Sebelum bertemu Abraham, Marie pernah beberapa kali menjalin hubungan dengan pria.
Namun tidak ada yang sampai bisa membuat Marie yakin ingin menikah dengannya. Sebagai Pengacara, sedikit banyak Marie bisa membaca karakter orang. Itu kenapa dia sulit sekali benar-benar jatuh cinta karena pria yang sebelumnya hadir dalam hidup Marie pasti saja melakukan sesuatu yang membuat Marie ilfeel. Bukan tentang kebiasaan tapi karakter dan prinsip hidup yang tidak bisa Marie tolelir. Sampai Abraham dengan segala pesonanya datang dan berhasil membuat Marie jatuh cinta. Sesungguhnya Abraham bukan orang baru di hidup Marie, beberapa kali di masa lalu mereka bertemu tapi tidak menjalin suatu kerjasama khusus hanya sebatas tahu saja. Bahkan sewaktu Abraham bercerai dengan model dan artis ternama Dyah Pitaloka—Abraham mempercayakan urusan hukum tersebut kepada salah satu Pengacara di bawah kantor konsultan hukum di mana Marie dulu pernah bernaung sehingga mereka sering bertemu atau sekedar berpapasan di gedung kantor tersebut. Dan sekarang ketika Perusahaan Abraham tersandung kasus hukum tentang Pajak, Marie dipercaya untuk mendampingi kasus tersebut mengingat Marie pernah memenangkan kasus besar dengan masalah serupa. Selain Abraham adalah seorang Pengusaha sukses yang memiliki banyak ‘tambang uang’, pria itu juga pandai mengambil hati wanita dengan memperlakukannya seperti seorang Ratu. Seringnya komunikasi intens terjalin antara Abraham dengan Marie membuat Marie mengetahui karakter asli Abraham, pria itu tidak memiliki cela, Marie tidak bisa lagi lari dari perasaan bernama cinta. Padahal Abraham tidak pernah sekali pun bermaksud menggoda Marie namun suatu malam, saat mereka selesai meeting di Lounge sebuah hotel—Abraham menyediakan kamar untuk Marie beristirahat. Abraham sendiri yang mengantar Marie ke kamar dan Abraham tidak pernah keluar lagi, saat itu entah siapa yang memulai dan bagaimana ceritanya mungkin karena pengaruh alkohol ditambah kekaguman yang dimiliki satu sama lain mengantarkan keduanya ke atas ranjang. Dengan kesadaran penuh Abraham dan Marie bercinta, bahkan Abraham memaku netra Marie penuh damba saat menghentaknya dari atas. Dan Marie baru merasakan gairah hasratnya kembali setelah sekian lama. Di masa lalu Marie pernah melakukan one night stand dengan beberapa pria, malah dia pernah bercinta dengan pria yang lebih muda tapi mereka semua masih kalah jauh dibanding Abraham karena hanya Abraham yang mampu membuatnya mendapatkan pelepasan berkali-kali malam itu. Bagi Marie, Abraham adalah pria sempurna dan dia ingin hidup bersama pria itu selamanya. Dan malam ini, setelah mereka mengumumkan tanggal pernikahan kepada anak mereka—seperti dugaan Ryuga—Abraham dan Marie tidak bisa menunggu hingga pesta pernikahan nanti. Mereka menghabiskan malam di sebuah kamar hotel di bawah restoran yang menjadi tempat makan malam. Entah dari mana asalnya stamina yang dimiliki Abraham diusianya yang ke empat puluh tujuh tahun masih kuat melakukan berbagai macam gaya seperti yang tertuang dalam buku Kama Sutra. Lihat saja bagaimana kuatnya Abraham saat bercinta dengan gaya upstanding citizen, kedua kaki Marie melingkari pinggang Abraham sedangkan pria itu mengayun tubuh Marie ke atas dan ke bawah. Tubuh Marie memantul bersama dua gundukan di dadanya