Share

CHAPTER 3 - OUR PET

"Nyaaaaa," suara anak kucing itu terlihat senang dipangkuan Danny-kun.

"Kasihan sekali kamu ... pasti ditinggal sama orang tuamu ya?" kata Danny-kun sambil membelai anak kucing tersebut.

"Aku juga ingin dibelai rambutku seperti itu," aku bergumam.

Jujur, aku iri sekali kalau bukan aku yang diperlakukan seperti itu. Rasanya hati ini panas. Jadi mulai sekarang, anak kucing ini adalah rivalku. Kamu ingin tahu bagaimana kami bisa memelihara anak kucing yang membuatku kesal ini? Silahkan dibaca.

Seminggu lalu

"Mei ... kamu dimana?" Danny-kun mencariku karena kami bermain petak umpet.

"Kamu pasti tidak bisa menemukanku," gumamku.

Danny-kun terus mencariku selama setengah jam namun dia belum juga menemukanku. Dan jujur saja dalam hati aku ingin ditemukan olehnya. Namun, karena aturan permainan aku tidak bisa membiarkan dia menemukanku.

"Siapa yang membuat aturan ini sih? Lain kali aku marahin orangnya biar dia tahu rasa," gumamku.

Tiba-tiba terdengar suara langkah yang mendekatiku.

"Itu Danny-kun," aku tersenyum senang di persembunyianku.

"Mei ... kamu dimana?" Danny-kun masih mencariku.

Namun suara itu menghilang.

Setengah jam kemudian.

Sejam kemudian.

Dua jam kemudian, aku mulai cemas.

"Mengapa Danny-kun lama sekali menemukanku? Apa aku sulit ditemukan?" pikirku.

Aku pun keluar dari tempat persembunyianku dan menghampiri Danny-kun di halaman kuil. Namun alangkah terkejutnya aku kalau Danny-kun sedang membelai kepala anak kucing. Tentu saja aku ngambek karena dia berhenti mencariku.

"Danny-kun, mengapa kamu tidak mencariku?" tanyaku sambil merajuk.

"Owh, tadi aku menemukan anak kucing ini di halaman belakang," jawabnya dengan senyuman.

"Sepertinya anak kucing ini dibuang oleh induknya ... kasihan sekali," Danny-kun merasa iba.

"Sini kucingnya ... biar aku buang," kataku dengan kesal.

"Jangan Mei ... kasihan kucingnya ... mengapa tidak kita pelihara saja?" tanya Danny-kun dengan tersenyum.

"Tidak boleh," jawabku ketus.

"Boleh ya Mei," Danny-kun memohon dengan wajah memelas.

"Tidak boleh ... lagipula untuk apa kita memelihara anak kucing ini?" aku semakin ketus dan merajuk.

"Bi Yuuko ... Bolehkah aku melihara anak kucing ini?" tanya Danny-kun

"Boleh ... asalkan kamu bisa memeliharanya dengan baik," jawab ibuku.

Mendengar jawaban ibuku, hal itu membuatku semakin merajuk dan langsung masuk ke kuil. Sebenarnya jujur, aku tidak masalah kalau kami memelihara kucing, namun aku takut hal itu akan membuatku trauma karena kejadian 4 tahun lalu.

Setiap anak kucing itu mengeong, Danny-kun selalu menidurkan anak kucing tersebut di pangkuannya. Dan jujur, aku iri sekali. Andaikan aku yang jadi anak kucing itu. Dan alangkah terkejutnya aku anak kucing itu menempelkan hidungnya ke hidung Danny-kun, yang membuat hati ini semakin panas.

"Oke, sudah cukup ... ini tak bisa dibiarkan lagi ... kamu sudah kelewat batas," pikirku dengan kesal.

"Danny-kun, aku tak suka anak kucing itu disini," ucapku sambil merajuk di depan Danny-kun.

"Kenapa Mei, bukankah bibi sudah mengizinkannya?" ucap Danny-kun menegaskan.

"Memang, tapi aku tidak setuju," ketusku.

"Kalau boleh tahu, kenapa? Apa karena mengingatkan kembali pada ayahmu?" tanya Danny-kun.

"Bukan karena itu," lanjutku lagi.

"Terus karena apa?" tanyanya lagi.

"Karena aku cemburu," jawabku dengan wajah memerah.

"Pfffttt ... hahahahahaha," Danny-kun tertawa.

"Jangan menertawakanku," ucapku yang tambah merajuk.

"Abisnya, masa' sama Shirou kamu cemburu sih?" Danny-kun tersenyum.

"Shirou?" tanyaku.

"Ya, Shirou ... nama anak kucing ini." jawab Danny-kun.

"Mmmmmmmmmmmm," ucapku dengan menggembungkan pipi.

"Mei, kamu tambah manis kalau merajuk seperti itu," puji Danny-kun.

Mendengar pujian itu, aku langsung tersenyum sebentar lalu merajuk kembali sehingga membuat Danny semakin tertawa.

"Yasudah, bagaimana kalau kita sama-sama merawatnya?" ajak Danny-kun.

"Kenapa aku mesti ikut?" ketusku.

"Karena anggap saja ini adalah adik kita ... aku ingin punya adik," Kata Danny-kun.

"Terus kamu menganggap aku ini siapa kamu?" ketusku lagi.

"Orang yang selalu membuat setiap hariku menyenangkan," Danny-kun tersenyum.

"Benarkah?" perlahan-lahan aku mulai tersenyum.

"Aku tidak mungkin bohong," Danny-kun meyakinkanku.

Alangkah senangnya aku ketika mendengar hal tersebut. Sehingga membuatku menerima anak kucing tersebut sebagai bagian dari keluarga kami.

"Asalkan dengan satu syarat," ucapku.

"Apa itu?" tanyanya.

"Ketika kita bermain, jangan bawa anak kucing ini ikut bermain," aku tersenyum.

"Baiklah," Danny-kun mengiyakan.

CHAPTER 3 - Our Pet

End

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status