Share

Bab 2

Author: Tara
Bahkan setiap hari jadi pernikahan, aku akan selalu mempersiapkan semuanya sejak tiga bulan sebelumnya. Aku akan memesan album foto khusus, merekam video, bahkan terbang ke kota tempat Bondan sedang dalam perjalanan dinas untuk menyiapkan kejutan.

Namun, sekarang kotak hadiah itu aku lemparkan begitu saja ke tempat sampah.

Aku berbalik masuk ke dalam kamar untuk mengambil tas, memakai sepatu, lalu bersiap untuk keluar.

Bondan yang merasa sedikit kesal, langsung menarik tanganku.

"Sofia, kamu mau pergi ke mana malam-malam begini? Anak kita sudah menunggumu untuk menidurkannya."

Aku menatapnya, merasa sedikit geli. "Kamu menarik sekali, Bondan."

"Dulu saat aku bertanya ke mana kamu akan pergi pada jam tiga pagi, kamu mengatakan kalau aku nggak mengerti batasan."

"Sekarang ketika aku nggak bertanya lagi, kamu malah menjadi makin marah, serta mulai menginterogasiku."

Setelah berkata demikian, aku langsung berjalan keluar.

Ketika pintu tertutup di belakangku, aku bisa mendengar teriakan marah Bondan yang tertahan.

"Kamu memang hanya bisa marah. Kalau malam ini kamu nggak kembali, kamu nggak perlu kembali lagi!"

Suara Bondan seakan dipenuhi dengan keyakinan bahwa aku akan kembali karena takut kehilangan dirinya.

Namun, langkahku sama sekali tidak berhenti, sementara mataku penuh dengan ejekan.

Di mata pria itu, aku mungkin selamanya adalah badut yang tidak bisa melepaskan dirinya.

Begitu hina, begitu bergantung, serta tanpa pilihan.

Namun, badut juga akan merasa bosan dengan topengnya.

Pernikahan ini terlalu menyesakkan.

Jadi, aku memilih untuk pergi.

Di karaoke.

Sepupuku mengangkat gelas anggur sambil menggodaku, "Aneh sekali! Istri yang selalu berbakti selama 24 jam ini ternyata nggak tinggal di rumah untuk melayani 'Kaisar' dan 'Pangeran Kecil'?"

"Apa yang terjadi?"

"Anak kecil jangan suka bergosip." Aku tertawa sembari mendorong bahunya. "Lain kali kalau kamu sedang bersenang-senang, jangan lupa untuk mengajakku."

Sepupuku mendengus. "Memangnya kamu bisa meninggalkan rumahmu? Apa kamu rela meninggalkan Kaisar dan Pangeran Kecil itu?"

Tidak heran sepupuku tidak menganggap kata-kataku serius. Selama menikah dengan Bondan bertahun-tahun ini, aku mengubah diriku menjadi seperti sebuah pulau terpencil.

Ketika teman-temanku memberikan undangan pesta, aku pasti akan selalu menolak.

Lukisan cat minyak yang belum selesai di atas kanvas tertutup dengan debu tebal.

Bahkan aku tidak pernah lagi mendatangi toko buku favoritku sejak itu.

Aku menghabiskan anggur di dalam gelas, lalu berkata, "Ya, aku rela."

Karena mereka rela meninggalkanku, jadi aku tentu saja juga akan rela meninggalkan mereka.

Pada pukul tiga pagi, aku pulang dengan bau alkohol di sekujur tubuhku.

Bondan tampak sedang duduk di ruang tamu dengan lingkaran hitam di bawah matanya.

Jasnya tampak kusut, dasinya miring ke satu sisi.

Selama lima tahun menikah dengannya, aku baru kali ini melihat penampilannya yang menyedihkan seperti ini.

Ketika melihatku pulang, dia menghela napas lega, lalu sudut bibirnya sedikit terangkat.

"Kamu sudah pulang. Aku tahu kalau kamu nggak bisa meninggalkanku dan Toby."

"Aku kira kamu benar-benar memiliki keberanian untuk kabur dari rumah, tapi ternyata kamu nggak bisa meninggalkanku. Kalau begitu, bersikaplah yang baik. Apa kamu mengerti?"

Aku berjalan mendekat untuk duduk di sebelahnya, lalu bersendawa karena alkohol.

Bondan mengerutkan kening.

"Sofia, apa kamu pergi minum-minum tengah malam? Dengan siapa?" tanya pria itu.

Tiba-tiba, aku teringat bahwa dulu Bondan sering pulang larut malam karena acara pertemuan bisnis.

