Share

Bab 3

Author: Tara
Aku menjaganya sepanjang malam, tetapi dia tidak bisa melihat betapa kerasnya aku bekerja.

Setelah bertemu dengan Olivia beberapa kali saja, anak ini selalu menyebutkan tentang wanita itu.

Bondan menyalakan lampu di langit-langit, sementara matanya menatap putranya dengan penuh pujian.

"Dengarkan apa yang dikatakan anakmu. Apa kamu sekarang masih pantas menjadi seorang Ibu?" ujar Bondan.

"Apa kamu nggak merasa kalau sikapmu yang terus marah hanya karena Olivia itu berlebihan? Sudah aku bilang, aku dan Olivia hanya teman biasa. Kenapa kamu nggak bisa mengerti?"

"Gaji menentukan siapa yang memegang keputusan akhir di rumah. Kamu bekerja di Institut Desain, tapi gajimu sangat rendah. Karena aku yang membiayai hidupmu, jadi kamu harus tahu diri. Orang yang nggak bisa melepaskanku dan Toby adalah kamu."

Aku tidak ingin lagi mendengar penghakiman mereka padaku. Aku bangkit berdiri, ingin kembali ke kamar.

"Semua yang kamu katakan benar," kataku.

Bondan menarik napas dalam, suara terdengar serak.

"Sofia, kenapa kamu selalu bersikap acuh tak acuh setiap kali bertengkar? Apa kamu nggak peduli pada perasaanku?" kata Bondan.

Aku merasa pusing dan mataku berkunang-kunang karena terlalu banyak minum. Langkahku tidak stabil ketika berjalan, membuat betisku menabrak meja kopi dengan keras, hingga seluruh tubuhku terjatuh ke belakang.

Bondan hampir langsung menerjang ke depan. Telapak tangannya menjadi bantalan antara belakang kepalaku dengan lantai.

"Sofia! Kenapa kamu nggak mati saja!"

Aku bersandar di dadanya untuk bangkit perlahan. Mataku tampak tenang tanpa gelombang.

"Jangan sentuh aku," kataku.

Bondan merasa sangat terkejut. Sepertinya dia tidak menyangka kalau aku akan bersikap sedingin ini. Akhirnya, dia melepaskan tanganku.

Aku kembali ke kamar, lalu tertidur dengan nyenyak.

Saat terbangun lagi, waktu menunjukkan pukul lima pagi.

Meskipun semalam aku mabuk, jam biologisku tetap membangunkanku tepat waktu.

Bondan suka memakan mi buatan tangan yang digiling segar. Sementara Toby hanya akan memakan pangsit daging yang dibuat baru setiap harinya.

Lidah Ayah dan anak itu sudah sangat dimanjakan. Mereka mengatakan bahwa masakan buatan pelayan berbau seperti kulkas, sementara sarapan di luar rasanya seperti minyak dan selokan.

Jadi, setiap hari aku harus bangun dua jam lebih awal agar mereka bisa memakan masakan hangat yang baru dibuat pada pukul tujuh.

Namun, hari ini aku akan memaksa diriku untuk tidur kembali.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu, tetapi suara ketukan di pintu membangunkanku.

Aku membuka pintu dengan rambut yang masih berantakan. Putraku Toby tampak sedang berdiri di depan pintu.

"Ibu jelek! Ibu jahat! Kenapa Ibu belum bangun dan memasakkan sarapan untukku dan Ayah? Aku lapar!" teriak anak itu.

Aku menguap, lalu membalas, "Hari ini Ibu istirahat."

"Nggak boleh!" Toby tiba-tiba menerjang, memukul gaun tidurku. "Bibi Olivia pernah mengatakan kalau Ibu yang baik harus tetap memasak meski sedang sakit!"

"Aku bukan Ibu yang baik untukmu. Kalau kamu ingin makan, minta saja pada pelayan," balasku.

Toby tiba-tiba duduk di lantai sambil menangis, seperti binatang kecil yang marah.

"Masakan pelayan nggak enak! Ayah, Ibu nggak mau memasak untukku. Bisakah kamu memanggil Bibi Olivia? Sarapan yang dia buat enak sekali. Dia juga bersedia memasak untukku!" kata anak itu.

Bondan duduk di meja makan dengan lingkaran hitam di bawah matanya. Sepertinya dia tidak tidur semalaman.

"Sofia, jangan melampiaskan amarahmu pada anakmu," ujar Bondan.

