Short
Kali Ini, Aku Pilih Pergi

Kali Ini, Aku Pilih Pergi

By:  TaraCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
10Chapters
8views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Pada hari libur semester, unggahan di status WhatsApp yang paling viral adalah tentang diriku. Judulnya adalah, "Pak Bondan membawa putranya untuk merayakan ulang tahun cinta sejatinya. Apakah dia akhirnya berencana bercerai dengan Sofia Jayadi?" Aku diam-diam menyukai postingan itu. Saat ponselku berdering, aku sedang membongkar balon-balon yang telah disiapkan untuk hari jadi pernikahan. "Sayang," ujar suamiku dengan terburu-buru, ingin memberikan penjelasan. "Anak kita tiba-tiba merengek ingin pergi ke taman bermain, jadi aku ...." Di latar belakang, terdengar suara tawa anak kami. "Ayah, Bibi bilang kalau malam ini aku bisa tidur dengannya!" Aku menatap rumah yang berantakan ini. Balon-balon tampak terkulai lemas, sementara krim di atas kue sudah mengeras. "Kamu nggak perlu menjelaskan." Aku mendengar diriku berkata, "Aku memahami semuanya." Hanya saja, kali ini semuanya akan berbeda. Aku tidak menginginkan ayah dan anak ini lagi.

View More

Chapter 1

Bab 1

Saat Bondan membawa anak kami pulang, aku sedang meringkuk di sofa sambil menonton TV.

Dulu aku selalu langsung bergegas untuk mengambilkan sandal Bondan, lalu mencium pipi kecil anak kami.

Hari ini, aku tidak bergeming.

"Ibu, kenapa hari ini kamu nggak menciumku?" tanya Toby.

"Sofia, kenapa kamu juga tidak mengambilkan sandal untukku?" tanya Bondan.

Aku mengeraskan volume TV sambil menjawab, "Aku nggak ada waktu."

Bondan mengganti sepatunya dengan santai, lalu membawa anak kami masuk ke dalam rumah.

Pria itu berkata, "Sofia, jangan bilang kalau kamu masih marah karena hal sepele itu?"

"Hari ini adalah hari libur semester. Anak kita tiba-tiba ingin pergi ke taman bermain, apa aku nggak boleh mengabulkan keinginannya? Tapi aku nggak bisa sendirian mengurus anak ini, jadi aku meminta Olivia untuk menemani. Berapa kali lagi aku harus menjelaskannya?"

Anak kami yang berada di samping juga berujar dengan nada kesal, "Ibu, kamu marah lagi! Bibi Olivia nggak pernah seperti ini. Dia nggak pernah cemberut!"

Bondan mengelus kepala putranya, lalu menatapku sambil berujar.

"Apa kamu mendengarnya? Bahkan anak kita pun nggak tahan melihatnya."

"Sofia, kenapa kamu jadi nggak pengertian? Aku membujukmu itu sama saja dengan menghormatimu. Kalau kamu ingin marah sekali pun, bisakah kamu membatasi diri?"

Suaraku terdengar tenang, "Aku nggak marah. Aku memahami semuanya."

Benar-benar memahami semuanya.

Aku sangat amat memahaminya.

Ini sama seperti tahun lalu saat aku mengalami kecelakaan hingga kehilangan banyak darah.

Bondan berkata dengan tidak sabaran di telepon, "Aku ada urusan mendesak. Aku akan ke sana nanti. Kamu bisa memanggil ambulans sendiri dulu!"

Sementara anak mereka berteriak di sebelahnya, "Ayah, cepat kemarilah. Kucing kecil Bibi Olivia sudah ketemu. Cepat kemari untuk menghibur Bibi supaya dia nggak menangis lagi."

Aku terbaring dalam genangan darah, lalu menelepon ambulans sendiri.

Di surat persetujuan operasi ada kolom tanda tangan keluarga.

Aku menulis "tidak memiliki keluarga" dengan tangan gemetaran.

Pandangan Bondan menyapu wajahku sebentar, lalu akhirnya dia menghela napas lelah.

"Sofia, apa kamu benar-benar harus melakukan ini?"

Aku menatap matanya dengan tenang. "Ada apa denganku?"

Keheningan menyelimuti di udara.

Tiba-tiba, Bondan mengeluarkan kotak beludru dari tas kerjanya, lalu melemparnya ke atas meja kopi dengan asal.

"Ini untukmu. Selamat hari jadi pernikahan," ujar pria itu.

Aku melirik kalung yang tergeletak dalam kotak. Ada dua huruf yang tercetak di liontinnya, OW. Ini adalah singkatan nama Olivia Wijaya.

Aku tidak bisa menahan senyuman getirku.

Bahkan hadiah saat hari jadi pernikahan pun aku dapatkan dari sisa-sisa orang lain.

Padahal di hari ulang tahun Olivia, Bondan membawa anak kami ke toko roti, lalu membuat kue seharian penuh dengan tangannya sendiri.

"Terima kasih." Suaraku terdengar sangat tenang.

Bondan tiba-tiba bangkit berdiri, lalu berkata, "Aku dan anak kita sudah memilihkan hadiah ini dengan cermat, tapi kamu bahkan nggak tersenyum. Apa kamu nggak suka?"

"Aku suka. Terima kasih." Aku mengusap kalung dengan ukiran OW yang menyakitkan mata itu.

Ekspresi Bondan seperti baru saja disambar petir.

Lagi pula, tidak peduli hadiah apa pun yang pria itu berikan padaku sebelumnya, meskipun itu adalah suvenir dari acara kantor ….

Aku akan selalu menyimpannya seperti harta karun, lalu berkata dengan manis, "Sayang, cium aku."

Selama bertahun-tahun ini, tidak pernah terlewat sekali pun.
Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
10 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status