sedangkan wajah Abraham melesak di leher wanita itu. Bosan dengan gaya berdiri sambil menggendong Marie, Abraham membaringkan kembali Marie di atas ranjang. Dia memposisikan Marie berbaring miring dan memasukinya lagi. Awalnya posisi Abraham berlutut di atas ranjang, pinggulnya bergerak maju mundur menghasilkan banyak desah penuh kenikmatan dari bibir Marie kemudian Abraham membungkuk untuk memagut bibir Marie. Hentakannya kian dalam dan cepat, bibir Abraham meninggalkan bibir Marie turun ke lehernya dan berakhir di puncak dada Marie yang masih kencang. Marie nyaris sampai, berkali-kali menyebut nama Abraham hingga akhirnya jeritan kecil Marie tercetus bersamaan dengan erangan berat Abraham. “Marie.” Abraham memanggil Marie dengan nada pujian yang kental sedangkan Marie membalas dengan tawa kecil menggemaskan. Abraham bergulir ke samping, memeluk Marie dari belakang. Dia berikan banyak kecupan di tengkuk dan pundak Marie sebelum mengeratkan pelukan. *** Shayla yang tengah menikmati sarapan paginya yang kesiangan mengangkat pandangan saat menyadari sosok mommy Marie memasuki ruang makan. Mommy masih menggunakan pakaian yang sama yang digunakan saat makan malam kemarin, riasannya telah pudar tapi tidak mengurangi sedikitpun kecantikan beliau. Namun tidak seperti biasanya, wajah mommy tampak lesu. Mungkin terlalu lelah ‘meeting’ semalaman bersama om Abraham. “Pagi, Mom.” Shayla menyapa. “Pagi sayang.” Mommy duduk di depan Shayla. “Bi, buatin salad sayur …,” titah mommy kepada Bi Ani, asisten rumah tangga yang datang setiap pagi dan akan pulang setelah pekerjaannya selesai. “Baik, Bu.” Mommy menopang dagu menggunakan satu tangannya yang bertumpu di atas meja. “Lemes banget,” celetuk Shayla menyindir. “Hu’um … Mommy meeting semalaman.” Mommy menguap dengan cara paling elegan, menutup mulutnya menggunakan tangan. “Shayla udah besar, Mom … Shayla ngerti kok.” Shayla merotasi bola matanya menghasilkan kekehan mommy. Tapi mommy tidak membantah atau membenarkan apapun yang ada dalam pikiran Shayla. Bi Ani datang membawa sarapan pagi untuk mommy. “Makasih ya sayang, udah ngertiin Mommy … Mommy hanya punya kamu di dunia ini.” Shayla tahu kalau mommy sedang merayunya saja agar bersedia menerima om Abraham. “Ada oma sama opa, Mommy lupa?” Mommy mendengkus, tatapannya nanar tertuju pada piring berisi salad sayur yang mommy aduk agar bercampur dengan mayonaise. “Mereka enggak pernah setuju dengan apa yang mommy lakukan, kamu lupa?” Mommy membalas ucapan Shayla dengan ujung kalimat yang sama. “Tapi sebenarnya mereka sayang Mommy, sayang Shayla juga.” Mommy mendongak, bibirnya tersenyum lalu mengangguk. Beliau tidak memprotes, karena mommy juga adalah orang tua yang menyadari kalau sikapnya kepada kedua orang tua yaitu oma dan opa tidak terpuji dan mommy tidak ingin Shayla mengikuti jejaknya. Tapi Mommy juga tidak akan berperilaku seperti oma dan opa yang otoriter dan berpikiran kolot yang selalu mengekang anaknya. “Apa oma sama opa sudah tahu tentang rencana pernikahan Mommy sama om Abraham?” Mommy menganggukan kepala. “Mereka setuju.” Mommy menjawab singkat. “Menurut kamu, om Abraham gimana?” Ada senyum dan binar di mata saat mommy bertanya. “Om Abraham baik, ganteng juga ….” Kalimat Shayla menggantung. “Tapi?” Mommy menunggu Shayla mengatakan kekurangan