"Kalau kamu lelah dan nggak mau memasak, aku bisa memanggil Olivia untuk datang ke sini."

Aku tidak mengatakan apa pun lagi, hanya menutup pintu kamar dengan suara keras. Aku mencuci muka, menyapukan riasan di wajahku, lalu memakai blazer.

Aku mengambil kunci mobil, lalu langsung berjalan keluar.

Dari kejauhan, aku bisa mendengar Bondan sedang menelepon Olivia. Saat melewati sampingnya, pria itu tiba-tiba menarik pergelangan tanganku.

"Apa kamu mau pergi keluar? Di meja ada sup yang aku buatkan untukmu. Makanlah dulu sebelum kamu pergi," kata pria itu.

Aku langsung menepis tangannya. "Nggak perlu, terima kasih."

Sebelum pintu tertutup, aku sepertinya mendengar suara cangkir pecah menabrak dinding dari belakangku.

Bondan marah.

Langkahku terhenti sejenak. Namun, aku akhirnya tetap melanjutkan langkahku.

Aku pergi ke Institut Desain.

Dulu, aku mengikuti Bondan ke kota ini. Awalnya aku ingin meraih prestasi besar di sini.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 10

    "Tahun-tahun itu, masa-masa indah itu, apa kamu sudah melupakannya?"Aku perlahan menarik kembali tanganku, menatap daun-daun kering yang hanyut di atas Sungai Carmel."Aku ingat. Justru karena aku mengingatnya, setiap kali kamu menyakitiku, aku selalu memberimu kesempatan lagi.""Tapi, kamu baru menyadarinya sekarang.""Bondan, ini sudah terlambat.""Persis seperti daun yang gugur ini."Aku membuka telapak tanganku dan menangkap selembar daun kuning yang sudah kering."Meski kamu menempelkannya kembali ke dahan … dia tetap nggak akan bisa hidup kembali."Aku bangkit berdiri, memandang riak-riak berkilauan di Sungai Carmel di kejauhan dan tersenyum tipis."Bondan, apa kamu tahu?""Dua tahun di Universitas Casilda ini adalah masa paling bebas dalam hidupku.""Aku bukan lagi istri siapa pun, bukan lagi ibu siapa pun. Aku hanyalah diriku sendiri.""Akhirnya aku mengerti, cinta seharusnya bukan pengorbanan yang merendahkan diri, melainkan harus sama-sama saling menghormati."Bondan terpaku

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 9

    [Bondan, apa maksudmu? Kamu memutuskan hubungan denganku karena wanita tua itu?] [2021.09.16 08:12][Angkat teleponnya. Apa kamu tahu berapa banyak yang sudah aku korbankan untukmu?] [2021.09.17 14:35][Bondan, apa kamu pikir Sofia akan memaafkanmu? Dia pasti membencimu setengah mati sekarang.] [2021.10.01 09:05][Hari ini ulang tahunmu. Kamu masih ingat bagaimana kita merayakannya tahun lalu? Aku menunggu di tempat biasa.] [2022.01.01 00:03][Selamat Tahun Baru …. Aku sangat merindukanmu.] [2022.03.08 15:22][Ini terakhir kalinya aku tanya, kamu mau ketemu atau nggak?] [2022.05.20 13:14][Kamu akan menyesal. Apa yang kamu sukai dari Sofia? Dia cuma ibu rumah tangga yang cuma berkutat di dapur.] [2022.07.30 22:08][Tolonglah, balas aku sekali saja, ya ….]Pesan terakhir yang sudah dibaca adalah pesan putus dari Bondan dua tahun lalu.Setelah itu, semua pesan menunjukkan tanda belum dibaca yang berwarna merah menyala.Waktu seakan berhenti di 728 hari yang lalu.Aku menutu

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 8

    [Sofia, kamu bukan apa-apa tanpaku. Kembalilah sekarang dan aku masih bisa memaafkanmu.]Kemudian, nada suara Bondan mulai gemetar ….[Sampai kapan kamu mau terus seperti ini? Anak kita tiap hari menangis mencari-cari kamu.][Soal Olivia bisa aku jelaskan. Kembalilah, kita bicarakan baik-baik ….]Setelah itu, bahkan pesan-pesan Bondan disertai dengan permohonan yang begitu merendahkan diri ….[Sofia, aku salah …. Aku benar-benar sadar sudah berbuat salah.][Bisakah kamu pulang? Aku dan Toby nggak bisa hidup tanpa kamu.]Aku membaca pesan-pesan itu dan hanya merasa jika semuanya begitu lucu.Dahulu, saat aku terbaring di rumah sakit dan harus menandatangani surat persetujuan operasi sendirian, Bondan bahkan tidak menunjukkan kepedulian sedikit pun.Dahulu, sewaktu aku bergadang bermalam-malam hanya demi menyiapkan sarapan kesukaannya dan anak kami, yang dikatakan Bondan hanyalah, "Itu memang sudah tugasmu."Kini, akhirnya dia sadar ….Bukan aku yang tak bisa hidup tanpanya, tetapi dia y

