LOGINAda apa kau datang lagi ke sini?” sapa Kama dengan wajah kecut. Nerezza tampak berdiri di ambang pintu apartemennya dengan senyum paling manis. “Kama, aku ini kekasihmu. Aku Angsa Putih!”Jika sudah menyangkut nama itu, pada akhirnya Kama tidak bisa berkutik. Sebab, ia begitu menginginkan sosok Angsa Putih selalu ada di sampingnya. “Masuklah.”Nerezza tiba-tiba menyambar lengan Kama, memeluknya erat bahkan hampir mencium ceruk leher pria itu. “Besok aku sudah terbang ke London. Apa kau tidak ingin mengantarku?”“Nerezza.”“Ehm.”“Kau betul-betul tidak merasa bersalah karena sempat meracuniku dengan obat perangsang itu?”Nerezza tampak menahan tawanya. “Ya, tentu saja, Sayang. Aku ingin meminta maaf untuk kejadian itu. Tidak seharusnya aku melakukan hal gila padamu. Tapi andai aku tidak memberimu obat perangsang, aku juga tidak akan pernah tahu jika kekasihku sedang mengidap—““Aku normal, Ner! Semua dugaanmu tentangku salah besar.”Nerezza membulatkan kedua bola matanya. “Sejak k
Seminggu sudah Sutra tinggal di daerah terpencil itu tanpa sepengetahuan siapa pun. Hari ini, gadis cantik itu berinisiatif akan melamar kerja di sebuah perusahaan yang cukup terkenal di daerah tersebut. Meskipun tak sebesar Deodola Company, tapi untuk ukuran perusahaan daerah bangunan itu cukup megah karena menjulang di tengah kota. “Apa kau punya pengalaman kerja sebelumnya?” Saat ini gadis itu tengah berada di salah satu ruangan PT Lazuand, kebetulannya yang menginterview dirinya adalah pemilik langsung perusahaan yang berherak di bidang logistik tersebut. Sutra diam beberapa saat. Ia memang belum pernah memiliki pengalaman kerja di bidang logistik sebelumnya. Bahkan, setelah lulus sekolah menengah atas, Sutra bekerja sebagai pelayan di kediaman Deodola. “Hei, aku sedang bertanya padamu. Apa kau punya pengalaman kerja sebelum ini?” Pria yang berstatus sebagai seorang CEO itu kemudian mengibas-ngibaskan sebelah tangannya di depan wajah Sutra, hingga membuat gadis itu sedikit
Brengsek!” desis Kama saat tiba di apartemen. Dirinya tidak pernah menyangka jika hubungan yang pernah terjalin dengan Sutra akan berakhir seperti ini. Jujur saja, dia frustrasi. Bagaimana jika apa yang dikatakan dokter Arif benar adanya. Jiwanya sudah tidak mau lagi mengenal sosok lain. Lalu, bagaimana dengan Angsa Putih, yang dengan segenap jiwanya akan selalu dicintainya. “Tuan, Sutra tidak pergi ke kota itu. Saya sudah mengecek semua penerbangannya, Tuan.” Suara Hans terdengar nyaring dari balik telepon genggam Kama. Wajah pria itu memerah, kedua rahangnya mengeras tegas. Sebelumnya, ia tidak pernah segila ini dalam menanggapi persoalan wanita. Sekarang, giliran wanita itu hanya berstatus sebagai pelayan, dia seperti ingin gila memikirkannya. “Kau sudah benar-benar mencarinya?” Kama menekan ucapannya. “Sudah, Tuan.” Kama kemudian mematikan ponselnya, lalu melempar tepat ke kaca berbentuk oval di hadapannya. “Rupanya kau ingin bermain-main denganku, Sutra!” gerutunya de
Benar saja, sesampainya di tempat praktek seorang dokter, Kama langsung masuk dan meminta agar pria yang bergelar dokter dengan nama Arif tersebut segera memeriksanya. “Jadi, maksudmu, aku impoten?” cicit Kama, telapak tangannya menggebrak meja konsultasi hingga dokter Arif terkejut. Wajahnya menegang, sorot matanya menusuk, rahangnya menegas. Dokter Arif menganjur napas, mencoba untuk tetap tenang. “Bukan begitu, Tuan. Organ reproduksimu baik, tidak ada kerusakan. Hanya saja, ada hal yang tidak beres dengan otak Anda.” “Apa kau bilang? Otakku?” Kama mengulang dengan wajah mengerut. Sebelah tangannya menunjuk sisi bagian kepalanya sendiri. Dokter Arif mengangguk. “Jika boleh tahu, kapan Anda berhubungan? Kapan dan dengan siapa?” tanyanya dengan nada cukup penuh kehati-hatian. Kama mendengus kesal, kemudian melirik Hans yang berdiri di sampingnya dengan malas. “Haruskah aku menjelaskan hal itu juga? Bukankah kau seorang dokter, yang seharusnya lebih tahu kondisi pasiennya!
Kama memutuskan untuk menemui Nerezza sebelum gadis itu kembali ke London. Awalnya, Nerezza hendak kembali dua hari lalu, tapi karena merasa waktunya dengan Kama masih kurang, ia memutuskan untuk kembali besok. “Sebelum aku pergi, apa kau tidak ingin memberiku hadiah? Anggaplah sebagai perpisahan kita untuk sementara waktu.” Nerezza kemudian meneguk sedikit anggur yang yerauguh di atas meja. Kama memicingkan senyumnya. “Aku bahkan tidak sempat membelikanmu hadiah. Jika kau mau, minta antar Hans. Kau bisa memilih hadiah apa yang kau inginkan.”“Aku tidak ingin kau membeli sesuatu. Aku hanya ingin kau memberikan hatimu untukku. Itu saja, Kama.” Nerezza menunjuk dada Kama dengan telunjuknya. “Maksudmu?”“Aku tahu, jika selama ini kau begitu mencintai Angsa Putih, dan kau tahu jika itu adalah aku. Tapi, entah kenapa aku merasa jika kau tidak sepenuhnya mencintaiku.”“Nerezza, aku sudah menjadi kekasihmu jauh sebelum aku tahu jika kau adalah orang yang selama ini aku cari, dan kau masih
Kama memundurkan langkahnya. Ia sadar, jika permohonannya pada Sutra tidak akan pernah merubah keputusan gadis itu. Gadis tersebut lebih memilih untuk pergi jauh karena memang menganggap apa yang telah terjadi di antara mereka hanyalah sebuah mimpi. Mimpi buruk yang tak akan pernah dibiarkannya kembali singgah. “Baiklah, aku akan melepaskanmu. Tapi dengan satu syarat!” Sutra membulatkan kedua matanya. “Apa?” “Jangan pernah lagi kau berani menampakkan batang hidungmu di kota ini. Jika tidak, aku tidak akan segan-segan membuat hidupmu tertindas! Bahkan, wanita yang kau anggap sebagai ibumu selama ini, akan kubuat menderita.” “T-tapi, Tu—“ “Terserah kau mau pergi ke mana. Jangan pernah menginjakkan kakimu di kota ini lagi. Sekarang, PERGI!” Sutra benar-benar memundurkan langkahnya, kemudian berbalik arah dan berjalan dengan limbung. Kenapa? Kenapa pria itu mengancmanya begitu? Jika tidak kembali ke kota ini, lantas Sutra harus kembali ke mana? Sedangkan ibunya juga masih beke







