Share

Bertindak

Author: Els Arrow
last update Last Updated: 2024-06-18 17:00:23

Tania mengunci dirinya di kamar dan tidak keluar sampai pagi, dia sangat takut Darren melihat video itu dan mengenali bentuk tubuhnya.

Tok! Tok! Tok!

"Tan, buka pintunya. Ini aku."

Kedua mata cantik itu langsung membelalak lebar saat mendengar suara Darren di depan pintu. Jam masih menunjukkan pukul empat, sejak tadi dia tidak mendengar suara apa-apa.

"Duh, Mas Darren tahu-tahu ada di depan, mana aku belum siap-siap," gumamnya panik. "Semoga dia nggak sadar sama mata panda ku."

Wanita itu membuka pintu dengan perlahan, senyumnya merekah guna menutupi kegelisahan hatinya.

"Kamu baru bangun?" tanya Darren yang langsung diangguki oleh Tania.

"Ayo masuk, Mas."

Darren sekuat mungkin menahan agar tangannya tidak menampar Tania, meskipun j1j1k sekali rasanya saat mengingat kelakuan istrinya dengan Raka.

"Tan, kamu sudah lihat 'kan tentang video yang beredar di media sosial itu. Aku nggak nyangka Raka bisa kayak gitu, untung Nadia pergi dan nggak jadi nikah," ujar Darren seraya mendudukkan dirinya di kasur.

Pria itu terus memperhatikan istrinya, terlihat jelas raut ketakutan dan urat-urat wajah yang menegang.

"Bayangkan kalau Nadia tetap menikah, dia cuma mendapat bekas dari wanita lain. Ah, ini sebenarnya keberuntungan buat Nadia."

"Tapi tetap saja dia sudah bikin rugi ibu sama ayah. Biaya yang dikeluarkan 'kan nggak kecil, Mas," sahut Tania tanpa menoleh ke arah sang suami.

Dia takut Darren memergoki kebohongan di dalam matanya.

"Uang bisa dicari, Tan. Biaya pesta ini tidak lebih mahal dari harga diri dan masa depan Nadia," sahut Darren dengan seringai senyum miring di ujung bibirnya, dia puas saat Tania mulai terpancing dengan pembahasan ini.

"Tapi, Mas—"

"Lagi pula sekali selingkuh maka Raka akan selamanya selingkuh. Selingkuh itu suatu penyakit yang nggak ada obatnya, kecuali orangnya mati. Bisa saja kemarin dia selingkuh sama wanita yang di video itu, tapi besok sudah selingkuh sama yang lain, dan besoknya lagi sudah beda lagi wanitanya," kata Darren panjang lebar.

Tania tidak menyahut, meskipun perasaannya sedikit terusik dengan ucapan Darren.

"Apalagi Raka kaya raya, dia punya banyak uang dan bisa mendapatkan wanita manapun yang dia mau. Coba bayangkan kalau Nadia terlanjur menikah, diselingkuhi pacar saja sudah sakit hati apalagi diselingkuhi suami." Darren kembali melanjutkan ucapannya sekaligus menyindir sang istri.

"Sudah lah, Mas, nggak usah dibahas-bahas lagi. Itu bukan urusan kita," kata Tania yang langsung merebahkan dirinya di kasur. "Aku masih ngantuk, mau tidur lagi."

Pria itu tidak menyahut, dia masih duduk menunggu istrinya benar-benar terlelap. Setelah memastikan Tania benar-benar nyenyak di dalam buaian mimpi, Darren beranjak menuju nakas dan mengambil ponsel canggih milik wanita itu.

Darren menggunakan keahliannya yang bisa memulihkan beberapa data yang telah terhapus di ponsel, tidak perlu waktu lama ia mendapati banyak pesan dan foto mesra antara Tania dengan Raka.

'Tania benar-benar keterlaluan. Ternyata dia sudah satu tahun bermain gila sama Raka. Aku nggak terima dikhianati seperti ini,' batinnya kesal.

