Kini usiaku sudah menginjak 7 tahun. Oleh karena itu, ibuku memasukkan aku dan Danny-kun ke SD Hachiko. SD ini terletak tidak jauh dari kuil kami, hanya berjalan 20 menit kami sudah sampai. Ibu menemani kami masuk ke sekolah namun tak sampai mengantarkan kami ke kelas karena ibuku mesti membuat kue dan manisan untuk dijual di hari sabtu nanti.
"Baik-baik ya, Mei-chan ... Danny-kun," ucap ibuku.
"Iya," jawab kami dengan kompak.
Ibuku melambaikan tangan kepada kami dan kami pun juga melambaikan tangan kami. Setelah ibuku pergi, kami pun memasuki kelas.
"Danny-kun, mudah-mudahan kita sekelas ya." ucapku.
Danny-kun mengangguk. Dan memang untuk kelas 1 SD, kami menjadi teman sekelas dan sebangku. Alangkah senangnya hatiku, karena salah satu mimpiku tadi malam menjadi kenyataan. Serta aku berharap untuk tahun berikutnya aku tetap sekelas walau tak sebangku.
"Hai, namaku Hatsuki ... siapa namamu?" tanya seorang gadis kecil berkaca mata kepadaku.
"Hai juga, namaku Meissa ... salam kenal Hatsuki-san." jawabku.
"Hai juga Hatsuki-san ... aku Danny ... salam kenal juga ya," ucap Danny-kun sambil bersalaman dengan Hatsuki.
Dan sebelum tangan Hatsuki sampai ke tangan Danny-kun, tanganku langsung menyalami Hatsuki. Kenapa aku melakukan hal itu, aku tidak suka kalau ada gadis lain yang ingin mengenal Danny-kun lebih jauh.
"Jadi, aku mesti manggil kamu apa?" tanya Hatsuki padaku.
"Panggil saja aku Kanaya," jawabku dengan tersenyum.
"Kalau kamu? Lebih baik Danny saja ya," tanya Hatsuki kepada Danny-kun sambil tersenyum.
"Danny-san lebih baik," jawabku.
"Owh, yaudah kalau begitu," balas Hatsuki tersenyum padaku.
Hatsuki pun duduk di depan Danny-kun dan aku. Hatsuki adalah teman pertamaku dan juga rivalku karena aku mencium gelagat mencurigakan dari sifatnya. Tetapi sepertinya, Danny-kun tidak menyadari hal tersebut, namun itu lebih baik dia tidak mengetahuinya karena dengan begini aku lebih mudah menjaganya.
Pelajaran yang kusukai adalah kesenian, sedangkan Danny-kun menyukai sastra. Dan jujur saat pertama kali Danny-kun menulis puisi, rasanya aku dan dia jauh sekali jaraknya. Seakan-akan ada dinding yang menghalangi kami untuk saling bertatap muka. Dan terlebih lagi, Hatsuki juga menyukai puisi buatan Danny-kun, dan kali ini aku sepakat dengannya.
Pulang Sekolah
"Danny-kun belajar menulis puisi darimana?" tanyaku.
"Aku tidak belajar dari siapapun, aku hanya menulis saja kemana pikiran membawaku," jawabnya.
"Owh ... aku pikir Danny-kun belajar dari mana gitu," pahamku.
"Danny-san ... Kanaya-san ... tunggu," Hatsuki memanggil kami.
"Ngapain si kucing maling itu kesini." gumamku.
"Bolehkah aku pulang bersama kalian?" tanyanya.
"Ngapain kamu ikutan, pulang sana ... hus .... hus." gumamku.
"Boleh kok, memangnya rumah kamu searah?" tanya Danny-kun kepada Hatsuki.
"Yup, arah rumahku searah dengan kalian," jawab Hatsuki dengan tersenyum.
"Bilang saja kalau kamu mau deketin Danny-kun ... dasar durobo neko." gumamku.
Akhirnya, Hatsuki pun pulang bersama kami. Ketika Hatsuki mau jalan disebelah Danny-kun, aku mulai bergerak disebelah Hatsuki agar dia tidak dekat-dekat dengan Danny-kun.
Pokoknya, Hatsuki tidak boleh disebelah Danny-kun ketika kami pulang bersama. Mengapa? Karena dia adalah durobo neko, dan aku tidak suka.
Akhirnya, kami sampai di rumah Hatsuki dan dia pun berterima kasih kepada kami, dan kami pun langsung pamit pulang walau dia mengajak kami masuk ke rumahnya. Dan jujur saja, aku akan langsung menolaknya kalau dia mengajakku ke rumahnya tetapi aku akan ikut kalau Danny-kun juga ikut.