calon suami pilihannya. “Enggak ada tapi, Shayla belum kenal dekat sama om Abraham.” “Satu sampai sepuluh, berapa nilai untuk om Abraham?” Mata mommy menatap Shayla lekat, mungkin sedang mengintimidasi. “Tujuh.” Shayla menjawab cepat. “Yaaaa, kok tujuh!” Mommy tidak terima karena menurutnya, Abraham bernilai sembilan karena sepuluh milik Tuhan Yang Maha Esa. Logika seorang Marie Evangelista tidak berfungsi bila menyangkut Abraham Bimasena. “Kan udah Shayla bilang kalau Shayla belum kenal om Abraham … kaya belanja skincare di marketplace, Shayla akan kasih bintang tiga dulu setelah Shayla cobain skincarenya terus cocok baru deh Shayla kasih bintang lima.” Mommy mencebikan bibirnya mendengar alasan sang putri. Beliau menghabiskan sarapan paginya dengan cepat. “Mommy mau ngegym, kamu mau ikut enggak?” “Mau donk bestie!” “Cepet abisin makannya.” Usai berkata demikian Mommy pergi dari ruang makan menuju kamar untuk berganti pakaian. Mommy sangat gila olah raga dan mengkonsumsi makanan sehat, itu kenapa Mommy lebih mirip kakaknya Shayla dari pada mamanya.Beberapa saat kemudian pintu ruang ICU terbuka, suster yang tadi menyeret Shayla keluar sekarang muncul dari balik pintu.“Keluarga tuan Ryuga?” “Iya Suster.” Shayla dan Papa mendekat.“Tuan Ryuga sudah siuman, tapi tunggu setengah jam baru bisa ditengok ya.” Papa dan Shayla mendesah lega, bibir mereka berdua sontak tersenyum meski mata masih terdapat jejak buliran kristal. “Terimakasih, Suster.” Papa berujar sebelum Suster kembali masuk ke ruang ICU. Papa merangkul pundak Shayla untuk mendekat pada mommy namun Shayla menahan langkahnya yang otomatis membuat langkah Papa berhenti.“Shayla mau di sana aja.” Shayla menghela tangan Papa dan pergi ke sudut lain ruang tunggu.Papa menoleh pada mommy dan menatap istrinya sendu. Beliau duduk di samping mommy, menggenggam kedua tangan sang istri.“Aku enggak tahu kenapa Shayla bisa ada di sini … aku senang dia kembali dan akan aku pastikan dia tidak akan pergi lagi … sekarang biar aku yang bicara baik-baik sama Shayla … kamu pulang lah,
Detik demi detik yang berlalu belum pernah selama ini dirasakan Shayla.Baru saja Adelia memberi tahu kalau Ryuga kecelakaan saat sedang dalam perjalanan menuju kantor kliennya.Dari sana Shayla jadi tahu kalau cita-cita Ryuga terwujud karena sekarang dia yang memimpin perusahaan papa.Adelia mendapat informasi dari Fuji dan langsung pergi ke rumah sakit begitu mendapat kabar tersebut.Dia juga bercerita kalau dirinya sempat menunggui Ryuga yang sedang dioperasi bersama Kabir dan papanya sampai akhirnya Ryuga dinyatakan koma dan dirawat di ICU.Tangis Shayla sulit sekali berhenti dampak dari dadanya yang terasa sakit seperti tercabik lantaran bukan hanya bercerita tentang kecelakaan Ryuga saja, Adelia juga menceritakan bagaimana usaha keras Ryuga untuk menemukannya.Awalnya Shayla cemburu karena Adelia mengetahui betul tentang Ryuga tapi rasa itu seketika sirna saat diakhir cerita Adelia mengatakan kalau mengetahui usaha keras Ryuga dalam mencarinya itu dari Kabir yang sekarang sudah
