Bramantyo tak sadar jika dirinya mengalami keanehan dengan kehidupannya. Dulu, ia adalah seorang yang periang dan senang bergaul dengan banyak teman. Sejak kehilangan kedua orangtuanya dua tahun lalu, kepribadiannya berubah. Sampai akhirnya ia bertemu dengan Diana, seseorang yang pernah ia sukai di masa lalu. Pertemuannya dengan Diana menjadi canggung karena Bramantyo ternyata lupa dengan wanita cantik itu. Bertahun pergi merantau telah membuatnya lupa wajah Diana dan mereka pun berkenalan lagi untuk kedua kalinya. Berbulan kemudian, Diana sadar jika Bramantyo mempunyai kebiasaan aneh. Kekasihnya itu sering sekali bertindak semaunya hingga terobsesi dengan segala hal. Ia pun nekat mengajak Bramantyo ke psikiater untuk memeriksanya. Hasilnya, Bramantyo mempunyai penyakit kelainan mental yang cukup berat. Menyadari akan hal itu, Bramantyo pun menghindari Diana. Ia merasa malu akan dirinya dan memilih menyendiri. Diana mencarinya karena ia mencintai Bramantyo dengan tulus dan ingin merawatnya hingga sembuh. Hingga akhirnya saat Bramantyo dinyatakan sembuh, Diana pun menyatakan kembali perasaannya pada Bramantyo. Keduanya berniat melanjutkan kembali hubungan walaupun keadaan Bramantyo yang berbeda dari sebelumnya. Pertentangan Diana dengan keluarganya membuat Bramantyo sedih, ia memutuskan untuk berpisah dengan Diana. Namun Diana menolak dan memilih Bramantyo karena perasaannya teramat besar pada pria itu. Mereka pun memutuskan untuk menikah dan pergi dari keluarganya sejauh mungkin. Berhasilkah Diana meyakinkan keluarganya?
View MoreSeorang pria muda berjalan dengan langkah tegap memasuki ruangan besar yang terletak di ujung lorong lantai paling atas sebuah gedung tinggi. Di tangannya ada sebuah tongkat panjang berukuran cukup besar. Kira-kira sebesar alat penumbuk padi di sawah lebih kecil sedikit.
Pria muda itu berjalan mengendap-endap saat masuk ke dalam ruangan. Suasana tenang langsung menyapa indera penglihatannya. Matanya memindai isi ruangan hendak mencari apa yang tersembunyi di dalamnya.
Ia terus berjalan hingga ke belakang sebuah meja dengan kursi kebesaran milik seorang petinggi yang menghadap ke arah tembok besar dengan jendela kaca di sebelahnya.
Tenang berjalan ia perlahan menundukkan kepalanya. Ia terus menunduk hingga matanya sejajar dengan kaki meja. Suara berisik membuyarkan konsentrasinya. Matanya secara refleks melirik ke arah asal suara tadi.
Detik berikutnya, mata pria muda itu mendelik melihat sesuatu yang mengeluarkan bunyi tadi. Bibirnya menganga lebar dan raut wajahnya menunjukkan ketakutan.
Lalu ia berteriak.
"Mati kau, mati kau!!"
Pria muda itu terus berteriak sambil mengayunkan tongkat yang dibawanya. Suara berisik tadi semakin menjadi hingga akhirnya suara itu hilang berganti dengan suara cicitan kecil tanda kekalahan.
"Huft. Untung saja."
Pria muda itu mengambil plastik hitam di dalam kantung celananya yang sudah ia siapkan sebelumnya. Perlahan ia memasukkan si makhluk pembuat suara berisik tadi ke dalam plastik hitam tersebut. Wajahnya terlihat lega dan senyumnya mengembang sempurna.
Namun, senyuman itu perlahan sirna saat seseorang yang tak diinginkan masuk ke dalam ruangan dan menatap pria muda itu dengan tatapan aneh. Matanya berfokus pada plastik hitam dan tongkat di tangannya.
"I-itu apa?" tunjuknya. Pria muda itu memamerkan plastik hitam itu dan menggoyangkannya tepat di depan wajah si tamu tak diundang itu.
"Ini? Hanya sebuah nyawa yang tak berguna. Untung saja dia mati di tanganku," ucap pria muda itu sambil berjalan gagah meninggalkan si tamu.
