“Kamu benar-benar gila, Zack!” Aurora mendatangi ruangan kakaknya dengan kemarahan. Sebab, rumor yang dikatakan Zack benar-benar terjadi. “Semua orang percaya bahwa kita sudah tidur bersama!”
Pasalnya, ketika pagi ini ia datang ke kantor … Aurora mendapati tatapan menghina—terlebih dari karyawan wanita.
Mulanya, ia bersikap tidak acuh. Namun, saat mendengar bisik-bisik bahwa ia adalah sekertaris yang baru saja berbagi ranjang dengan bos sangat santer terdengar, kupingnya memanas.
“Bagus, dong.” Zack menyahut santai. “Mereka tidak perlu tau kalau Amber-lah yang bersamaku semalam.”
Seketika Aurora terdiam. Ia pikir, Amber yang ia telepon kemarin adalah salah satu klien perusahaan. Ternyata adalah salah satu wanita yang menghangatkan malam sang kakak.
‘Benar-benar keterlaluan!’ umpat Aurora dalam hati.
“Hari ini dan selanjutnya aku pulang sendiri saja.” Aurora berkata dengan nada ketus.
“Mauku juga begitu. Tetapi, tidak bisa!” Zack langsung menolak keinginan adik angkatnya. “Mami bilang aku harus mengantarmu pergi dan pulang. Sungguh merepotkan!”
Berbagai alasan diberikan Aurora agar ia tidak harus pulang bersama Zack. Tetap saja lelaki itu diam, lalu menggeleng.
“Sudah, kerja sana. Jangan membantah terus.” Zack mengusir Aurora dari ruangannya.
Sebelum Aurora keluar, Zack kembali berkata, “Hari ini, buatkan janji dengan Kyla.”
Kepala Aurora menggeleng. “Tidak mau. Kalau untuk kebutuhan mesummu, kamu pesan saja sendiri.”
“Kalau tidak mau, berarti kamu yang harus menggantikan Kyla. Bagaimana?” tawar Zack sambil memasang wajah menggoda.
Aurora jadi berpikir, Kakak angkatnya ini sakit! Pantas saja Mami mereka khawatir. Ternyata kakaknya memang sudah sangat meresahkan.
“Semoga kamu tidak tertular penyakit, Zack!” Aurora mendesis kesal.
Zack mengacuhkan pernyataan Aurora dengan menjawab, “Satu lagi. Kirimkan Amber hadiah untuk pelayanannya semalam.”
Aurora mendengus kasar, lalu memasang wajah angkuh. Kemudian, Zack kembali memberinya banyak tugas, termasuk menyuruh gadis itu melakukan presentasi.
Awalnya wanita itu menolak. Namun, Zack tidak menerima alasan apa pun. Hingga … di sinilah ia sekarang, tengah memperhatikan kemampuannya di depan peserta rapat.
Semua peserta mulanya terpukau. Sampai kemudian Aurora menutup presentasinya.
“Jika ada pertanyaan tentang meeting hari ini, bisa langsung bertanya pada Zack.”
“Tuan Zackery!” Suara seorang wanita meralat ucapan Aurora dengan nada tinggi. “Jangan kurang ajar! Kamu hanya sekertaris baru, tidak pantas menyebut bos kita dengan nama saja.”
Seketika, Aurora melirik Zack yang terlihat menahan senyum. Meski kesal karena reaksi kakaknya, akhirnya ia menundukkan kepala, “Maaf, Tuan Zackery.”
“Di mana kamu menemukan wanita ini, Zackery? Presentasinya tidak menarik.” Wanita lain menghina Aurora.
“Sebaiknya, jangan membawa dia saat kamu rapat dengan klien besar. Memalukan perusahaan.”
“Ya, dia tidak cocok jadi sekretaris perusahaan. Lihat saja penampilannya. Sangat tidak pantas!”
Spontan, Aurora menunduk mengamati pakaiannya.