Papa Abraham sudah kembali dari perjalanan bisnisnya, Mommy juga sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Ryuga bebas tugas Negara sekarang jadi memiliki waktu untuk mencari Shayla.Jadi setiap hari, Ryuga habiskan waktu beberapa jam untuk mencari Shayla di setiap penjuru kota setelah pulang kerja.Dia pergi ke Mall dan pusat perbelanjaan lainnya sebelum pulang ke apartemen.Ryuga sudah melakukannya semenjak Shayla menghilang.Dan yang membuat Ryuga resah adalah dia tidak lagi menemukan bunga di makam Sakura semenjak menghilangnya Shayla.Itu berarti Shayla tidak pernah mengunjungi makam Sakura.“Sebenarnya kamu ke mana, Sel? Please … pulang, meski kita enggak bisa bersama tapi seenggaknya aku tahu kalau kamu baik-baik aja.” Ryuga bergumam dengan mata berbagi fokus antara kemudi dan pinggir jalan siapa tahu dia beruntung bisa bertemu Shayla.Ryuga sampai membuka peta Jakarta, dia melingkari area yang sudah ditelusuri agar merata mencari Shayla sampai ke perbatasan kota di sekitarnya.Nam
“Mom … Ryu pulang dulu ya, Ryu harus ketemu klien jam satu nanti … kalau papa belum pulang, nanti Ryu ke sini lagi.” Ryuga berdiri di sisi ranjang mommy untuk pamit, meski mommy masih enggan menatap matanya tapi Ryuga bersyukur mommy tidak tantrum dan mengusirnya sampai detik ini.“Opa dan oma akan menginap di sini, kamu istirahat aja … tadi malam kamu yang jaga di sini, kan?” Opa berujar memberi keringanan kepada Ryuga.Ryuga hanyalah anak tiri Marie yang cintanya kepada Shayla pun ditentang habis-habisan oleh Marie, tidak sepatutnya Marie membebani Ryuga meski opa tahu kalau kebersediaan Ryuga adalah demi papanya.Menurut opa justru Ryuga anak yang baik dan pantas menjadi calon cucu menantunya.“Justru opa dan oma harus istirahat, udara malam dan begadang enggak baik untuk orang tua.” Ryuga menyahut.Opa dan oma tertawa. “Belum lah, kita belum tua-tua amat …,” kata oma penuh percaya diri menghasilkan senyum Ryuga.Marie menundukan kepala menyembunyikan ekspresi wajahnya melihat kea
“Ryu, makasih ya udah mau bantu Papa … Papa enggak tahu mau minta tolong siapa … Papa harus pergi … kamu ‘kan tahu urusan ini penting banget buat, Papa.” “Iya, Pa … Ryu ngerti, Papa pergi aja … biar Ryu yang jaga mommy.” Abraham menatap sang putra lekat, anaknya selalu bisa diandalkan, selalu mau mengikuti keinginannya.Beliau telah melupakan kesalahan Ryuga yang telah menghamili Shayla karena banyak yang telah Ryuga lakukan untuk menyenangkan hatinya.“Tapi Ryu, sebenarnya mommy kamu enggak setuju waktu Papa bilang kamu yang akan nungguin dia.” Abraham meringis.Menurutnya Ryuga harus tahu agar bisa menyiapkan mental menghadapi Marie.Ryuga mengembuskan napas panjang tapi bibirnya tersenyum kecut.“Ya udah enggak apa-apa, Ryu udah tahan banting kok.” Abraham menepuk-nepuk pundak Ryuga kemudian masuk ke dalam kamar rawat Marie.Mommy tirinya Ryuga itu sering sekali keluar masuk rumah sakit karena memikirkan keadaan Shayla.Marie menyesal telah berniat menyekolahkan Shayla ke Singap
Berkali-kali Adelia menghubungi sang kakak melalui sambungan telepon tapi tak juga mendapat jawaban padahal dia akan berkunjung ke rumahnya sekarang.Taksi online yang Adelia tumpangi sudah berhenti di depan rumah sang kakak, dia turun dan melangkah menyebrangi halaman parkir mobil yang luas.Mengetuk pintu sebanyak tiga kali tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam sana.Adelia mengembuskan napas kecewa, tapi kemudian tangannya iseng menekan handle pintu dan pintu pun terbuka.Pintu utama rumah kakanya ternyata tidak terkunci.“Baaang!” Adelia memanggil, dia langsung pergi ke lantai dua menuju kamar kakaknya karena di lantai satu tampak sepi.Begitu sampai di depan kamar sang kakak yang terbuka sedikit pintunya, dia mendengar suara air shower di dalam kamar mandi.“Oooh, lagi mandi.” Adelia bergumam.Setiap weekend memang tidak ada asisten rumah tangga, jadi tidak akan ada yang membukakan pintu tapi beruntung pintu depan tidak dikunci.Adelia pergi ke dapur, tenggorokannya kerin