"Maksudmu, itu adalah—" orang itu memekik. Pria muda itu berbalik dan menaruh telunjuknya di bibir.
"Diam, atau kau jadi korban selanjutnya."
Pria muda itu pergi meninggalkan ruangan dengan siulan merdu dari bibirnya. Terlihat tak ada beban sama sekali bahkan sempat menoleh dan mengedipkan matanya pada tamu yang masih berdiri di dalam ruangan. Tamu itu bergidik ngeri melihat si pria muda, rasanya ingin sekali melemparkan bogeman ke arah wajahnya.
"Siapa orang itu?" gumam si tamu.
***
"Seharusnya ruangan tempat aku bekerja dibersihkan serta disterilkan dari hama pengganggu. Bagaimana jadinya jika ruangan itu terdapat hewan pengerat yang bisa menghancurkan ruangan?" ujar Bramantyo, pria tampan yang baru saja menduduki jabatan sebagai manajer sebuah hotel terkenal di kota Bandung.
Dengan santainya ia duduk di atas kursi kebesarannya sambil menyeruput nikmatnya secangkir kopi hitam dengan gula cair yang rasanya cukup manis untuk sebuah kopi.
Di depannya ada dua orang bawahannya yang sudah ia percayai membantunya selama bekerja di hotel mewah tersebut. Keduanya cukup mumpuni sebagai seorang bawahan dengan titel sarjana perhotelan dan pariwisata. Apalagi, keduanya mempunyai pengalaman melayani manajer dengan banyak mau seperti dirinya.
"Pak, kami selalu berusaha merapikan ruangan dan membasmi hama. Apakah bapak melihatnya sendiri atau—"
"Kamu pikir saya pembual?" manajer muda itu menggebrak meja hingga kedua bawahannya kaget. Satu orang hampir saja terjungkal ke belakang jika tidak dibantu oleh temannya.
"T-tidak pak. Bapak orang yang baik hati, ramah dan tidak sombong. Hari ini, jadwal bapak untuk keliling hotel dan beramah tamah dengan para staf."
"Ya sudah. Siapkan semuanya."
Kedua bawahan si manajer mengusap dadanya dan bernapas lega. Manajer dengan sikapnya yang aneh bukan sekali ini berulah. Beberapa tahun lalu bahkan ada yang lebih parah. Manajer muda ini belum ada setengahnya.
Jadwal berkeliling memang sudah jadi agenda wajib bagi seorang manajer hotel. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa layaknya pelayanan hotel dan meneliti setiap bagiannya, apakah ada yang rusak atau tidak.
Pertama-tama, manajer muda itu masuk ke ruangan dapur dingin pastry. Ruangan putih bersih dengan wangi aroma kue dan coklat serta roti yang baru saja dipanggang membuat indera penciuman manajer itu melebar.
Dinginnya ruangan coklat akhirnya bisa meredakan keanehan sang manajer. Ia hanya berdiri diam tanpa kata dengan tangan dilipat ke belakang ditambah senyum lebar nan menawan miliknya. Sangat tampan.
"Pak manajer, perkenalkan ini adalah kepala pastry disini. Namanya chef Surya. Nah, chef Surya ini manajer baru kita namanya pak—"
"Bramantyo. Panggil saja Tyo." manajer muda itu mengulurkan tangannya dan memperkenalkan dirinya sendiri. Chef Surya yang tadi menerima uluran tangan tersebut hanya mengangguk ringan.
"Silakan melihat-lihat ruangannya. Kebetulan hari ini sedang ada wedding di lantai bawah dekat ballroom utama," ujar chef Surya mencoba beramah tamah. Tyo menaikkan dua alisnya. Ia menoleh ke belakang dan bertanya dengan dagunya yang terangkat pada kedua bawahannya.
"Pak manajer mau kesana untuk melihat-lihat?" tanya salah satu dari bawahan Tyo.
"Iya dong. Ayo kesana."
Tyo mengajak bawahannya untuk berangkat menuju ballroom hotel. Dirinya paling senang dengan acara mewah yang mengundang banyak tamu. Ditambah wangi bunga dan indahnya hiasan warna warni yang akan ia lihat sepanjang ruangan.
