Share

Pangeran es

Revisi (21-09-2021)

Mereka pun sampai di kelas. Teman Yuna, Erika langsung menghampirinya. "Yuna!" Erika memeluk Yuna. "Kamu dari mana saja aku kesepian," ujar Erika.

"Erika kamu ini terlalu berlebihan deh," ujar Yuna.

"Iya, kamu tidak ada selama istirahat makan siang ini. Aku kan jadi.." Erika melirik ke samping, dan melihat wajah dingin Alex yang menatap dingin ke arahnya. Membuat Erika menjadi gugup.

"Hm maksudku... Haha lupakan, oh iya Yuna, besok kamu ingin ke ibu kota tidak?" tanya Erika. Alex kembali duduk di bangkunya.

"Iya aku ingin ke sana besok. Memangnya kenapa?" tanya Yuna.

"Pasti pergi berdua sama Alex ya?" bisik Erika.

"Tahu dari mana kamu?... Jangan kamu menguping ya?" bisik Yuna.

"Mana mungkin aku menguping. Besok itu aku rencananya ingin pergi ke ibu kota untuk membeli kue pai baru di toko kue yang baru," ujar Erika.

"Terus masalahnya? Apa?" Yuna heran.

"Seandainya nih ya, aku bertemu dengan kalian di sana. Akan aku pastikan kamu tidak bisa berdua dengannya," bisik Erika.

"Kamu jangan cari masalah ya... Iya iya aku tahu apa keinginanmu. Kamu sebenarnya malas pergi ke sana dan memanfaatkan aku untuk pergi ke sana membelinya, kan? ujar Yuna.

"Haha kamu ini memang temanku Yuna, tahu saja isi hati temanmu ini. Iya aku malas pergi ke sana, maka dari itu tolong kamu sekalian belikan aku kue pai di sana ya. Dan aku tidak akan mengganggu kalian, gimana?" Bisik Erika.

"Iya iya baiklah," Yuna menyerah.

Pada akhirnya guru pun datang ke kelas dan memulai pelajaran.

Sementara guru menerangkan pelajaran, Yuna sedang termenung memikirkan hal lain.

Besok aku akan pergi berdua dengan Alex. Apa saja ya, yang harus aku persiapkan? Oh benar juga sudah berapa lama aku selalu berteman dengan Alex. Agar mudah mengingatnya, mungkin aku akan mulai dengan memperkenalkan diriku sendiri.

Namaku adalah Lavender Yuna, panggilanku Yuna. Dan Alex memiliki nama lengkap Ginger Alex.

Aku dan Alex adalah teman masa kecil. Kami selalu bersama sejak kecil, kalau diibaratkan kami ini bagaikan lem dan kertas yang saling menempel. Di mana aku berada, di situ pasti ada Alex. Dan di mana ada Alex pasti aku ada di sana.

Bahkan kami sudah bersama sejak masih dalam kandungan. Karena orang tua kami adalah teman, membuat kami sering bertemu dan menjadi teman dari kecil.

Dan uniknya waktu kami lahir tidak jauh berbeda. Alex lebih tua 3 bulan dariku dan aku lebih mudah 3 bulan darinya.

Ketika orang tua kami sedang sibuk dengan urusan kerajaan. Kami terkadang bermain dan belajar bersama.

Orang tua kami memasukkan kami ke sekolah umum, agar kami dapat bersosialisasi dengan baik dengan orang lain. Kami juga tidak memiliki guru pribadi untuk mengajari kami.

Karena aku dan Alex berasal dari bangsawan kelas atas. Keluarga kami cukup dipandang dan dihormati oleh orang orang. Dan sebentar lagi kami akan melakukan debut untuk bangsawan kelas atas.

Walau aku bisa mendapatkan apa saja yang aku inginkan dengan kekayaanku yang berlimpah. Aku tidak ingin menjadi anak yang manja yang hanya memanfaatkan kasta yang berasal dari orang tua kami. Begitu pula dengan Alex.

Alex dulunya adalah seorang anak yang periang dan cengeng. Bahkan dia orang yang sangat energik, aku saja sampai kewalahan menanganinya.

Ketika bersamanya aku selalu merasa menjadi seorang kakak yang mengawasi adiknya ke mana pun adiknya berada. Tapi aku ingin hubungan kami berubah dan lebih dari itu.

Sebenarnya aku sangat penasaran kenapa Alex sifatnya berubah dengan drastis. Dulu teman Alex bukan hanya aku saja, dia memiliki banyak teman. Entah sejak kapan dia mulai tertutup kepada orang lain.

Bahkan terhadap keluarganya sendiri, dia tidak banyak bicara. Tentu saja keluargaku dan keluarganya merasa ada yang aneh dengannya. Tapi ketika kami bertanya, dia seperti menyangkal tidak ada apa pun yang terjadi.

