela napas kasar.

“Mommy hanya takut kamu bicara resign tapi aslinya tidak, lalu saat kondisi mommy baik-baik saja, kamu pergi lagi,” ucap Bintang mengemukakan kecemasannya. Dia bicara sambil memasang wajah lesu.

Aruna menatap sang mommy yang kembali sedih, hingga kemudian membalas, “Mom, aku benar-benar tidak akan pergi lagi. Anggap saja sekarang aku sedang cuti sebelum kembali terjun ke dunia bisnis.”

Bintang menoleh Aruna, melihat senyum di wajah putrinya itu membuat hati Bintang sedikit lega.

“Tadi Bumi menghubungi dan tanya soal dirimu. Apa dia sudah menghubungimu?” tanya Bintang, “maaf, tadi Bumi tanya nomormu, jadi mommy berikan saja,” imbuh Bintang dengan sedikit hati-hati.

Aruna sedang minum saat mendengar pertanyaan Bintang. Dia menoleh sang mommy, lantas membalas, “Sudah.”

Aruna sudah menebak dari mana sepupunya itu mendapatkan nomornya, ternyata benar jika minta Bintang.

“Kamu tidak main ke tempatnya?” tanya Bintang lagi. Dia tahu jika hubungan Aruna dan Bumi kurang baik semenjak Aruna memutuskan pergi.

“Nanti kalau ingin,” jawab Aruna singkat karena ingin mengakhiri pembicaraan soal sepupunya itu.

“Oh ya, besok malam kita makan di luar, ya. Mommy sudah bilang ke Daddy dan kakakmu ingin keluar makan malam bersama sekalian merayakan ulang tahunmu,” ucap Bintang sambil memasang wajah berseri serta mengusap rambut Aruna dengan lembut.

Aruna terkejut mendengar ucapan Bintang, tapi demi kesehatan sang mommy membuatnya tidak bisa menolak. Dia pun hanya mengangguk mengiakan saja meskipun sebenarnya Aruna tidak pernah mau merayakan ulang tahunnya lagi semenjak seseorang menghancurkan kepercayaan dan hatinya.

Komen (13)
goodnovel comment avatar
priyanto skm
ternyata bgt jk jumpa sm mantan, spt yg dirasain Aruna
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
Oalah papinya emely ternyata Ansel toh.....
goodnovel comment avatar
vieta_novie
tyt bener...papi nya Emily tuh Ansel...untung runa lgs balik kanan,jd ga ketemu....tyt masih sesakit itu ya luka yg ditorehkan Ansel,meski udh sekian taun berlalu...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status