Mata Tyo tak berhenti memandang indahnya rangkaian bunga di dalam ruangan yang akan digunakan untuk acara resepsi pernikahan. Ruangan yang katanya dibayar dengan harga paling mahal dan mewah yang ada di hotel tersebut. Lihat saja dekorasinya, banyak sekali detail yang sangat sulit. Bisa dipastikan si penyewa adalah orang kaya atau terpandang setidaknya, yang gengsinya di atas langit.
"Pak, ini sudah hampir akan dimulai acaranya. Lebih baik kita ke tempat lain," usul salah satu bawahannya. Tyo mengangguk. Ia juga merasa tak etis jika terus menerus ada di dalam ruangan.
Namun saat ia akan melangkahkan kakinya ke luar ruangan, matanya sempat memandang seseorang yang ternyata mampu membuat jantungnya berdetak semakin kencang. Rasanya seperti debaran ombak yang berkejaran di pantai.
Objek yang dilihatnya adalah seorang wanita cantik yang baru pertama kali ia lihat. Dengan setelan blouse putih tulang dan rok bawah model span warna hitam serta rambut yang terikat rapi menunjukkan jika wanita itu adalah orang penting. Ditambah dengan blazer yang ia sampirkan di tangan kanannya menambah keyakinan Tyo jika wanita ini adalah wanita cerdas yang berkarir.
"Siapa dia?" tunjuk Tyo.
"Dia manajer wedding organizer di pesta ini, pak." salah satu bawahan Tyo berbisik pelan di telinganya. Tyo menyeringai.
"Cantik."
"Dia sudah dikontrak disini, pak. Katanya, kontrak eksklusif jika penyewa adalah orang terpandang," tambah sang bawahan.
"Bisa kenalkan saya dengan dia?" tanya Tyo penasaran.
"Bisa, pak. Kebetulan minggu depan ada meeting penting antar vendor."
"Buat jadwalnya. Saya pasti ikut."
"Baik, pak."
"Kamu kenapa?" Suara Diana mengejutkan Bramantyo yang sedang sibuk memindahkan hiasan dinding di sudut ruangannya. Tak peduli dengan panggilan Diana, ia tetap meneruskan kegiatannya. "Serius sekali." ujar Diana lagi. Diana bergelayut manja di lengan Bramantyo hingga membuat kekasihnya itu risih. Dihempaskannya tangan Diana dan pandangannya kembali berfokus pada hiasan dinding itu. "Kamu tidak ada pekerjaan? Pagi hari sudah ke ruangan aku?" Bramantyo menoleh dengan lirikan ujung mata mengintimidasi Diana. "Ada. Hanya saja aku ingin mengunjungi kekasih hatiku pagi ini." Bramantyo memilih diam. Hiasan dinding yang sudah terpasang tadi dilihatnya lagi dari jarak jauh. Berkali-kali matanya memastikan arah dan sudut serta warna hiasan dinding itu. Setelah ia rasa cukup, ia pun berbalik dan mengembalikan perkakas pada tempatnya. "Aku akan buat peraturan mulai besok." Bramantyo menuliskan sesuatu di kertas kosong dan memberikannya pada Diana. "Silakan baca." Diana membaca selebaran it
<span;>Pusing yang menyekat kepala Bramantyo hampir membuatnya gila. Dua malam ia selalu terjaga dari mimpi yang sama. Ia sudah mencoba berbagai cara untuk menghilangkan rasa sakit itu, tapi tak bisa. Bramantyo putus asa. <span;>Malam ini setelah pulang dari apartemen milik kekasihnya, Bramantyo membaringkan tubuhnya menghalau rasa penatnya. Namun karena pusing itu kembali melanda, ia pun memutuskan untuk keluar dari dalam kamar dan pergi berjalan-jalan ke sekitar hotel. <span;>Satu tempat yang berhasil memikat matanya, ia membelalakkan matanya saat melihat sesuatu yang membuatnya bahagia. Ia pun berhenti dan berdiri tepat di depannya. <span;>"Buatkan saya satu pancake dengan taburan kismis dan sukade. Jangan lupa dengan es krim strawberry dan sausnya," pesan Bramantyo. <span;>Bramantyo amat menyukai makanan manis. Itu sebabnya, ia berdiri di depan booth pancake di lantai bawah hotel yang sedang mengadakan