Aku menunggunya pulang, mencium bau alkohol di sekujur tubuhnya. Dia selalu berkata dengan tidak sabaran padaku.

"Aku ada acara bisnis, bisakah kamu nggak menanyakannya terus?"

Namun, sekarang sepertinya semuanya terbalik. Bondan yang menanyaiku.

Anak kami terbangun karena suara pertengkaran. Dia berlari keluar dengan bertelanjang kaki.

Ketika mencium bau alkohol, Toby mengerutkan hidung, lalu mundur ke sisi Bondan.

"Ibu bau sekali! Bibi Olivia berbeda dengan Ibu. Dia selalu wangi, seperti seorang peri!"

"Bibi Olivia juga bisa membuat kue dan es krim untukku. Ibu hanya bisa marah-marah, hanya bisa menyuruhku mengerjakan tugas sekolah. Kamu nggak mengizinkanku makan banyak hal. Setiap hari kamu juga terlihat jelek. Hari ini kamu juga bau sekali!"

Aku menatap Ayah dan anak itu dengan tatapan yang lelah dan mati rasa.

Ini adalah anak yang aku lahirkan setelah hamil sembilan bulan. Selama lima tahun terakhir, aku begadang setiap malam hanya untuk memberinya ASI.

Memakan es krim akan membuat perutnya sakit. Akan mudah banginya terkena diare, menyebabkan demam menyerang.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 10

    "Tahun-tahun itu, masa-masa indah itu, apa kamu sudah melupakannya?"Aku perlahan menarik kembali tanganku, menatap daun-daun kering yang hanyut di atas Sungai Carmel."Aku ingat. Justru karena aku mengingatnya, setiap kali kamu menyakitiku, aku selalu memberimu kesempatan lagi.""Tapi, kamu baru menyadarinya sekarang.""Bondan, ini sudah terlambat.""Persis seperti daun yang gugur ini."Aku membuka telapak tanganku dan menangkap selembar daun kuning yang sudah kering."Meski kamu menempelkannya kembali ke dahan … dia tetap nggak akan bisa hidup kembali."Aku bangkit berdiri, memandang riak-riak berkilauan di Sungai Carmel di kejauhan dan tersenyum tipis."Bondan, apa kamu tahu?""Dua tahun di Universitas Casilda ini adalah masa paling bebas dalam hidupku.""Aku bukan lagi istri siapa pun, bukan lagi ibu siapa pun. Aku hanyalah diriku sendiri.""Akhirnya aku mengerti, cinta seharusnya bukan pengorbanan yang merendahkan diri, melainkan harus sama-sama saling menghormati."Bondan terpaku

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 9

    [Bondan, apa maksudmu? Kamu memutuskan hubungan denganku karena wanita tua itu?] [2021.09.16 08:12][Angkat teleponnya. Apa kamu tahu berapa banyak yang sudah aku korbankan untukmu?] [2021.09.17 14:35][Bondan, apa kamu pikir Sofia akan memaafkanmu? Dia pasti membencimu setengah mati sekarang.] [2021.10.01 09:05][Hari ini ulang tahunmu. Kamu masih ingat bagaimana kita merayakannya tahun lalu? Aku menunggu di tempat biasa.] [2022.01.01 00:03][Selamat Tahun Baru …. Aku sangat merindukanmu.] [2022.03.08 15:22][Ini terakhir kalinya aku tanya, kamu mau ketemu atau nggak?] [2022.05.20 13:14][Kamu akan menyesal. Apa yang kamu sukai dari Sofia? Dia cuma ibu rumah tangga yang cuma berkutat di dapur.] [2022.07.30 22:08][Tolonglah, balas aku sekali saja, ya ….]Pesan terakhir yang sudah dibaca adalah pesan putus dari Bondan dua tahun lalu.Setelah itu, semua pesan menunjukkan tanda belum dibaca yang berwarna merah menyala.Waktu seakan berhenti di 728 hari yang lalu.Aku menutu

