Share

Bab 2

Penulis: Sahira
Satu jam kemudian, Harison pulang dengan tergesa-gesa, lalu bertanya dengan tegas, "Apa-apaan kamu, Alyana?"

Setelah itu, barulah pandangan Harison tertuju pada kepala Alyana.

"Kamu terluka?" tanya Harison dengan agak kaget.

"Ya."

Alyana balas menatap Harison dengan tenang. "Kemarin aku ke rumah sakit karena ditabrak dari belakang."

Sebersit rasa bersalah pun berkilat dalam sorot tatapan Harison, dia buru-buru duduk di sebelah Alyana. "Apa lukamu serius? Apa ini yang ingin kamu katakan padaku kemarin?"

"Cuma luka kecil."

Alyana pun menjauh dengan tenang, lalu berkata, "Aku serius mau membatalkan pertunangan. Aku juga mau mengambil kembali saham perusahaan yang menjadi bagianku ...."

Orang luar mungkin tidak tahu, tetapi tidak dengan Harison.

Karena Harison adalah anak haram, dia pun dipandang rendah oleh Keluarga Gandhi. Selama ini, bisnis Harison bisa berjalan dengan sukses berkat modal awal dan dukungan di balik layar yang Alyana berikan.

Demi membantu Harison membangun citra sebagai seorang pemuda yang menjanjikan, Alyana berusaha sebisa mungkin agar jangan sampai ada pihak luar yang tahu seberapa besar bantuan yang sudah dia berikan kepada pria itu.

Sekarang adalah momen penting bagi Harison dalam persaingan memperebutkan hak sebagai pewaris Keluarga Gandhi. Mana mungkin Harison akan membiarkan perusahaannya tertimpa masalah?

Harison pun mengernyit. "Berhentilah bercanda denganku, Alya."

"Coba ulangi ucapanmu."

Alyana menatap Harison lurus-lurus dan mengulangi ucapannya dengan tegas, "Aku serius."

Harison mengaku bahwa dia yang paling mengenal Alyana, tetapi sekarang dia benar-benar tidak bisa membaca pikiran Alyana.

"Alya, kamu marah karena kemarin nggak kutemani, ya? Kalau gitu, hari ini aku di rumah saja bersamamu ...."

"Kamu benar-benar di kantor kemarin?"

Alyana menyela Harison, "Aku sudah telepon Aren, dia bilang kemarin sore kamu nggak ada di kantor."

Harison sontak terdiam.

Rasanya jantungnya seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik. Harison pun segera menjelaskan, "Aku lagi inspeksi ke luar, mungkin Aren lupa."

"Oh, gitu?" sahut Alyana dengan santai. "Tapi, aku sama sekali nggak tanya pada Aren tuh."

"Kamu lagi mempermainkanku?" tanya Harison sambil sontak bangkit berdiri.

"Apa mungkin aku bisa mempermainkanmu kalau kamunya sendiri nggak menyembunyikan apa-apa?" tanya Alyana balik.

"Kamu ...."

Harison bukan orang bodoh, dia bisa menduga ada sesuatu yang Alyana ketahui.

"Katakan saja sejujurnya aku salah apa, nggak usah basa-basi."

Harison tampak sangat tertekan. Dia pun memijat alisnya sambil berkata, "Alya, kamu nggak bisa terus bersikap manja begini. Bagaimanapun, kita akan menghabiskan sisa hidup kita bersama."

"Kalau begini, yang ada ujung-ujungnya kita sendiri yang capek banget."

Alyana tidak memberikan tanggapan apa pun, dia hanya menatap Harison dengan tenang.

Harison pernah memeluknya sambil tersenyum membiarkan Alyana melakukan apa saja yang dia mau. Harison bahkan mengatakan bahwa tipe wanita seperti itu sangat menggemaskan.

Ternyata kesabaran seorang pria juga mengikuti hukum kekekalan, tidak bisa dihancurkan atau dibuat, hanya bisa berubah bentuk. Jika bukan dengan Alyana, ya dengan wanita lain.

Tatapan Alyana membuat Harison merasa makin bersalah. Lama sekali dia berpikir, lalu akhirnya memutuskan untuk bersikap lebih lembut.

Harison pun bertanya dengan sabar, "Alya, berhentilah cari ribut, ya? Kamu mau apa? Akan kuberikan yang kamu mau."

"Apa kamu suka pada Alina?"

Harison sontak tertegun dengan pertanyaan yang begitu mendadak itu.

Dia pun tersadar kembali, lalu segera membantah dengan tegas, "Kamu ini bicara sembarangan apaan sih? Alin itu adikmu, mana mungkin aku suka padanya?"