Dengan napas memburu, Darren memindahkan semua data itu ke ponselnya. Dia belum memikirkan rencana apa yang akan dijalankan nanti, yang penting dia sudah mengantongi semua barang bukti.

'Beruntung ada perjanjian pisah harta, jadi asetku tetap aman.' Pria itu menghela napas lega, setidaknya Tania tidak akan mendapatkan bagian dari kerja kerasnya selama ini.

Matahari semakin naik, sebuah mobil mewah terparkir di halaman kediaman Toni. Sepasang paruh baya turun bersamaan dan langsung masuk ke dalam rumah.

Toni mempersilakan orang tua Raka untuk duduk di sofa, cukup lama ruangan berukuran 3x4 itu diisi keheningan.

"Pak Toni, kami minta maaf atas nama Raka karena beredarnya video syur di media sosial itu. Kami merasa gagal mendidik Raka, sehingga tidak tahu pergaulannya di luar," ucap Anton.

Toni mengangguk lirih sambil menjawab, "saya kaget melihat video itu, Pak. Tidak menyangka kalau Raka bisa melakukan hal yang tidak pantas."

"Kami sudah meminta beberapa ahli untuk mengecek apakah video itu asli atau tidak, dan menelusuri akun siapa yang pertama kali menyebarkannya. Semoga semua segera mencapai titik terang, Pak."

Anton menoleh ke arah istrinya, Anita, yang sedari tadi menunduk sambil mengunci bibir rapat-rapat.

"Saya juga menyampaikan suatu permintaan maaf lagi. Eum ... Pak, sepertinya pernikahan anak kita harus ditunda dulu. Karena ... karena Raka kabur dari rumah sejak semalam," ucap Anton dengan suara lirih dan bergetar.

Ucapan itu membuat Toni dan Mella terhenyak kaget, keduanya saling pandang dengan wajah tegang.

"Kami sudah meminta beberapa anak buah untuk mencari Raka, tapi sampai saat ini belum mendapatkan kabar apa-apa. Tapi kami berjanji akan menanggung semua kerugian yang telah Bapak dan Ibu keluarkan." Anton kembali menjelaskan, disusul anggukan oleh Anita.

Mella menahan senyum di bibirnya, semua bebannya seolah sirna saat mendengar salon besannya itu mau memberikan ganti rugi.

Ah, memang hanya uang yang dia pikirkan. Tanpa peduli kabar Nadia saat ini.

"Kami juga harus menyampaikan kabar yang menyedihkan, Pak Anton. Nadia juga pergi dari kemarin malam, dan belum kembali sampai hari ini. Polisi belum memberi kabar, saudara dan tetangga yang kami mintai tolong juga belum memberi kepastian," jelas Toni.

"Nadia pergi?" Anita mulai angkat bicara.

Wanita paruh baya itu sangat menyayangi Nadia dan sudah menganggap selayaknya anak sendiri, jelas aja dia khawatir. Bahkan degup jantungnya kian berbaju kencang, melebihi deg-degan saat mendapati putranya pergi.

"Benar, Bu. Kami tidak tahu ke mana Nadia pergi, nomor teleponnya juga nggak aktif," timpal Mella yang gini berpura-pura memasang wajah melas.

"Ya Tuhan ...," gumam Anita. "Pa, minta orang-orang mu untuk mencari Nadia juga. Kasihan sekali dia sendirian di luar sana."

Anton mengangguk dan lekas menelepon anak buahnya, selanjutnya pria paruh baya itu izin pamit pulang setelah memberikan dua buah amplop tebal kepada Toni dan Mella.

Toni mengantar calon besannya itu sampai ke depan, sementara Mella langsung membawa dua amplop tersebut ke kamar dan sibuk membukanya. Matanya berbinar terang melihat beberapa gepok uang merah yang masih baru itu.

"Aroma uang baru memang sangat menenangkan," ujarnya sambil menghirup dalam gepokan uang-uang tersebut.

Masalah tentang Nadia seakan sirna, kepalanya sudah tidak pusing lagi seperti semalam. Kini, dia tidak peduli ke mana perginya anak tirinya itu. Yang penting dia sudah mendapatkan ganti rugi atas biaya pesta.