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 8

    [Sofia, kamu bukan apa-apa tanpaku. Kembalilah sekarang dan aku masih bisa memaafkanmu.]Kemudian, nada suara Bondan mulai gemetar ….[Sampai kapan kamu mau terus seperti ini? Anak kita tiap hari menangis mencari-cari kamu.][Soal Olivia bisa aku jelaskan. Kembalilah, kita bicarakan baik-baik ….]Setelah itu, bahkan pesan-pesan Bondan disertai dengan permohonan yang begitu merendahkan diri ….[Sofia, aku salah …. Aku benar-benar sadar sudah berbuat salah.][Bisakah kamu pulang? Aku dan Toby nggak bisa hidup tanpa kamu.]Aku membaca pesan-pesan itu dan hanya merasa jika semuanya begitu lucu.Dahulu, saat aku terbaring di rumah sakit dan harus menandatangani surat persetujuan operasi sendirian, Bondan bahkan tidak menunjukkan kepedulian sedikit pun.Dahulu, sewaktu aku bergadang bermalam-malam hanya demi menyiapkan sarapan kesukaannya dan anak kami, yang dikatakan Bondan hanyalah, "Itu memang sudah tugasmu."Kini, akhirnya dia sadar ….Bukan aku yang tak bisa hidup tanpanya, tetapi dia y

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 7

    Bondan menggumam sendiri seperti orang gila. Namun, tiba-tiba Bondan menemukan ada jadwal penerbangan yang terselip di bawah sertifikat."Sofia Jayadi, Bandara Hermela, Kota Lorin, sekali jalan."Tanggal cetaknya tiga bulan yang lalu.Napas Bondan tiba-tiba terasa sesak.Tiga bulan yang lalu, adalah tepat di hari pertama dia membawa Olivia pulang untuk makan malam.Hari itu, Sofia tidak memasak seperti biasanya dan mengaku sedang lembur.Saat itu, Bondan bahkan sempat mengejeknya, "Dengan pekerjaanmu yang payah ini, apa pentingnya lembur atau nggak?"Sekarang saat kembali mengingatnya, malam itu saat Sofia pulang, tubuhnya seperti menguarkan aroma kopi ….Padahal, Sofia sama sekali tidak pernah minum kopi. Katanya, dia takut tangannya gemetar dan memengaruhi gambarnya."Ayah." Toby masih terisak. "Apa Ibu sudah nggak menginginkan kita lagi?""Omong kosong."Tiba-tiba saja, Bondan menarik putranya ke arahnya. Namun, begitu menyentuhnya, dia segera melonggarkan cengkeramannya.Bondan ber

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 6

    Bondan kembali ke rumah dalam keadaan linglung dan kacau. Dia memutar kunci tiga kali di lubang kunci sebelum akhirnya pintu terbuka.Bondan sudah melakukan hal itu selama lima tahun. Namun, hari ini tiba-tiba hal tersebut terasa sukar baginya."Ayah." Toby berlari keluar dari kamar tanpa alas kaki. "Mana Ibu? Aku lapar."Bondan mengelus kepala putranya dengan kaku. Pandangannya menyapu ruang tamu yang kosong.Salah satu cangkir favorit Sofia sudah tidak ada.Sepasang sandal krem yang biasa dipakai Sofia juga tidak ada lagi di rak sepatu."Ibumu …." Suara Bondan tercekat. Kemudian, tiba-tiba saja Bondan tertawa dingin."Lagi ngambek. Mungkin sebentar lagi dia kembali."Lalu, Bondan bergumam, seolah berbicara pada dirinya sendiri, "Dengan sifatnya itu, mana mungkin dia sanggup meninggalkan aku dan anaknya?"Toby memiringkan kepalanya dan bertanya, "Ayah, kenapa semua barang Ibu hilang?""Anak kecil tahu apa?"Bondan tiba-tiba meninggikan suaranya, membuat putranya terkejut dan gemetar.

  • Kali Ini, Aku Pilih Pergi   Bab 5

    "Sofia adalah orang yang curigaan. Melihatnya saja sudah membuatku merasa kesal."Di lingkaran sosial Bondan, aku adalah bahan tertawaan.Aku adalah seorang istri sah yang selalu menempel dengan manja.Sebuah batu sandungan yang menghalangi Bondan mengejar cinta sejatinya.Jariku tiba-tiba terasa kaku.Karena aku melihat balasan Bondan di kolom komentar."Asalkan Olivia bahagia, itu sepadan." Komentar ini diikuti tiga emoji matahari, tampak menyilaukan mataku.Marco langsung menambahkan, "Pasti ada orang yang ingin membuat keributan lagi. Nggak peduli setinggi apa pun gaya sang Ratu, itu tetap nggak bisa mengalahkan satu kata suka dari Olivia."Meski tidak menyebutkan nama siapa pun, semua orang memahami maksud tersembunyinya.Ketika melihat itu, aku tanpa ragu keluar dari aplikasi WhatsApp.Setelah meminum segelas susu hangat, aku langsung tertidur pulas.Ketika membuka mata lagi, aku melihat Bondan menarik koper dengan wajah kesal, membawa Toby yang berdiri di samping tempat tidur."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status