Home / Romansa / Kakak Ipar yang Meresahkan / Bab 7 ~ Lava Api Neraka

Share

Bab 7 ~ Lava Api Neraka

last update Last Updated: 2025-08-02 21:47:53

“Silakan, pesanan Anda. Langsung keluar dari oven,” ucap Aurelyn sembari meletakkan piring dessert cokelat molten lava yang masih mengepul di hadapan Zephyr, lengkap dengan secangkir americano yang aromanya tajam.

“Wah, owner-nya langsung yang menyuguhkan,” komentar Zephyr dengan senyum tipis di bibirnya, sambil menegakkan duduknya.

“Tentu saja. Aku adalah owner yang sangat ramah,” balas Aurelyn, senyum merekah tapi tatapan tetap menusuk. “Ditambah tamu hari ini yang pertama datang adalah kakak iparku sendiri. Sudah seharusnya aku melayani dengan spesial.”

Zephyr mengangkat alis, bibirnya tersungging. “Agh… kamu mendadak manis. Padahal tadi seperti singa betina minta kawin.”

Aurelyn langsung mencibir, menarik nafas dalam-dalam seperti sedang menghitung mundur dari sepuluh agar tidak melemparkan loyang ke kepala pria di depannya.

“Kalau bukan karena kamu kakaknya Aveiro, udah kubakar nih kemeja putih kamu,” desisnya sambil berkacak pinggang.

Zephyr tertawa pelan, menikmati sekali reaksinya.

Aurelyn melirik ke arah dapur, lalu berbisik tajam. “Aku tidak mau para karyawanku curiga dan menggosipkan kita berdua. Mereka tahu, aku ini tunangannya Aveiro.”

Suasana seketika mengeras, seperti ada awan badai yang menggantung di antara mereka. Aurelyn hendak berbalik, tapi tangan Zephyr tiba-tiba menahan pergelangan tangannya.

“L-Zephyr?!” serunya nyaris tercekat, suara tertahan karena panik.

“Duduklah,” ucap Zephyr tenang. “Temani aku makan. Aku tidak suka makan sendiri.”

Aurelyn menatap pria itu, matanya membulat. “Maaf, tapi aku sibuk. Dan lagi, kamu datang sendiri ke sini, jadi makan sendirian saja.”

“Keramahanmu hanya berlaku dalam dua menit, ya?” balas Zephyr sambil menggigit sudut senyum.

“Keramahan cuma berlaku buat pelanggan normal. Kamu? Kamu kayak glitch di sistem kepribadianku,” ketus Aurelyn, menarik tangannya dan melangkah cepat ke arah dapur. Tapi detak jantungnya belum juga tenang.

Zephyr menatap punggung Aurelyn yang menjauh sambil tersenyum simpul.

“Sungguh singa betina yang menggemaskan,” gumam Zephyr tersenyum simpul.

Pria itu mulai meneguk pelan americanonya dan rasanya benar-benar luar biasa enak, apalagi aromanya yang khas. Zephyr baru pertama kali mencoba kopi yang membuatnya terasa lebih segar.

Dari balik pintu dapur, Livia mengintip, berbisik penuh antusias pada Nico. “Kak, Kak! Mereka tadi ngobrolnya pakai kode keras banget. Kayak di sinetron jam sembilan.”

Nico mengangkat alis. “Kayak… gimana tuh?”

Livia meniru nada Aurelyn dengan dramatis, “Aku tunangannya Aveiro!” lalu menirukan suara Zephyr, “Aku gak suka makan sendiri~” dengan gaya sinetron lama.

Nico menepuk jidat. “Lagi-lagi… kamu kebanyakan nonton drama!”

“Kak, aku tuh serius! Itu cowok pasti punya masa lalu dengan Kak Aurelyn. Dan kayaknya... pedes!”

“Kayak lava cake-nya?”

“Lebih kayak hidupku, Kak. Terlalu pedas untuk dijalani,” kekeh Livia.

“Hah? Kok pedes?” tanya Nico kebingungan dan Livia hanya menjawab dengan mengedikkan kedua bahunya.

Aurelyn berdiri di balik konter, kedua tangannya bersilang di dada. Tatapannya tajam mengamati Zephyr yang tenang menyendok lavanya. Uap panas mengepul dari tengah dessert, cokelat kental mengalir lembut seperti lava dari gunung berapi. Tapi bukan itu yang membuatnya cemas—melainkan fakta bahwa Zephyr masih terlihat sangat biasa saja.

“Tunggu, kok dia biasa aja. Apa gak terasa pedas?” batin Aurelyn memperhatikan ekspresi Zephyr yang mencoba lavanya. “Apa mungkin dia kebal dengan pedas? Padahal aku masukan bubuk chili yang banyak ke adonannya.”

Padahal, Aurelyn tadi sengaja menaburkan dua sendok teh bubuk cabai rawit ke dalam adonan lava cake-nya.

Dua. Sendok. Teh.

Itu seharusnya cukup untuk membuat siapapun terbatuk, menangis, atau setidaknya membara dari dalam.

“Tunggu… kok dia biasa aja?” batin Aurelyn, matanya menyipit curiga.

Zephyr mengangkat suapan pertamanya ke mulut, lalu perlahan mengunyah. Tatapannya tetap tenang, bahkan nyaris menikmati. Bibirnya tidak mengerucut, tidak berkedut, tidak berkeringat, tidak ada reaksi normal seperti manusia pada umumnya saat terserang pedas tingkat dewa.

"Apa dia… robot?" gumam Aurelyn lirih.

“Hmm,” Zephyr bersenandung kecil sambil mengangguk. “Menarik. Ada sensasi spicy-nya, ya. Eksperimen baru?”

Aurelyn terbelalak.

Apa?! Dia malah suka?!

“Eh… iya,” jawabnya cepat, hampir refleks. “Itu… varian baru. Dessert lava api neraka.”

Zephyr menyeringai. “Nama yang bagus. Cocok untuk wanita sepertimu.”

“Wanita sepertiku?” Aurelyn mengangkat satu alisnya.

“Yang suka menyiksa orang lain tanpa ampun,” jawab Zephyr tenang.

Aurelyn hampir melempar sendok ke wajah pria itu kalau saja tidak ada pelanggan yang baru masuk dan membunyikan lonceng pintu café.

Dari arah dapur, Livia menyembul lagi sambil membawa nampan berisi latte art. Tapi dia tidak melewatkan percakapan tadi.

“Dessert lava api neraka? Kak Aurelyn makin niat membuat pria itu sengsara,” bisik Livia dengan mata berbinar kagum.

“Awas kena karma, tuh,” sahut Nico, walau senyum geli tak bisa disembunyikannya.

Aurelyn menghela napas panjang, lalu berjalan menghampiri meja Zephyr dengan senyum dipaksakan.

“Kamu datang jauh-jauh ke café ini hanya untuk… menyiksa lidahmu?” tanyanya datar.

Zephyr menyentuh gelas americano-nya, menyeruput perlahan. “Aku datang ke sini untuk satu alasan.”

Aurelyn menyilangkan tangan. “Dan itu adalah…?”

Zephyr mendongak, menatap Aurelyn dalam-dalam. Tatapannya seperti pisau yang perlahan menembus pertahanan gadis itu. “Untuk melihatmu.”

Aurelyn terdiam. Nafasnya tertahan.

“Berhenti berkata omong kosong.”

Dia berbalik dan mulai melangkah menjauh, tapi suara Zephyr kembali menghentikannya.

“Omong kosong?” ucap pria itu tenang. “Padahal aku mengatakan hal yang jujur.”

Langkah Aurelyn terhenti.

Cafe yang semula terasa hangat dan riuh, kini terasa dingin. Sunyi. Hening. Seolah semua suara meredam hanya demi memberi ruang pada pertanyaan itu.

Aurelyn menolehkan kepalanya ke arah Zephyr. “Kalau begitu, sekarang sudah selesai melihatku?” tanya Aurelyn.

Zephyr melihat jam tangan di pergelangan tangannya. “Ya, kurasa begitu. Karena aku harus segera ke kantor. Ini hari pertama aku bekerja dan menduduki posisi Direktur utama,” jawab Zephyr.

Aurelyn menatap Zephyr dengan alis terangkat. “Direktur utama? Sejak kapan?”

Zephyr berdiri, merapikan jasnya dengan elegan. “Sejak Dewan Pemilik memutuskan bahwa direktur lama perlu diganti… dengan seseorang yang lebih berapi-api.”

“Berapi-api karena makan lava cake?” sindir Aurelyn dengan senyum sinis.

Zephyr terkekeh pelan. “Itu bonusnya.”

“Padahal kantor dan tempat ini sangat berlawanan. Kamu begitu banyak waktu luang untuk mampir,” sindir Aurelyn.

“Ya, seperti yang aku katakan tadi. Aku butuh melihat wanitaku terlebih dulu,” ucap Zephyr sedikit berbisik saat melewati tubuh Aurelyn yang merinding seketika.

Zephyr berlalu pergi dari sana tanpa kata lagi, meninggalkan Aurelyn yang masih mematung di tempatnya.

“Dia benar-benar pria gila!” batin Aurelyn hanya bisa menghela napasnya di sana.

***

Zephyr turun dari mobil hitam yang membawanya dari café tadi pagi. Udara pagi di depan gedung pusat perusahaan Clovis Group terasa sedikit lebih dingin dari biasanya, atau mungkin hanya perasaannya saja.

Begitu langkah kakinya menyentuh marmer halaman lobi, tatapannya langsung tertumbuk pada sosok Aveiro yang berdiri tegak, mengenakan jas biru tua dan dasi abu-abu. Di sisi Aveiro, berdiri seorang pria paruh baya dengan sorot mata yang tajam dan penuh wibawa, dan itu adalah Ayah mereka. Di belakangnya, berbaris para karyawan dan beberapa di antaranya adalah manajer senior dan asisten pribadi direksi yang semua tampak berbaris rapi menyambut kedatangan Zephyr.

“Direktur Zephyr sudah datang,” bisik salah satu staf wanita yang berdiri di dekat pintu, matanya berbinar kagum melihat pria itu melangkah mendekat.

Zephyr menarik napas dalam-dalam sebelum tersenyum tipis dan menghampiri mereka. Langkahnya tenang, dan hanya menunjukkan ekspresi dingin.

“Maaf… aku terlambat,” ucapnya sambil menyentuh sedikit ujung jasnya sebagai bentuk sopan santun. Matanya menatap ayah dan Aveiro bergantian. “Aku... cukup gugup datang di hari pertama.” dustanya.

Ayahnya mengangkat alis, ekspresi wajahnya tetap hangat. “Zephyr yang Ayah kenal tak pernah gugup,” komentarnya singkat.

Aveiro menyilangkan tangan di depan dada, matanya menyipit menilai. “Gugup? itu adalah pernyataan terkonyol yang pernah kudengar.”

Zephyr hanya tersenyum samar, “ya, anggap saja begitu,” jawabnya penuh teka teki membuat Aveiro memutar bola matanya.

Lalu, Zephyr mengangguk kecil pada semua orang, dan berjalan bersama Ayah dan Aveiro menuju lift eksekutif dengan langkah tenang.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 8 ~ Rapat Direksi

    Bunyi mesin kasir berdenting pelan di antara deru suara pelanggan yang hilir-mudik memesan kopi dan dessert. Aurelyn berdiri di balik meja kasir, senyumnya tak pernah absen, walau dalam hati tubuhnya terasa lelah. Tangannya lincah mencatat pesanan dan menyapa ramah setiap pelanggan.Hari ini tampak seperti hari-hari biasanya—ramai, sibuk, dan penuh aroma manis dari oven yang baru saja memanggang lava cake cokelat yang lembut.Namun, sesuatu terasa berbeda.Aurelyn merasa seperti… diawasi.Tatapan itu begitu menusuk dari kejauhan. Ia mengangkat kepalanya secara refleks, dan matanya langsung bertemu dengan pria berpakaian jas formal rapi. Wajahnya teduh namun tanpa ekspresi. Rambutnya disisir klimis, dan kacamata berbingkai tipis bertengger di wajahnya dengan sempurna. Tapi bukan penampilannya yang membuat jantung Aurelyn berdebar tak nyaman.Melainkan sorot matanya.Tajam. Mengintai. Mengawas.Aurelyn merasa bulu kuduknya berdiri. Pria itu berdiri di dekat rak majalah kecil, seolah han

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 7 ~ Lava Api Neraka

    “Silakan, pesanan Anda. Langsung keluar dari oven,” ucap Aurelyn sembari meletakkan piring dessert cokelat molten lava yang masih mengepul di hadapan Zephyr, lengkap dengan secangkir americano yang aromanya tajam.“Wah, owner-nya langsung yang menyuguhkan,” komentar Zephyr dengan senyum tipis di bibirnya, sambil menegakkan duduknya.“Tentu saja. Aku adalah owner yang sangat ramah,” balas Aurelyn, senyum merekah tapi tatapan tetap menusuk. “Ditambah tamu hari ini yang pertama datang adalah kakak iparku sendiri. Sudah seharusnya aku melayani dengan spesial.”Zephyr mengangkat alis, bibirnya tersungging. “Agh… kamu mendadak manis. Padahal tadi seperti singa betina minta kawin.”Aurelyn langsung mencibir, menarik nafas dalam-dalam seperti sedang menghitung mundur dari sepuluh agar tidak melemparkan loyang ke kepala pria di depannya.“Kalau bukan karena kamu kakaknya Aveiro, udah kubakar nih kemeja putih kamu,” desisnya sambil berkacak pinggang.Zephyr tertawa pelan, menikmati sekali reaks

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 6 ~ Penguntit

    Udara pagi membawa aroma kopi yang menggoda dan suara lonceng kecil berdenting saat pintu kaca dibuka.Aurelyn melangkah masuk ke dalam La Vie Sucrée, café kopi dan dessert yang ia bangun dari nol, dan yang kini menjadi kebanggaannya. Interior bergaya vintage-modern itu langsung memberi kesan hangat. Meja-meja kayu natural, lampu gantung temaram, serta aroma manis dari oven yang baru saja mematangkan cinnamon roll menjadi sambutan yang tak tergantikan setiap pagi.“Hai, Kak Lyn!” sapa Livia, salah satu barista muda dengan senyum semangat.“Pagi, Kak!” ujar Nico, pegawai kasir yang sedang sibuk menyusun struk pesanan.“Pagi, kalian berdua. Udah siap tempur, belum?” Aurelyn tersenyum, meletakkan tas tangannya di balik meja kasir.“Selalu siap kalau bosnya rajin bantuin kayak gini,” goda Livia sambil mengedipkan mata.Aurelyn terkekeh. Walau dirinya pemilik café, ia tak pernah segan membantu. Baginya, menyapa pelanggan, meracik kopi, atau sekadar menerima pesanan di kasir, adalah bagian

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 5 ~ Makan Malam Bersama

    “Aku bisa gila karena memikirkan pria itu!” keluh Aurelyn berguling di atas ranjang dengan perasaan kacau.Seharian ini, dia tidak keluar dari kamar karena memikirkan perkataan Zephyr kemarin. Bisa-bisanya pria itu ingin jadi selingkuhan dari tunangan adiknya sendiri.Aurelyn menatap langit-langit kamar yang kosong, lalu mengubur wajahnya ke bantal dengan frustrasi. "Kenapa hidupku jadi serumit ini?" gumamnya.Ponsel di atas nakas terus-menerus bergetar. Sudah puluhan pesan masuk dari Aveiro, bahkan dari sahabatnya yang penasaran ke mana Aurelyn menghilang. Tapi semuanya diabaikan.Yang terngiang justru suara Zephyr."Asalkan hanya aku yang boleh mencium dan tidur denganmu.""Aku tidak keberatan jadi yang kedua.""Kamu milikku, Aurelyn.""Aaaargh!!" Aurelyn berguling sekali lagi dan duduk di pinggir ranjang. Rambutnya berantakan, matanya sembab karena kurang tidur, dan pikirannya tak kunjung tenang.“Aku harus keluar dari kekacauan ini. Harus!” tekadnya mulai muncul. Ia bangkit dan be

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 4 ~ Terobsesi

    Aurelyn kini sudah sampai di depan hotel mewah tempat Zephyr menginap. Langkahnya terasa berat, seolah setiap tapak menuju lobi itu membawanya lebih dekat pada kehancuran. Pukul delapan lewat dua puluh menit. Dia tahu, Zephyr pasti sudah menunggunya.Awalnya, dia benar-benar tak ingin datang. Rasa takut, malu, dan marah bercampur jadi satu membuatnya hampir membatalkan niat berkali-kali. Tapi bayang-bayang pesan terakhir dari Zephyr membuat hatinya ciut. Ancaman itu terlalu nyata untuk diabaikan.Aurelyn tak bisa membayangkan jika foto itu sampai tersebar. Bukan hanya dia yang akan hancur, tapi juga keluarganya. Walau, Aveiro sendiri berselingkuh darinya, tapi tidak ada bukti fisik. Berbeda dengannya, Skandal yang menyebut dirinya pernah tidur dengan kakak iparnya? Itu akan jadi bencana yang tak bisa ditebus.Dengan napas bergetar, dia memasuki lift menuju lantai paling atas.“Tenang, Jesse. Kamu harus bisa hadapi ini dan selesaikan dengan cepat,” gumamnya menarik napas dalam-dalam da

  • Kakak Ipar yang Meresahkan   Bab 3 ~ Pria yang Licik

    “Aurelyn?”Aurelyn sangat terkejut saat dia membuka pintu kamarnya. Zephyr telah menipunya, ternyata yang ada di balik pintu adalah Aveiro.“Ada apa?” tanya Aveiro di sana menyadarkan lamunan Aurelyn.“Um… Bukan apa-apa,” jawab Aurelyn tersenyum manis di sana.“Kapan kamu pulang? Kenapa tidak menghubungimu? Aku mencarimu sejak tadi,” ujar Aveiro menatap Aurelyn dengan intens.Wanita itu berdehem kecil, jantungnya berdebar kencang karena gugup. Dia pikir, yang tadi datang adalah Zephyr. Dan, apa yang dia pikirkan, tidak mungkin Zephyr nekad datang ke rumahnya.“Aurelyn?”panggil Aveiro kembali menyadarkan lamunan Aurelyn di sana. “Ada apa? Apa kamu sakit?”Aurelyn menggeleng cepat, mencoba menguasai dirinya yang kalut. "Nggak, aku cuma... kurang tidur. Makanya agak linglung," kilahnya sambil menghindari tatapan Aveiro.Namun, Aveiro tak langsung percaya. Ia melangkah masuk tanpa diundang, menutup pintu kamar Aurelyn dan berdiri tepat di hadapannya. Tatapannya tajam, seolah membaca isi h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status