Sementara di teras, Darren tengah duduk santai sambil menyesap kopi. Pria tampan dalam balutan kaos oblong dan celana selutut itu tersenyum miring melihat kepergian mobil Anton.

'Putramu baik-baik saja, Pak Anton. Dia hanya aku pinjam sebentar, takut membuat kekacauan lagi kalau dibiarkan begitu saja,' batinnya tergelak saat teringat anak buahnya yang menculik Raka semalam.

Darren melakukan itu untuk berjaga-jaga agar Raka tidak menemui Nadia di luar kota. Mau bagaimanapun Raka juga punya banyak koneksi, bisa saja dia melacak keberadaan Nadia karena memang adik iparnya itu belum mengganti ponsel.

"Aku tidak mau ambil resiko. Setelah aku kembali ke luar kota, aku pasti akan mengembalikannya padamu, Pak Anton," gumamnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part - Ending

    Hari-hari berlalu begitu cepat, berganti minggu dan bulan. Kehidupan Darren dan Nadia dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka menikmati setiap momen bersama, membangun bisnis bersama, dan merencanakan masa depan mereka. Suatu pagi, Nadia terbangun dengan perasaan yang berbeda. Perutnya terasa sedikit mual, dan dia merasa lebih sensitif terhadap bau. Dia langsung menuju kamar mandi dan mengambil test pack yang sudah dia beli beberapa hari sebelumnya. Dengan tangan gemetar, Nadia melakukan tes. Dia menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Beberapa saat kemudian, hasil tes muncul. Dua garis merah terang muncul di layar test pack. Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia tak percaya, dia hamil. Dia akan menjadi seorang ibu. Wanita cantik itu langsung berlari keluar dari kamar mandi dan menuju kamar tidur. Darren masih tertidur pulas di ranjang. Nadia duduk di tepi ranjang, matanya menatap Darren dengan penuh kasih sayang. "Kak," bisik Nadi

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part

    Minggu-minggu berlalu begitu cepat. Nadia sudah beberapa kali kontrol ke dokter untuk memeriksa kondisi tulang pahanya setelah operasi pelepasan pen. Dokter mengatakan bahwa tulang pahanya sudah pulih dengan baik dan dia sudah bisa beraktivitas seperti biasa."Kak, aku sudah bisa jalan normal lagi, lho!" seru Nadia, matanya berbinar gembira.Darren tersenyum, matanya memancarkan kebahagiaan. "Aku senang mendengarnya, Sayang," jawabnya. "Kamu sudah bisa kembali ke butik."Nadia mengangguk, matanya berbinar-binar. "Aku sudah tidak sabar untuk kembali bekerja," katanya. "Aku ingin membantu kamu mengembangkan butik."Darren mencium kening Nadia dengan lembut. "Aku tahu kamu bisa, Nad," kata Darren. "Kamu akan jadi desainer yang berbakat."Nadia kembali bekerja di butik milik Darren. Dia sangat antusias dalam berbagai hal, mulai dari mendesain baju, memilih bahan, hingga melayani pelanggan. Kehadiran Nadia di butik membuat suasana di sana semakin hidup dan ceria."Kak, aku punya

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 165

    Malam itu, udara dingin menusuk tulang. Darren dan Nadia berjalan beriringan menuju kediaman Rudi, om Darren yang terkenal kejam. Nadia melangkah dengan hati-hati, tulang pahanya masih terasa nyeri setelah operasi pelepasan pen."Kamu yakin mau ke sini?" tanya Darren, sedikit ragu."Iya, sekadar berbela sungkawa sebentar."Sesampainya di depan rumah Rudi, mereka mendengar suara teriakan yang nyaring. Suara itu berasal dari dalam rumah, terdengar seperti jeritan orang kesakitan. Nadia mengernyit, jantungnya berdebar kencang."Itu suara Om Rudi," bisik Darren.Mereka mengintip dari balik jendela. Di dalam, Rudi tampak seperti orang gila, berteriak-teriak histeris. "Mama ... Ma! Kembalilah padaku, Ma. Aku mohon jangan tinggalkan Papa ...!" teriaknya histeris, memeluk foto mendiang istrinya.Nadia merasa iba melihat Rudi yang terpuruk. "Kasian, dia kayak orang kehilangan akal," gumamnya.Darren hanya diam, matanya menatap Rudi dengan dingin. "Karma," gumamnya pelan, "Karma atas semua keja