Tadi pagi, karena harus berjalan lima kilometer ke kantor—lagi, ia memutuskan mengenakan pakaian sport lengkap dengan sepatu olahraga. Ia baru sadar, jika ia belum mengganti pakaiannya dengan pakaian formal.
“Mentang-mentang sudah berhasil tidur dengan bos, tingkahnya kurang ajar!”
Aurora melirik Zack yang masih tidak bereaksi apa pun, bahkan ketika hinaan itu semakin pedas.
Lelaki itu justru lebih sibuk membereskan barang-barangnya sendiri dan berdiri. “Rapat selesai. Terima kasih semua.”
Tanpa menoleh pada Aurora, lelaki tampan itu keluar. Aurora mengembuskan napas panjang dan membenahi laptopnya.
“Menurutku presentasimu bagus, kok.” Zavian, sahabat sekaligus asisten pribadi Zack berkata pada Aurora sembari membereskan barang-barangnya juga. “Apalagi, Zack hanya memberimu waktu setengah jam untuk mempersiapkan semuanya.”
“Terima kasih.” Aurora tersenyum sedikit. Paling tidak, ada seseorang yang menghargai usahanya.
Zavian balas tersenyum manis. “Kecuali itu….” Ia mengendik pada pakaian yang dikenakan Aurora. “Ya … aku rasa memang tidak pantas menghadiri rapat dengan pemilik perusahaan menggunakan pakaian seperti itu.”
Kekehan kecil keluar dari mulut Aurora. “Iya, aku juga baru sadar belum ganti baju.”
Secara singkat, Aurora menceritakan perjalanannya ke kantor pagi ini.
Satu garis muncul di antara alis Zavian. “Jadi, kakakmu menyuruhmu berjalan jauh setiap pagi? Keterlaluan Zack itu!”
Aurora tersentak kaget. “Ka—Kamu tau Zack adalah kakak angkatku?”
Kepala Zavian mengangguk. Bahkan ia mengatakan mengenal keluarga Morgan karena memang telah bersahabat dengan Zack sejak mereka duduk di sekolah senior.
“Jika butuh bantuan, bilang sama aku, ya. Jangan khawatir, Zack mungkin ingin mendidikmu menjadi tangguh dan tidak manja.” Setelah berkata demikian, Zavian keluar dari ruang rapat.
Hanya anggukan pelan yang diberikan Aurora kepada Zavian. Ia menghargai kebaikan hati pria itu. Meski tau pasti … ucapan asisten pribadi Zack itu tidak benar.
Pria itu memang berniat menyiksanya untuk membuat ia minggat secepatnya!
Saat Aurora akan kembali ke ruangan, ia melihat Zack berjalan bersama seorang wanita bermake up tebal yang bergelayut manja di lengannya. Wanita itu adalah salah satu manager perusahaan yang barusan ikut menghina presentasi Aurora.
Keduanya masuk ke dalam ruang kerja Zack. Mulanya, Aurora sedikit bernapas lega, sebab ia bisa sedikit beristirahat sementara pria itu ‘dihibur’ wanitanya.
Namun ia salah. Baru saja berganti pakaian, Zack sudah menerornya dengan berbagai pekerjaan. Lagi-lagi, ia melewati istirahat makan siang.
Aurora baru pulang jam tujuh malam dalam keadaan lemah.
Seorang pelayan yang melihat Aurora menenggak obat pun berinisiatif untuk membuatkan bubur untuk majikannya.
“Makanan untuk siapa itu?” Zack baru saja akan pergi kembali, bertanya pada pelayannya.
“Nona Aurora, Tuan Zackery.”
Lelaki tampan itu mendekati nampan itu. Semangkuk bubur, ayam rempah dan brokoli kukus serta minuman jahe.
Zack tidak bertanya lagi, dan meninggalkan kediaman mewahnya.
Sementara itu, Aurora yang telah selesai berendam kini berusaha untuk makan. Air matanya menetes saat menelan makanan pelan-pelan. Perutnya terasa perih.