"Terus, kenapa kamu malah bersama dengannya?"

Alyana mengepalkan tangannya dengan erat, rasa sakit di kepalanya mengingatkannya agar jangan sampai terbawa emosi.

Namun, tetap saja hatinya terasa begitu hancur. Sekujur tubuhnya sampai gemetaran.

Alyana menatap Harison dengan keras kepala, "Kenapa kamu berbohong padaku? Kenapa kamu harus berbohong soal Alina?"

"Aku bertemu dengan Alin kemarin di sebuah acara. Terus, terjadi sesuatu di panggung, makanya aku membawanya ke rumah sakit. Cuma begitu saja kejadiannya, terserah kamu mau percaya atau nggak."

"Alin memikirkan perasaanmu dan takut kamu salah paham, jadi dia memintaku untuk merahasiakannya darimu."

Harison pun mengernyit. "Aku sudah bilang padanya kalau kamu itu berhati besar dan nggak mungkin cemburu hanya karena hal konyol seperti itu. Ternyata kekhawatiran Alin benar juga."

"Alyana, kamu harus tahu kapan harus bersikap. Alin itu adikmu, apa gunanya buatmu kalau kamu terus berlaku jahat terhadapnya?"

"Sekarang kamu malah mencurigai kami berdua," sambung Harison dengan nada bicara yang terdengar makin kesal. "Nggak usah keterlaluan begini."

"Sebaiknya kamu tenangkan diri."

Setelah itu, Harison melangkah maju dan berkata lagi, "Aku anggap aku nggak pernah dengar soal ucapanmu yang mau membatalkan pertunangan."

Alyana menatap sosok Harison yang berjalan pergi. Kepalanya terasa begitu sakit sampai-sampai dia tidak punya tenaga untuk memanggil Harison.

Sialan!

Penyakit ini benar-benar menyusahkan!

...

Bukan hanya Harison, tetapi semua orang yang menerima pesan itu juga mengira bahwa Alyana sedang bercanda.

Keesokan harinya, Alyana tidak mengangkat satu telepon pun sepanjang hari karena dia tidak mengisi ulang ponselnya yang kehabisan baterai.

Dia justru sibuk berkemas dan bersiap untuk pindah dari vila.

Sementara itu, orang tua Alyana, Royan Imano dan Imelda Anggraini, bergegas menyambut Harison begitu pria itu memasuki kamar rawat.

"Harison, apa maksud pesan Alya? Kalian kenapa?"

"Minggu depan 'kan pesta pertunangan kalian," kata Imelda dengan cemas. "Kalau sampai kenapa-kenapa, bukannya itu malah akan jadi bahan tertawaan orang-orang?"

"Sekarang baru kamu takut ditertawakan orang? Lihatlah putrimu yang baik itu, bisanya juga cuma mempersulit dan membuat kita khawatir begini!" keluh Royan.

"Memangnya itu salahku? Dia 'kan tumbuh besar dalam keluarga yang kayak gitu, mana mungkin dia bisa jadi anak baik?" balas Imelda dengan suara pelan.

"Ini semua salahku."

Harison menyela mereka, lalu menatap Alina yang terbaring di atas tempat tidur dengan pasrah. "Kemarin dia melihatku membawa Alin ke rumah sakit, harusnya aku jelaskan lebih dulu padanya."

"Omong kosong apa itu!" sahut Imelda dengan sangat kesal. "Alin 'kan terluka, wajar saja kamu membawanya ke rumah sakit! Ya sudahlah kalau dia nggak sayang pada adiknya, tapi dia malah ...."

Imelda merasa kesulitan menyelesaikan kata-katanya. Dia benar-benar merasa malu memiliki seorang putri tukang pencemburu begini!

"Bu, jangan marah-marah sama Kakak. Ini semua salahku ..." timpal Alina sambil mengatupkan bibirnya. "Aku nggak seharusnya minta diantar Kak Harison, di tempat kejadian 'kan ada banyak staf yang lain ...."

Alina pun menatap Harison, "Kak Harison, gara-gara ini kakakku jadi membatalkan pertunangan kalian. Gimana ini?"

"Pertunangan kami nggak mungkin dibatalkan."

"Pesta pertunangannya akan tetap dilaksanakan minggu depan sesuai jadwal," kata Harison dengan sorot tatapan yang sedikit menajam. "Alya juga bukan tipe orang yang nggak berpikir panjang, ujung-ujungnya dia pasti mau berbaikan denganku."

Royan dan Imelda langsung menghela napas dengan lega.

