Share

Perkenalan

Bramantyo si pria tampan yang tahu banyak tentang cara memikat wanita lebih sering menghabiskan waktunya dengan memperbaiki penampilannya. Satu jam sehabis bangun tidur, dia memulai aktivitasnya berolahraga. Lari keliling rumah atau sekedar push up sudah cukup membuat tubuhnya segar setiap hari. Apalagi setelahnya ia tak lupa menyantap makanan kaya karbohidrat dan protein, yang katanya sengaja dibuatkan oleh konsultan diet khusus untuk dia. 

Tyo adalah pria tampan yang narsis. Setiap ia berdiri di depan cermin, ia selalu memuji dirinya sendiri. Terkadang sambil berkacak pinggang atau sekedar mengibaskan rambutnya sambil bergumam sendiri. "Tampan sekali anak pak Burhan ini." 

Tak hanya itu. Pagi harinya juga dihabiskan dengan berdandan rapi dan mencocokkan pakaian yang akan ia pakai ke tempat kerja. Karena, ia paling anti jika terlihat kusam dan tidak bergaya. 

"Kemeja yang ini sudah dipakai dua minggu lalu. Sudah luntur warnanya. Buat jalan ke coffee shop saja," gumamnya pelan. 

Tidak hanya di rumah, di tempat ia bekerja pun Tyo selalu memastikan jika penampilannya harus tetap rapi. Satu lipatan di kemejanya, membuat pria tampan itu tak nyaman. 

Pukul tujuh pagi tepat ia sudah sampai di ruangannya. Tak perlu memakan waktu banyak untuk melangkah ke ruangannya yang berada di lantai tujuh hotel bintang lima terkenal di Bandung itu. Cukup turun lima lantai, ia sudah berada di ruangan besar nan mewah. 

"Selamat pagi, pak." salah satu staf kesayangannya bernama Winda membungkuk sopan. Menyapa Tyo yang baru saja datang dengan senyum terbaiknya. 

"Selamat pagi. Ada case apa pagi ini?" 

"Pagi ini tidak ada case khusus, pak."

Tyo memutar badannya berbalik ke arah asistennya. "Yakin?" Winda mengangguk. "Kalau saya korek ternyata ada, kamu saya kasih sanksi."

"Kok saya, pak?" Winda protes. 

"Kan kamu yang menyembunyikan."

Winda mendengus pelan. Dibukanya lagi jadwal harian milik Tyo dan mencari apakah ada yang harus dilakukan oleh manajernya ini. 

"Hari ini pak Tyo ada pertemuan dengan manajer departemen F&B."

"Pukul berapa?" tanya Tyo dengan nada malas. 

"Pukul sepuluh di ruangan rapat lantai tiga."

"Atur semuanya. Jangan lupa, atur juga pertemuan dengan pemilik wedding organizer yang bekerjasama dengan hotel ini."

"Yang mana pak?"

Tyo mengerutkan dahinya. "Kok malah tanya yang mana?"

"Pemilik wedding organizer ada dua orang pak. Yang biasa—"

"Yang kemarin menangani wedding di ballroom."

Winda berpikir sejenak. Kemarin yang menangani acara di ballroom ada dua EO. Siapa yang dimaksud oleh Bramantyo? 

"Maaf pak, kemarin ada dua acara di ballroom," tanya Winda takut-takut. 

"Masa sih? Bukannya hanya satu?" 

"Maksudnya pak Tyo?" 

"Ya sudah keduanya saja." Tyo mengibaskan tangannya menyuruh stafnya untuk keluar. Winda menggedikkan bahunya karena memang tak mengerti apa maksud Tyo tadi. 

"Ada lagi pak, yang ingin ditanyakan?" 

Tyo menunjuk satu benda di ujung ruangan, bentuknya seperti patung kecil menyerupai kuda dengan posisi kaki di atas. Winda menoleh ke arah tunjukan tangan Tyo. "Itu kenapa hanya satu kudanya?" 

"Dari dulu hanya satu saja, pak." 

"Siapa yang dekor?" tanya Tyo penasaran. Winda menggaruk kepalanya. Ia baru satu tahun bekerja di hotel ini, tak tahu menahu perihal dekorasi seluruh ruangan termasuk ruangan manajer. 

"Tidak tahu, pak. Saya kan—"

"Ya sudah, sana. Tolong ambil patung itu taruh di ruangan lain," perintah Tyo sambil terus menunjuk-nunjuk. 

"Loh kenapa, pak?"

"Saya tidak bisa lihat barang yang jumlahnya ganjil."