Tentang dirinya tujuh tahun yang lalu, rasanya sangat sulit bisa menerimanya. Terlebih hari ini, Tyo terus terpuruk dalam kesedihan walau semuanya terbalut dalam hingar bingar kehidupan mewahnya.Tyo duduk beralaskan tikar kecil di samping makam kedua orangtuanya yang telah tiada tujuh tahun yang lalu. Hening di sekitarnya tak terasa sama sekali hingga akhirnya ia sadar dan memilih pergi dari tempat peristirahatan terakhir itu."Ibu ayah, Bram datang. Istirahat yang tenang. Bram sayang kalian."Di lain tempatDiana hampir bosan menunggu Tyo yang telah lebih dari satu jam menghilang entah kemana. Dua cangkir teh kesukaan Tyo pun telah mendingin sejak tadi. Ingin rasanya ia pergi dari ruangan itu, hanya saja kakinya sulit untuk digerakkan."Menunggu lama?" Tyo merangkul kekasihnya dari belakang. Diana mengangguk lalu tersenyum mendengarnya. "Aku ingin
"Pak manajer ada di ruangannya?"Tiba-tiba saja seorang pria bertubuh tegap berdiri di depan meja resepsionis. Wajahnya terlihat misterius. Salah satu resepsionis yang bertugas terkesiap melihat penampilan pria itu hingga matanya membelalak tajam."Maaf, ada keperluan dengan pak manajer?" tanya si resepsionis. Pria tadi mengangguk. "Sudah buat janji?""Belum. Saya teman lamanya.""Bapak namanya siapa?""Abimanyu."Sang resepsionis langsung menghubungi sekretaris Tyo dan mengabarkan jika ada seseorang yang ingin bertemu dengannya. Menunggu beberapa menit akhirnya pria tadi diantar oleh staf lainnya menuju ruangan Bramantyo di lantai atas.Abimanyu masuk ke dalam ruangan dan duduk setelah Tyo mempersilakannya. Keduanya memilih diam setelah perkenalan. Tyo merasa tak perlu beramah tamah dengan pria b
"Meeting jam berapa?" Tyo mengawali pagi ini dengan pertanyaan penuh tantangan untuk asistennya. "Saya maunya kamu atur sesuai jadwal tanpa ada perubahan.""Hari ini jam sepuluh di ruangan biasa, pak.""Siapkan ruangan.""Baik, pak."Tyo memejamkan matanya sejenak. Pagi hari yang seharusnya ia lewati dengan suasana yang nyaman nyatanya banyak sekali masalah. Sudah dua hari dirinya dihantui mimpi buruk yang sama. Ia terbangun hampir setiap malam menjelang pagi. Tak heran wajahnya terlihat kusam dan rapuh saat ini.Suara deritan pintu membuat mata Tyo perlahan terbuka dan mengintip dari balik tangan yang menutup sebagian wajahnya. Diana datang di pagi hari mengunjunginya sebelum memulai pekerjaannya."Hai, selamat pagi sayang. Sudah siap untuk meeting?" sapa Diana. Tyo hanya mengangguk ringan sambil bergumam."Hmm..."
Tyo mengernyit jijik melihat pemandangan tak menyenangkan di depan matanya. Dinding putih kotor dapur hotel sangat merusak moodnya pagi ini. Asistennya yang sedari tadi berdiri di sebelahnya tak mampu berbuat banyak saat dengan mudahnya Tyo mengatakan dapur harus direnovasi ulang."Ini apa?""Wok, untuk masak pak.""Bersihkan. Saya tidak mau lihat barang di dapur berantakan dan terlihat tidak higienis," ujar Tyo yang diangguki oleh salah satu chef.Tyo tidak suka dengan barang-barang kotor dan berantakan. Untuk itu, semua barang yang ada di dalam ruangannya ia ganti. Apalagi yang tidak ditata rapi sesuai dengan urutannya. Tak pelak lagi akan jadi sasaran empuk berikutnya."Itu kenapa botol minuman ditata seperti itu?" tunjuk Tyo pada setumpuk botol minuman yang terpajang rapi di rak penyimpanan di dekat gudang.Salah satu k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments