Share

Kamu & Aku di Radio Cinta
Kamu & Aku di Radio Cinta
Penulis: Siti Nurhayati

Memulai dari Nol

"Jika hidupmu tidak semulus yang kamu inginkan, mungkin Tuhan ingin kamu berjuang lebih dari ini."

***

"Apa? Tidak mungkin ini bisa terjadi, coba cek kembali semua berkas yang ada!" titah Aditya Kesuma Agung, ayah Clara.

Kebangkrutan yang terjadi di perusahaan membuat hidup seolah berbalik 360 derajat. Bagaimana bisa perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 2000an itu harus kandas dalam waktu singkat. Papa tertipu oleh salah seorang investor asing, tergiur dengan nominal keuntungan, papa tidak berfikir panjang untuk mengambil tawaran kerjasama. Alhasil, untung tak dapat diraih, buntung tak dapat ditolak. Investor asing telah bekerjasama dengan aparat dalam negeri setempat, dan ini bukanlah aksinya yang pertama, pantas papa mudah terperangkap jeratan muslihatnya.

"Clara, terpaksa Mama dan Papa tidak bisa melanjutkan studimu, bahkan rumah ini juga akan tergadai, Nak. Kita harus pindah dari sini." Ucapan Mama kali ini berhasil membuatku terperangah. Bagaimana bisa semua aset hingga tabungan Papa juga habis tak tersisa. Ternyata investor asing yang menipu papa dan perusahaanya tidak hanya satu. Mereka bersekongkol  terlihat seperti dua investor yang berbeda. Dan kali ini semua benar-benar tidak dapat diselamatkan.

"Kita mau kemana setelah ini, Ma, Pa?" sebisa mungkin aku bersikap tenang, karena apapun yang terjadi pasti memiliki jalan keluarnya sendiri.

"Kita akan ngontrak di sebuah kota yang jauh, Papa gak sanggup menahan malu saat ditanya oleh keluarga besar. Dengan kita pergi jauh dari sini, tidak ada yang mengenal kita, kita bisa hidup normal memulai semuanya dari nol lagi." Papa menjawab pertanyaanku sambil tertunduk menahan malu. Wajah menyesal papa terlihat jelas di depan mata, sambil terus mengacak rambut serta membongkar semua file yang ada, memastikan masih ada sisa harta yang kami punya.

***

"Silakan masuk, Pak, Bu. Inilah kondisi kontrakan saya, semoga Bapak dan Ibu betah ya." Sambutan hangat pemilik kontrakan baru mengubah sedikit suasana hati yang sudah seminggu dilanda kekeringan.

"Terima Kasih banyak, Mbak." Jawaban mama dengan sedikit senyuman terukir di ujung bibir.

Aku akui, meski Mama lahir dari keluarga terpandang, menikah dengan pengusaha besar, tidak membuat mama angkuh dan tinggi hati. Darinya aku belajar bagaimana tetap membumi, meski seperempat isi dunia telah ku jelajahi. Mama tampaknya tidak begitu frustasi menghadapi keadaan ini. Aku akui itulah sikap yang tepat untuk keadaan kami saat ini. Terlebih mama harus selalu menguatkan papa. Keadaan kami sungguh memprihatinkan, kedewasaan memaknai dan menjalani hidup menjadi poin penting, tak jarang di luar sana, dengan keadaan yang sama namun berakhir berbeda. Ada yang mengakhiri hidup sia-sia karena tak kuasa menahan malu, menatap dunia pun tak mampu.

" Clara, bantu mama beres-beres ya, Habis ini kita masak untuk makan siang."

"Iya, Ma."

Tatapan papa masih kosong, duduk di teras rumah dengan ukuran 6x6 ini. Menatap jalan sepi yang memang tak banyak lalu lalang di sini. Nampaknya perumahan ini tidak begitu ramai, bahkan ada beberapa unit rumah kosong tak berpenghuni, meski bangunan perumahaan ini terlihat masih baru, dengan sapuan cat yang masih cerah, tetap saja sebuah rumah tak berpenghuni menyisakan kesan sunyi. Akhirnya kami sekeluarga memilih tinggal di sebuah kecamatan kecil di Sumatera Utara. letaknya di pinggir kota besar. Akses menuju kota butuh waktu tiga puluh hingga empat puluh lima menit. Transportasi tidak begitu banyak melintasi daerah ini, menambah kesan sunyi namun damai karena suasana hijau dengan pepohonan rimbun masih berjejer di sekitar perumahan ini.

"Papa jangan sedih, Clara disini temani Papa dan Mama selalu, Clara akan cari kerjaan tambahan untuk kita." ku rengkuh punggung tangan papa, sesekali ku sapu air bening yang jatuh dari sudut matanya. Tak bisa aku pungkiri, seminggu ini papa sangat terpukul, pelukan hangat mama, kedewasaan mama serta kerelaan hatinya lah yang menopang hati papa yang rapuh.

"Papa mau minum apa? Clara buatin minum ya?" Ku peluk dengan hangat tubuh yang selama ini menemaniku, memberikan apapun yang aku mau, memanjakanku dengan seisi dunia. Kini aku lah yang harus memanjakannya.