Jika Alyana dan Harison yang sudah sekian lama menjalin hubungan itu mendadak putus di tengah momen genting seperti ini, mau ditaruh di mana muka mereka?

Terlebih di saat Harison memiliki peluang besar untuk mewarisi Keluarga Gandhi. Tidak akan mereka biarkan menantu sehebat Harison lepas dari genggaman mereka begitu saja!

Semua orang yang ada di kamar itu pun tenggelam dalam pemikiran masing-masing selama beberapa saat, mereka sama sekali tidak menyadari seberkas cahaya enggan yang berkilat dalam sorot tatapan Alina ....

...

Tiga hari kemudian, Alyana baru mengetahui bahwa pesta pertunangannya akan dilaksanakan sesuai jadwal.

Dia sudah pindah dari vila ke sebuah apartemen di pusat kota. Dia sedang meringkuk di atas sofa sambil menonton sinetron saat penyelenggara pesta pertunangan meneleponnya.

Alyana meletakkan ponselnya, lalu mengusap pelipisnya.

Harison memang tidak pernah berubah. Setiap kali mereka perang dingin, pria itu pasti akan menunggu Alyana mengajak berdamai dan beranggapan bahwa wanita itu pasti akan mengalah.

Meskipun pada akhirnya apa yang Harison inginkan selalu terjadi, sekarang Alyana merasa sangat lelah. Dia bahkan mulai meragukan dan mempertanyakan dirinya sendiri .... Kira-kira seberapa hinanya dia bagi Harison?

Kali ini, Alyana benar-benar tidak mau berkompromi dengan Harison.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 355

    'Mengantar sesuatu?'Alyana terkejut, lalu menoleh menatap punggung Deo. 'Jangan-jangan dia itu senior yang dimaksud Bu Vita?'Namun, kenapa dia belum pernah mendengar kalau Deo itu muridnya Vita?Dengan penuh rasa ingin tahu, Alyana mengikuti Deo masuk ke ruang tamu. Begitu melihat tak ada orang lain di sekitar, barulah dia berani bertanya, "Kamu senior itu?""Ya."Deo menyerahkan sebuah gulungan lukisan padanya, ekspresinya tetap datar. "Ini titipan dari Bu Vita. Aku disuruh kasih ke kamu dulu."Beberapa hari lalu, Deo sempat menolak tugas ini."Bu Vita, kamu sendiri juga akan ke sana. Kenapa harus aku yang duluan ke tempatnya?"Dari seberang telepon, Vita hanya tertawa pelan. "Deo, dia baru tiga tahun ikut denganku. Sekarang dia pulang ke tanah air dan mulai dari nol. Dia pasti butuh banyak bantuan.""Sebagai gurunya, aku sudah nggak bisa memberinya banyak. Yang bisa kulakukan cuma membantu mencarikan seseorang di dalam negeri yang bisa bantu dia.""Aku tahu kamu sudah terbiasa send

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 354

    Pada hari peresmian studio, para wartawan dari berbagai media datang lebih awal dari biasanya.Di halaman sudah disiapkan jamuan teh kecil-kecilan, para wartawan berkumpul sambil mengobrol santai."Kira-kira Firly datang nggak, ya?""Mungkin. Bukannya dia baru saja wawancara Nona Alyana? Hari ini Atmara resmi berdiri, pasti dia nggak mau ketinggalan berita besar.""Jangan remehkan Firly cuma karena dia anak orang kaya, dia tuh kerja keras banget. Kalau nggak, mana mungkin dia bisa menang penghargaan berita internasional? Menurutku sih, urusan cinta-cintaan nggak bakal ganggu ambisinya.""Eh, tapi kalian benaran nggak penasaran? Di antara mereka bertiga, siapa sih yang sebenarnya disukai Pak Nathan?"Para wartawan saling pandang dan tersenyum penuh arti.Berita soal studio Begonia yang dibuka di Kota Anjelo memang penting, tetapi kalau bisa sekalian dapat gosip keluarga kaya, itu bonus yang tidak bisa ditolak.Semua datang dengan niat menonton drama, hanya saja tidak ada yang mau terang