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 7

    Bondan menggumam sendiri seperti orang gila. Namun, tiba-tiba Bondan menemukan ada jadwal penerbangan yang terselip di bawah sertifikat."Sofia Jayadi, Bandara Hermela, Kota Lorin, sekali jalan."Tanggal cetaknya tiga bulan yang lalu.Napas Bondan tiba-tiba terasa sesak.Tiga bulan yang lalu, adalah tepat di hari pertama dia membawa Olivia pulang untuk makan malam.Hari itu, Sofia tidak memasak seperti biasanya dan mengaku sedang lembur.Saat itu, Bondan bahkan sempat mengejeknya, "Dengan pekerjaanmu yang payah ini, apa pentingnya lembur atau nggak?"Sekarang saat kembali mengingatnya, malam itu saat Sofia pulang, tubuhnya seperti menguarkan aroma kopi ….Padahal, Sofia sama sekali tidak pernah minum kopi. Katanya, dia takut tangannya gemetar dan memengaruhi gambarnya."Ayah." Toby masih terisak. "Apa Ibu sudah nggak menginginkan kita lagi?""Omong kosong."Tiba-tiba saja, Bondan menarik putranya ke arahnya. Namun, begitu menyentuhnya, dia segera melonggarkan cengkeramannya.Bondan ber

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 6

    Bondan kembali ke rumah dalam keadaan linglung dan kacau. Dia memutar kunci tiga kali di lubang kunci sebelum akhirnya pintu terbuka.Bondan sudah melakukan hal itu selama lima tahun. Namun, hari ini tiba-tiba hal tersebut terasa sukar baginya."Ayah." Toby berlari keluar dari kamar tanpa alas kaki. "Mana Ibu? Aku lapar."Bondan mengelus kepala putranya dengan kaku. Pandangannya menyapu ruang tamu yang kosong.Salah satu cangkir favorit Sofia sudah tidak ada.Sepasang sandal krem yang biasa dipakai Sofia juga tidak ada lagi di rak sepatu."Ibumu …." Suara Bondan tercekat. Kemudian, tiba-tiba saja Bondan tertawa dingin."Lagi ngambek. Mungkin sebentar lagi dia kembali."Lalu, Bondan bergumam, seolah berbicara pada dirinya sendiri, "Dengan sifatnya itu, mana mungkin dia sanggup meninggalkan aku dan anaknya?"Toby memiringkan kepalanya dan bertanya, "Ayah, kenapa semua barang Ibu hilang?""Anak kecil tahu apa?"Bondan tiba-tiba meninggikan suaranya, membuat putranya terkejut dan gemetar.

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 5

    "Sofia adalah orang yang curigaan. Melihatnya saja sudah membuatku merasa kesal."Di lingkaran sosial Bondan, aku adalah bahan tertawaan.Aku adalah seorang istri sah yang selalu menempel dengan manja.Sebuah batu sandungan yang menghalangi Bondan mengejar cinta sejatinya.Jariku tiba-tiba terasa kaku.Karena aku melihat balasan Bondan di kolom komentar."Asalkan Olivia bahagia, itu sepadan." Komentar ini diikuti tiga emoji matahari, tampak menyilaukan mataku.Marco langsung menambahkan, "Pasti ada orang yang ingin membuat keributan lagi. Nggak peduli setinggi apa pun gaya sang Ratu, itu tetap nggak bisa mengalahkan satu kata suka dari Olivia."Meski tidak menyebutkan nama siapa pun, semua orang memahami maksud tersembunyinya.Ketika melihat itu, aku tanpa ragu keluar dari aplikasi WhatsApp.Setelah meminum segelas susu hangat, aku langsung tertidur pulas.Ketika membuka mata lagi, aku melihat Bondan menarik koper dengan wajah kesal, membawa Toby yang berdiri di samping tempat tidur."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status