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 164

    Beberapa jam berlalu. Nadia terbangun dari tidurnya, tubuhnya masih terasa lemas akibat pengaruh obat bius. Matanya perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada Darren yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak lesu. Nadia berusaha bangkit, tetapi rasa sakit yang menusuk di perutnya membuatnya kembali terbaring."Kak ...," lirih Nadia, suaranya serak dan bergetar.Darren langsung mendekat, memegang tangan Nadia dengan lembut. "Sayang, kamu udah bangun? Kamu masih sakit?"Nadia menggeleng lemah. "Sudah nggak terlalu."Darren tidak menjawab, hanya mengelus lembut rambut istrinya. Membuat Nadia berpikir macam-macam, tak biasanya suaminya murung."Kak, apa semua baik-baik saja? Ada masalah, sampai kamu murung begitu?" tanya Nadia, sambil tangannya perlahan menekan perut meredam rasa nyeri.Darren menarik napas dalam-dalam. "Iya, Sayang. Maaf membuatmu khawatir.""Ada apa?"Darren sebenarnya belum ingin cerita, tetapi Nadia sudah terlanjur curiga. "Kakek meninggal be

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 163

    Darren melangkah gontai memasuki ruangan rumah sakit tempat Nadia dirawat. Ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan di sini, setelah melakukan tindakan brutal terhadap Rahayu. Sayangnya, saat ia melihat wajah Nadia yang pucat dan terbaring lemah, rasa bersalah kembali menyergapnya."Sayang," lirih Darren, tangannya meraih tangan Nadia yang dingin. "Maafkan aku. Aku nggak bisa mencegah Tante Rahayu mengirimkan pesan itu, sehingga membuat pikiranmu terganggu."Namun, sebelum Darren bisa melanjutkan kata-katanya, bodyguard-nya, datang menghampiri. Wajahnya tampak muram, matanya berkaca-kaca."Tuan, ada kabar buruk," ucap Ryan, suaranya bergetar menahan tangis. "I-ini menyangkut Tuan Besar.""Apa?" tanya Darren, jantungnya berdebar kencang."Tuan Besar telah meninggal dunia, Dokter mengabarkan dua puluh menit yang lalu, dan saat ini jenazahnya masih ada di ICU karena menunggu Tuan," ucap Ryan, suaranya tercekat.Darren terpaku di tempat, matanya membelalak tak percaya. Ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 162

    Darren melangkah tegap menuju kantornya, meninggalkan kekacauan di Atmajaya. Ia tak peduli dengan perusahaan yang kini terancam bangkrut, tak peduli dengan kekhawatiran staf-staf Atmajaya tadi, dan tak peduli dengan nasib Rudi. Ia memasuki ruangannya, sebuah ruangan mewah dengan pemandangan kota dari jendela besar. Namun, kemewahan itu tak lagi berarti apa-apa baginya. Ia duduk di kursi empuk, membuka laptop, dan mulai mengetik.Darren mengirim email kepada para investor Atmajaya, memerintahkan mereka untuk segera menarik investasi dari perusahaan milik omnya. Ia tahu, dengan kekuasaannya, para investor pasti lebih berpihak padanya.[Saya harap Anda semua sudah membaca berita terkini tentang Atmajaya. Saya sarankan Anda untuk segera menarik investasi Anda dari perusahaan ini. Atmajaya sudah tidak layak untuk Anda investasikan.] tulis Darren dalam emailnya.Ia menekan tombol "kirim" dengan penuh amarah. Ia tahu, dengan email itu, ia telah menghancurkan Atmajaya. Namun, ia tak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status