Winda menggaruk lagi kepalanya. Diambilnya patung itu lalu dibawanya keluar ruangan. Selepas kepergian Winda, Tyo masih memikirkan kata-kata stafnya tadi. Winda mengatakan jika kemarin ada dua acara dan ada dua event organizer yang mereka sewa. Tyo pusing. Ia menepuk dahinya sendiri menyadari betapa bodoh dirinya yang lupa menanyakan nama wanita itu. 

"Kenapa bisa lupa ya?"

Di luar sana, Winda yang baru saja keluar dari ruangan Tyo tertawa geli mengingat perbincangan singkat dengan atasannya itu. Dua orang yang melintas di depan ruangan berhenti dan bertanya padanya. 

"Kenapa, Win?" tanya salah satunya. Winda merangkul pundak temannya sambil berjalan melewati ruangan atasannya. 

"Bos yang baru agak aneh."

"Aneh?"

"Nanti aku ceritakan detailnya."

***

Sebelum bekerja sebagai manajer hotel, Bramantyo adalah pria tangguh yang bekerja dengan berbagai profesi yang ia bisa. Salah satu yang berkesan adalah sebagai pengendali hama. Selama tiga tahun ia bekerja, sudah ratusan nyawa ia habiskan dengan sekali tebas. Maksudnya, dengan sekali semprot menggunakan obat. 

Ada satu cerita menarik seputar pekerjaannya sebagai pengendali hama dan itu terbawa hingga ia bekerja di hotel. Bramantyo yang instingnya tajam, menangkap lebih dari lima hama yang ada di dalam hotel terutama di ruangannya dalam waktu satu jam.

Saat itu, Bramantyo berdiri di depan loker pegawai yang sengaja ia datangi di pagi hari. Ia sengaja memakai pakaian ala pegawai biasa agar bisa memantau karyawannya. Baru saja ia duduk di kursi, suara berisik di ujung loker membuat matanya awas. 

Satu karyawan datang dan duduk di sebelahnya. Dia tak menegur Tyo sama sekali. Lalu datang temannya yang lain dan mereka pun saling berbincang tak menghiraukan Tyo yang berada di sampingnya. 

Suara berisik itu terdengar semakin berisik hingga salah satu karyawan yang tadi duduk berdiri sambil menjerit kencang. 

"Woy, ada tikus." orang itu berjingkat menghindari pojok loker yang berisik sambil menunjuknya dengan tangan. 

"Ih, geli woy." 

Keduanya sama-sama berjingkat hingga banyak karyawan masuk ke dalam ruangan loker dan berkerumun di satu sudut sambil bergidik. Tyo yang masih tetap duduk di tempatnya melirik si pembuat keributan sambil terus mengamatinya. Setelah situasi mulai sedikit tenang, ia membuka tas kecil yang ia bawa dan mengambil sarung tangan serta obat pembasmi hama dalam bentuk spray.

Tyo berjalan pelan ke arah loker tadi lalu dengan tenangnya ia menyemprotkan obat tadi. Tak sampai lima menit, tikus yang berada di balik loker tiba-tiba saja keluar dengan tubuh limbungnya. Langsung saja Tyo ambil dengan tangan dan dimasukkan ke dalam plastik yang ia bawa. 

"Nih, kalian buang." semua karyawan yang berdiri disana serentak menggelengkan kepalanya. "Kenapa?"

"Geli."

"Laki-laki sama tikus takut? Ckck..." Tyo berjalan pelan keluar loker lalu memanggil petugas kebersihan yang kebetulan lewat. Lalu ia kembali masuk ke dalam. Bisik-bisik pun terdengar di telinga Tyo. 

"Kamu siapa?" tanya salah satunya. Tyo melirik si penanya. Terdiam sejenak lalu menunjuk balik. "Kamu nanti ke kantor saya di lantai tujuh," ujar Tyo. 

"Lantai tujuh? Bukannya itu ruangan—"

Tyo tak menanggapi, ia segera keluar dari ruangan loker dan berjalan pelan menuju lift petinggi hotel. Karyawan yang tadi berkumpul mengikutinya dan sekilas melihat Tyo berbicara dengan salah satu supervisor hotel. Supervisor itu menyapa lalu membungkuk. Setelah pintu lift tertutup, sang supervisor berjalan ke arah karyawan yang berkumpul tadi. 

"Kalian tidak sopan sama pimpinan ya?" tegur supervisor. 

"Siapa?"

"Itu kan pak Tyo, manager utama yang baru. Kalian yang tadi ditunjuk pak Tyo nanti siang setelah jam makan langsung ke ruangannya."

Karyawan yang tadi ditunjuk langsung menepuk dahinya dan bergumam pelan," Mati aku."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status