"Papa mau minum teh manis dingin aja." Jawaban papa berhasil membuat sudut bibir ku merekah, kini wajahku tak henti memandanginya. "Tuhan, berilah kekuatan untuk kami. Kami yakin, semua tak lepas dari kuasaMU" Doaku lirih di dalam hati.

***

Dua pekan telah berlalu, Aku dan Mama membuka kios kecil di depan kontrakan sepetak ini, bermodalkan sisa tabungan yang ada, sekedar menyambung hidup sampai aku menemukan pekerjaan yang lebih baik. selama itu pula aku tak pernah mendengar mama mengeluh, kesabarannya berbuah manis, kini papa jauh lebih bersemangat. Setiap dua hari sekali papa akan pergi ke pasar untuk membeli barang apa saja yang sudah habis di kedai kecil kami. Kami menjual aneka jajanan, minuman ringan, sembako dan kebutuhan kering lainnya, Alhamdulillah semua berjalan lancar. semangat papa sudah kembali, bahkan papa sudah memiliki rencana apa saja kedepannya jika kami memiliki modal lebih besar lagi.

"Ma, ada lowongan kerja nih!" Jemariku lihai menunjuk ke salah satu kotak iklan di surat kabar yang aku beli tadi pagi, nampaknya aku sudah terbiasa mencari informasi lowongan kerja di semua surat kabar, hingga ketika melihat iklan lowongan kerja, mataku langsung tertuju kesana.

"Jadi penyiar radio? Apa kamu bisa, Nak?" Mama terlihat meragukanku, bukannya aku seorang mahasiswi semester lima jurusan Ilmu Komunikasi? Hal berat yang kami lalui nampaknya membuat mama melupakan itu.

"Ma, Clara kan mahasiswa ilmu komunikasi, apa mama lupa?" sahutku dengan tertawa lebar sontak membuat mama sadar ternyata gadis kecilnya sudah dewasa, sudah pintar menjawab kegundahan mama.

"Oh iya, Astagfirullah.. Mama lupa sayang. yaudah, kapan kamu mau antar lamarannya?"

"Besok, Ma. Inshaa Allah."

"Diantar papa ya besok. Anak papa harus dikawal nih, Ma." Suara papa terdengar dari depan pagar, papa baru selesai berbelanja kebutuhan kedai, sepertinya sedari tadi sudah di sana, menyimak obrolan dua wanita penting dalam hidupnya.

"iya dong. harus dikawal, entar kalau diculik gimana?" Tak mau kalah, seketika jawabanku mencairkan suasana kami bertiga. Ya, justru entah mengapa, keadaan kami yang baru membuat keluarga ini semakin hangat. Tidak seperti dulu, intensitas bertemu bisa di hitung hanya dengan sepuluh jari.

***

"Cantik banget sih anak gadis papa, pengusaha mana nih yang akan mempersuntingnya?" goda papa seketika membuat wajahku merona.

"Hahaha... papa ini bisa aja, belum mau nikah ah, masih muda gini."

"Kalau nanti ada yang godain kamu di tempat kerja, lapor papa ya, Clara." Ternyata godaan papa disambut baik oleh mama. Ah senang rasanya melihat keluarga ini. Ya Tuhan.. terima kasih Engkau masih berbaik hati pada kami. Terima kasih untuk pelajaran berharganya.

***

Setelah menempuh waktu perjalanan selama satu setengah jam, kini aku dan papa tiba di sebuah radio yang cukup ternama di kota ini.

"Selamat pagi, ada yang bisa di bantu pak?" sapaan petugas keamanan membuyarkan lamunanku tentang gedung berlantai empat ini.

"Mau antar surat lamaran pekerjaan, pak. Antar kemana ya?" Jawabku.

"Silakan mbak dan bapak masuk ya, lalu di dalam setelah pintu masuk, ada yang standby di sana, bagian personalia."

"Terima kasih, Pak"

Gegas aku dan papa masuk ke dalam gedung berlantai empat tempat di mana aku menaruh harapan besar di dalamnya. Bermodal instruksi petugas keamanaan, aku langsung menuju meja resepsionis untuk menyerahkan map cokelat yang kubawa.

"Eh maaf, sorry..sorry.. gak lihat ada cewek cantik duduk di sini." Permohonan maaf lelaki yang aku tau dia sengaja menyenggol kakiku yang sejak tadi diam saja. Setelah memberikan map cokelat ke bagian personalia yang berjaga di meja resepsionis, aku dan papa duduk di kursi tunggu.

Menggunakan blouse tangan panjang bewarna peach dengan bawahan rok plisket bewarna gradasi hitam dan abu, sepertinya dandananku menarik perhatian semua orang di sini sedari tadi. Salah satunya dia. Pria tinggi berkulit putih dengan jambang tipis di kanan dan kiri pipinya. Tampilannya sederhana, dengan jeans biru kaos abu. Sempurna untuknya karena kulit putihnya. Tapi.. kok attitudenya gak banget ya??

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status