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 353

    Jangan-jangan, taktik tarik ulur ini malah jadi bumerang buat dia?…Sejak hari itu, Alyana tak pernah lagi melihat Nathan.Dia tak ingin menguras pikirannya untuk emosi-emosi aneh ini, jadi dia memaksa dirinya tetap sibuk, agar tak sempat memikirkannya.Tak terasa, tinggal tiga hari lagi sebelum studionya resmi dibuka.Alyana menerima telepon dari Vita. Ekspresinya langsung berseri-seri. "Bu, apa Ibu akan datang langsung buat bantu potong pita?""Tentu saja!"Suara Vita terdengar sangat ceria di ujung sana. "Murid paling kubanggakan buka studio sendiri, sesibuk apa pun aku pasti hadir untuk memberi dukungan!""Aku dengar selama kamu pulang ke tanah air buat pameran foto, kamu benar-benar jadi sorotan. Hampir tiap hari viral!""Alya, aku benaran bangga banget. Aku juga merasa beruntung punya murid sehebat kamu. Tuhan benar-benar baik padaku!""Oh ya, aku sudah siapkan hadiah untukmu. Sekarang sedang dikirim, mungkin akan sampai sebelum aku tiba."Alyana merasa tersanjung. "Bu, Ibu mau

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 352

    "Kenapa kamu masih bengong? Tuan Muda Devon mau pergi tuh!"Imelda melangkah maju sambil menarik lengan Alina, tetapi Alina menepisnya dengan keras.Tak seperti biasanya, Alina menatap ibunya dengan dingin. "Kalau dia mau pergi, biarkan saja. Kenapa harus aku yang disuruh minta maaf?""Yang menyakiti Devon itu Alyana. Kenapa aku yang harus bereskan masalahnya? Kenapa kalian nggak cari dia saja dan suruh dia minta maaf langsung ke Devon!"Imelda tertegun. "Alin, kenapa kamu ....""Ibu, Alin nggak salah kok."Arifin mendekat dan membantu Alina berdiri. "Yang buat masalah itu Alyana, tapi kita yang kena imbas. Jadi, ya seharusnya dia yang disuruh tanggung jawab.""Tapi ...."Imelda tampak ragu. "Dia saja nggak mau ketemu kita, apalagi mendengarkan omongan kita.""Ibu nggak dengar kata-kata Tuan Muda Devon tadi?" Arifin menaikkan alisnya. "Dia bukan minta kita suruh Alyana minta maaf, tapi suruh kita kasih pelajaran ke dia.""Asal kita lakukan sesuai maunya dia, Tuan Muda Devon pasti nggak

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 351

    "Jangan cuma lihat dia yang dingin. Dia itu sebenarnya baik hati. Kami sudah berteman sejak kecil dan semuanya pernah merasakan kebaikannya. Dia selalu baik ke orang-orang di sekitarnya.""Nona Alyana, kamu juga sudah cukup lama kenal Kak Nathan, pasti tahu juga, 'kan?"Firly menatap Alyana dengan tulus, bibirnya tersungging senyum tipis yang terlihat polos dan tanpa maksud tersembunyi.Kalimat-kalimat ini terdengar masuk akal, tak ada yang bisa dipermasalahkan.Namun, Alyana tetap menangkap maksud yang lebih dalam.Firly tahu Rekasa masuk panti jompo karena rencana mereka berdua, jadi menyebut soal pertemanan beda usia itu untuk menekankan bahwa Nathan hanya melakukannya karena hubungan itu.Lalu, dia menyinggung soal Nathan yang dingin di luar, tapi hangat di dalam. Nathan sangat baik ke semua temannya, jelas-jelas ingin mengingatkan Alyana bahwa dia bukanlah orang yang spesial.Baru sekarang Alyana sadar, Firly menganggapnya sebagai pesaing.Namun, karena lawannya tidak bicara langs

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 350

    Setelah wawancara sebelumnya, suara itu sudah sangat familier bagi Alyana. Dia pun mengerutkan kening. Kenapa Firly ada di sini juga?Tak lama, Firly berjalan mendekat dengan tangan menyilang di dada, pura-pura terlihat antusias sambil menatap Devon. "Kamu pasti Tuan Muda Devon, 'kan? Hai, aku Firly, sekarang kerja sebagai reporter.""Aku dengar belakangan ini kamu kena skandal cinta. Ini berita panas. Boleh nggak bocorkan sedikit biar nanti bisa aku bagi ke rekan-rekanku.""Diam!"Devon sontak berdiri. Dia tampak agak waspada karena tahu latar belakang Firly di Keluarga Haron. Dia hanya bisa menggertakkan gigi. "Nona Firly, tolong jangan ikut campur urusan ini.""Lho, kok dibilang ikut campur? Mengumpulkan bahan berita itu pekerjaanku tahu!" balas Firly sambil mengeluarkan ponsel, lalu mengarahkan kamera ke Devon."Oh ya, tadi waktu kamu berlutut minta maaf aku belum sempat rekam. Bagaimana kalau kamu ulangi lagi sekarang, biar bisa aku dokumentasikan?""Nanti aku bantu buatkan artike

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status