Jika saja bukan karena permintaan Mami untuk menemani Zack, ia mungkin akan segera pulang.
Keringat dingin membasahi tubuh Aurora. Tangannya menekan perut bagian kiri yang semakin terasa nyeri. Tubuhnya lemas dan lunglai ke sofa.
Lalu … semuanya terasa gelap.
Zack membuka mata. Ia berada di keramaian. Banyak wanita cantik dan bertubuh indah di sekelilingnya.Namun begitu, apa yang ia cari tidak ada. Zack mulai panik. Netranya memutar ke segala arah. Ia mengabaikan uluran tangan setiap wanita yang ingin meraihnya.“Ke mana Aurora? Kenapa aku tidak melihatnya? Ini di mana?”Matanya memicing saat melihat cahaya. Ia mengerjap-ngerjap dan kini melihat beberapa wajah yang sedang mengamatinya.“Syukurlah, kamu sudah sadar.”Zack tersenyum kala melihat wajah yang ia cari-cari kini berada di dekatnya. Dokter segera mendekat dan memeriksa keadaan Zack.“Kelelahan, kepanasan dan dehidrasi.” Dokter menyimpulkan apa yang diderita Zack sambil menyuntikkan vitamin pada lengan atas pasiennya yang baru saja siuman dari pingsan selama sepuluh menit.“Apa akan baik-baik saja?” Clara bertanya dengan khawatir.“Tentu.” Dokter terkekeh menatap Zack. “Sepanjang ingatan saya, Tuan Zack memiliki kondisi tubuh yang prima. Hanya saja saat ini aktifitasnya sudah melam
Satu tahun berlalu. Hari ini adalah hari besar bagi Zack dan para sahabat. Akhirnya bisnis mereka bersama diresmikan.Seluruh keluarga Zack, Zavian, Elvis, Vigor dan Louis berkumpul di pulau. Resort besar yang diberi nama DreamTeam itu memiliki konsep kebersamaan. Setiap resort memiliki ruang terbuka untuk berkumpul.Acara pembukaan hari ini tampak meriah. Persiapan sudah berjalan sejak satu bulan yang lalu. Mereka membentuk lingkaran dan berdoa bersama sebelum akhirnya membuka pita tanda resort mereka kini terbuka untuk umum.Aurora menarik tangan Alzard untuk mengikutinya. Mereka menghampiri seorang wanita cantik berkepala plontos.“Siapa?” Alzard terlihat bingung.“Jenny. Dia sengaja mencukur habis rambutnya agar sama dengan kepala putrinya yang masih pemulihan dari kanker.”Alzard mengangguk dan akhirnya mengenali wanita tersebut. Aurora bersama Mami dan June memang sudah bercerita pada Zack dan Alzard tentang pertemuan mereka dengan Jenny.“Aurora.” Jenny menyapa ramah.“Jenny. S
Aurora, June dan Clara menatap hamparan manusia di ruang keluarga. Televisi masih menyala. Remah-remah keripik dan popcorn bertebaran bersama kaleng-kaleng soda dan gelas-gelas jus.Perlahan, Aurora membangunkan Kakek Viscout. Ia tidak ingin sang Kakek pegal-pegal tubuhnya karena tidur di sofa.“Oh. Kalian sudah kembali,” gumam Kakek Viscout.Aurora mengangguk, lalu mengantar Kakek Viscout ke kamar. Wanita cantik itu memastikan sang kakak berbaring nyaman dan menyelimuti tubuhnya.Saat kembali ke ruang keluarga, June dan Alzard sudah memindahkan Felix dan Haven. Mereka ditidurkan bersama di ranjang Felix.Clara sudah akan mengangkat Angel, namun Aurora menghalanginya.“Biar aku yang angkat Angel. Dia sudah berat sekarang. Mami tolong gendong Alpha saja.” Perlahan, Aurora melepas pelukan Zack dari tubuh Alpha.Bayi mungil itu kini dibawa Clara ke kamarnya. Aurora menggendong putrinya dan duduk sebentar di sisi ranjang Angel.“Terima kasih Tuhan, karena memberikanku putri yang sangat ca
Zack sampai membangunkan semua suster untuk mencari Angel. Raut wajahnya dari santai kini menjadi tegang. Untung saja, Alpha yang berada di gendongannya tidak terbangun.“Dad!” pekik Haven.“Kenapa? Ada apa dengan Angel?”“Sstttt.” Felix langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir.Haven membuka taplak yang menutupi kaki meja. Di sana Angel tidu meringkuk. Zack, Kakek Viscout dan Alzard menghela napas penuh kelegaan.Suster mengeluarkan dan menggendong Angel. Zack meminta putrinya dibaringkan di kasur di depan televisi.Saking lelahnya, semuanya kini berbaring di kasur. Kakek Viscout memilih berbaring di atas sofa. Zack duduk bersandar di kasur sambil tetap menggendong Alpha.“Kenapa Alpha tidak dibaringkan di sebelah Angel saja agar kamu juga bisa tidur?”“Alpha menangis jika aku letakkan di kasur.” Zack menjawab pertanyaan Kakek Viscout dengan nada lemah.Lelaki itu memicingkan mata dan melihat Alzard, Haven dan Felix sudah tertidur. Zack mengusap sayang kepala Angel yang tidur di
Aurora sangat bersyukur. Zack begitu penuh support ikut merawat putra-putri mereka. Angel semakin manja dan lengket dengan sang Daddy. Sekarang, ke mana pun Zack pergi, Angel akan ikut.Perkembangan Alpha semakin hari semakin membaik. Berat badannya sudah mulai normal diusianya. Namun begitu, Aurora tidak mau lengah.Setiap hari, Alpha menjalani terapi perkembangan fisik dan kognitif. Aurora selalu menemani putranya.“Siapa hari ini yang bisa ikut menemani Alpha terapi?” Aurora bertanya pada anak-anaknya saat sarapan.“Felix, Mom. Nanti aku belajar online saja.” Felix mengajukan diri.“Maaf, Mom. Aku ada les golf, tapi setelahnya bisa menyusul.”“Angel mau rapat sama Daddy.”“Nanti kami menyusul setelah rapat, Sayang.” Segera, Zack menimpali.Aurora tersenyum dan mengembuskan napas lega. Dibanding Felix dan Haven, Angel lah yang masih menjaga jarak dengan Alpha. Anak perempuan lebih memilih bersama sang Daddy meskipun ia memiliki waktu untuk bersama Aurora.“Ayo, Angel. Pamit Mommy du
“Pasti habis dapat jatah semalam.” Zavian meledek sahabatnya. “Wajahmu sangat ceria dan bersinar.”Zack hanya tersenyum manis. Ia tidak akan menyangkal karena ucapan Zavian benar. Semalam akhirnya ia bisa melampiaskan kerinduannya pada sang istri.“Daripada meledekku terus, lebih baik kamu siapkan ruang rapat.”“Sudah.”“Katanya mau mencetak timeline terbaru proyek?”“Sudah.”“Pesan makanan untuk rapat ?”“Hem.”“Telepon desain pembuat boneka yang akan menjadi maskot pulau kita?”“Sudah semua. Tenang saja. Beres.”“Carilah pekerjaan lain agar kamu tidak menggangguku.” Zack bersungut kesal.“Ini sedang kulakukan. Menggodamu.”Zavian tergelak melihat tatapan Zack yang seperti ingin membunuhnya. Untunglah saat itu Angel masuk hingga wajah Zack langsung berubah manis.“Putri cantik Daddy.” Tangan Zack terentang lebar.Angel segera masuk ke dalam pelukan Zack. Lelaki itu menciumi setiap jengkal wajah sang putri satu-satunya.“Bagaimana sekolahnya?”“Kenapa setiap aku pulang sekolah, selalu