Jadi kami sedikit bingung harus berbuat apa kepadanya. Dengan waktu yang berlalu, kami sedikit menghiraukan hal itu. Asalkan Alex tidak membuat masalah, maka itu bukan masalah yang harus diselesaikan.

Tapi tetap saja aku masih sangat penasaran akan hal itu. Tapi aku takut dia akan tersinggung bila aku bertanya nantinya.

Guru yang dari tadi menerangkan pelajaran, melihat Yuna yang termenung dan menegurnya. "Ehem! Yuna!" Yuna tersentak kaget. "I-iya bu?" Yuna gugup.

"Karena ibu lihat kamu dari tadi sedang termenung. Sekarang coba kamu kerjakan soal yang sudah ibu tulis di papan tulis ini," suruh gurunya.

Yuna dengan terpaksa pun harus maju ke depan. Perhatian seluruh murid di kelas mengarah ke arah Yuna.

Yuna memperhatikan soal yang berada di papan tulis dengan seksama.

Hm... Materi soal ini kan adalah materi yang tadi malam aku pelajari. Kalau begini aku pasti bisa dengan mudah menyelesaikannya. Pikir Yuna.

Yuna lalu mengerjakan soalnya dengan perlahan, namun seperti dia terlihat seperti tidak ada hambatan dalam mengerjakan soalnya.

"Ini bu saya telah selesai mengerjakannya. Bisa ibu periksa terlebih dahulu," ujar Yuna.

Bu guru pun memeriksa jawaban Yuna, dan dia takjub karena semua jawaban yang diberikan Yuna, benar semua. "Haha, salah satu murid terpelajar di sekolah ini, memang berbeda ya. Baik kamu boleh duduk Yuna, silahkan duduk," ujar gurunya.

"Baik bu," murid murid di kelas pun terkesima dan bertepuk tangan.

"Baik bu," Murid murid terkesima dan bertepuk tangan. Prok-prok!

"Putri Yuna hebat ya. Padahal tadi aku perhatikan dia sedang melamun. Tapi ketika disuruh, dia bisa mengerjakannya dengan mudah," ujar murid A.

"Iya kamu benar. Pantas saja dia populer di sekolah ini," ujar murid B.

Yuna yang mendengar obrolan mereka menjadi lesu.

Hah~ kalian ini terlalu polos apa gimana sih? Mana ada orang yang dari tadi kerjanya melamun, bisa mengerjakannya dengan mudah tanpa hambatan. Jika saja tadi malam aku tidak belajar, entah apa yang akan terjadi padaku sekarang.

Yuna pun kembali duduk. Tempat duduk Yuna dan Alex kebetulan bersampingan. "Wah hebat sekali ya. Orang yang kerjanya hanya melamun saja, tidak jadi dihukum," Alex meledek Yuna.

"Hei kamu meledekku ya? Tapi kamu ini terlalu rendah hati Alex. Padahal kamu orang yang selalu meraih peringkat satu di sekolah ini," ujar Yuna.

Benar. Alex adalah orang yang selalu meraih peringkat satu di sekolah ini. Aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya dia menjadi secerdas itu. Sepertinya aku akan menarik kata kataku tadi, jika orangnya itu adalah dia.

Kalau itu Alex kemungkinan besar, dia pasti bisa menyelesaikannya. Hal ini aku simpulkan karena sudah beberapa kali dia termenung sepertiku tadi. Dan ketika dia ditegur, dia malah bisa menyelesaikannya dengan mudah.

Aku merasa dia itu hanya pura pura melamun, padahal dia sangat fokus terhadap pelajaran. Tapi... Entahlah aku juga tidak tahu. Pikir Yuna.

"Hm... Apakah mungkin kamu merasa iri?" ujar Alex.

"Hoho, bicara apa kamu ini? Lihat saja, besok aku akan pergi sendiri ke ibu kota," Yuna mengancam Alex.

Mendengar hal itu, Alex langsung terdiam dan memalingkan wajahnya.

Haha takut ya? Yuna tersenyum.

Aku dan Alex, sekarang sudah berada pada kelas 3 sma. Dan umur kami sudah 18 tahun. Yang di mana artinya, dengan umur segitu di negara kami sudah diperbolehkan untuk menikah. Nikah muda sepertinya tidak terlalu buruk. Tapi aku heran bagaimana cara membuat anak yang tidak peka ini bisa melamarku. Pikir Yuna.

Yuna dan Alex pun belajar hingga waktu sekolah telah selesai. Mereka pun pulang bersama menggunakan kereta kuda, menuju rumah Yuna.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status