“Kak Ryu?” Kedua alis Dewi terangkat mendapati Ryuga ada di loby apartemennya. “Dew ….” Ryuga bangkit dari sofa menghampiri Dewi. “Lo tahu enggak Shayla di mana?” Ryuga meremat pundak Dewi cukup kencang. “Enggak tahu, Kak … ini ‘kan libur semester … kita enggak ketemu juga enggak chat-chatan.” Sudah dua orang selama dua hari ini yang menanyakan Shayla kepadanya dan Dewi sungguh tidak tahu Shayla ada di mana. Dia juga khawatir. “Coba lo telepon dia, gue udah coba telepon dia tapi hapenya enggak aktif … siapa tahu nomor gue diblok sama dia.” Ryuga pun menjauhkan tangannya dari pundak Dewi. “Waktu om Abraham telepon gue dan ngabarin Shayla kabur, gue udah coba telepon dia tapi enggak aktif … sebentar ya, gue telepon lagi… siapa tahu dia kemarin kehabisan batre.” Dewi mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Dia lantas menempelkan ponsel ke teling
“Loh … Shayla belum turun dari kamarnya seharian ini ya?” Marie yang sedang membaca majalah di kamar hanya mengangkat bahunya tidak peduli ketika sang suami berujar demikian.Abraham mengembuskan napas berat, beliau keluar dari kamar lalu menaiki anak tangga menuju kamar Shayla.Dia ketuk beberapa kali tapi tidak ada jawaban lantas membuka pintu dan ruang kosong yang dia dapati.Tidak ada Shayla di sana.“Sel … Shayla.” Abraham memanggil sembari melangkah menuju kamar mandi.Namun dia menemukan kamar mandi dalam keadaan kosong.Abraham kembali ke lantai satu untuk menemui asisten rumah tangganya.“Bi, Shayla mana?” “Saya belum liat dari pagi, Pak.” Abraham menghela napas panjang lagi, dia pergi ke kamarnya.“Sayang, coba kamu telepon Shayla … kayanya dia enggak pulang tadi malam, di kamarnya enggak ada dan bibi juga enggak liat dia dari pagi.” Abraham tampak panik.Marie mengangkat pandangannya. “Palingan anak kamu bawa Shayla pergi lagi.”Dengan entengnya Marie menuduh Ryuga.“Ka
Pak Zidan sampai harus menepikan kendaraannya karena Shayla tidak kunjung memberitahu alamat rumah.Tadi Shayla menceritakan semuanya yang sebagian sudah Pak Zidan ketahui tentang hubungan Shayla dengan Ryuga beserta janin yang akhirnya gugur dan menyebabkan mereka berpisah. Shayla juga menceritakan keegoisan sang mommy dan bagaimana hancurnya perasan Shayla saat ini.Banyak air mata menyertai cerita Shayla barusan dan pak Zidan tidak bisa berbuat apa-apa selain mendengarkan.Berulang kali pak Zidan mengembuskan napas kasar apalagi setelah mendengar Shayla mengungkapkan keinginan untuk kabur demi membuat sang mommy menyesali perbuatannya.“Jadi kamu mau ke mana sekarang?” Pak Zidan akhirnya bertanya.Dia sudah memberikan nasihat panjang lebar agar Shayla pulang dan sabar menghadapi sang mommy tapi Shayla bersikeras tidak mau pulang.“Ya udah, Shayla turun di sini aja, Pak.” Zidan menahan pundak Shayla yang tangannya hendak menarik handle pintu.“Terus kamu mau ke mana?” Pak Zidan m