Beberapa tahun pun berlalu, namun tetap saja si durobo neko ini sekelas denganku dan Danny-kun, bahkan dia pernah duduk sebangku dengan Danny-kun saat kelas 5. Dan jujur, hal itu sungguh membuatku panas. Pernah juga saat karyawisata ke kebun binatang, Hatsuki selalu nempel dengan Danny-kun walau dia berbeda kelompok dengan kami. Sebenarnya aku ingin dia pindah ke sekolah lain, namun aku takut Danny-kun akan marah padaku karena Hatsuki bukan orang jahat.
Kini tak terasa kami sudah kelas 6, setahun lagi kami sudah SMP dan aku bisa mengungkapkan perasaanku. Perasaan saat pertama kali kami bertemu di tempat itu. Namun Hatsuki mengungkapkan perasaannya ketika hari kelulusan kami, dan jujur aku marah sekali padanya karena bukan aku yang pertama kali melakukannya. Dan untungnya Danny-kun menolaknya dengan halus dan tersenyum, karena walau Hatsuki telah ditolak namun dia tidak menangis dan dia bilang walau telah ditolak beberapa kali pun oleh Danny-kun, dia tetap akan menyukainya sampai kapanpun. Ini sama saja kalau Hatsuki memulai genderang perang denganku namanya.
CHAPTER 4 - My First Rival
end
Aku menangis karena hal yang kusayangi telah pergi untuk kedua kalinya, yaitu adalah ibuku. Ibuku meninggal karena kecelakaan mobil yang dikendarai secara ugal-ugalan oleh pengemudi yang mabuk.Danny-kun berusaha untuk menenangkanku, namun air matanya tetap saja keluar dikarenakan ibuku juga berarti baginya. Danny-kun memelukku dengan erat seakan dia tidak ingin kehilanganku."Danny-kun .... sekarang aku sendirian," ucapku yang masih menangis."Kan masih ada aku," ucap Danny-kun yang mencoba untuk menenangkanku."Apa kamu akan pergi juga nanti?" ucapku sambil menatap Danny-kun dalam-dalam."Tidak akan, aku tidak akan pernah pergi dari sisimu," ucap Danny-kun meyakinkan aku."Janji?" tanyaku."Janji," jawabnya.Kami pun mengantar jenazah ibuku ke pemakaman disebelah kuburan ayahku. Setelah selesai, kami pun pulang dengan wajah sedih."Sekarang apa yang mesti kita lakukan Danny-kun?" tanyaku kebingu
"Five""Six""Seven""Eight""Nine""Ten""Knockout"The winner is Kanaya MeissaSaat ini aku sedang mengikuti turnamen tinju, dan aku masih berada di pertandingan pertama. Lawanku juga lumayan berat tadi, namun aku masih bisa mengatasinya. Kamu mau tahu apa hadiahnya? Hadiahnya adalah piala serta sebuah cincin. Aku tidak masalah dengan pialanya hanya saja aku menginginkan cincin tersebut agar aku bisa menikah dengan Danny-kun.Untuk itu, aku berlatih dengan giat agar aku bisa memenangkan setiap pertandingan. Oya, aku lupa bilang kalau aku bukan seorang penari, tapi seorang petinju. Danny-kun adalah pelatihku, dia selalu memberiku saran, kritik, serta pelukan yang terkadang membuatku bangkit dari kegagalan."Hari ini pertandingan yang bagus Mei," puji Danny-kun."Terima kasih pelatihku," balasku dengan senyuman."Namun jangan sombong dulu, karena turnamen masih ber
"Tinggal sebulan lagi ... sepertinya aku harus siap-siap menyambut tahun baru," ucapku."Dan sebentar lagi, aku akan berulang tahun ... senangnya hatiku," ucapku sambil tersenyum sendiri."Aku minta hadiah apa ya dari Danny-kun? Ah, itu sih tidak masalah karena apapun hadiahnya aku akan dengan senang hati menerimanya," lanjutku lagi."Mei, sudah waktunya sarapan," ucap Danny-kun."Iya, sebentar ... aku akan kesana." jawabku.Aku segera merapikan rambutku dan segera menuju meja makan. Aku duduk di depan Danny-kun dan aku memulai pembicaraan."Oya Danny-kun, sebentar lagi aku berulang tahun loh," ucapku dengan tersenyum."Oya? Aku tidak ingat," ucap Danny-kun dengan cuek."Huh? Masa' kamu tidak ingat sih sama ulang tahunku," ucapku yang mulai merajuk."Benar, aku tidak ingat ... lagipula, bukankah setiap hari adalah hari yang sama unt
Seminggu setelah kepergiannyaCip ... cip ... cipSuara burung mengawali pagiku dan udaranya segar seperti biasanya."Danny-kun, sarapan sudah siap," ucapku sambil membuka pintu kamar Danny-kun.Namun kamar itu telah kosong dikarenakan Danny-kun diterima di Hope Peak's Academy lewat jalur undangan. Aku selalu merasa Danny-kun masih ada di rumah ini, canda tawanya, senyumnya, bahkan bau shamponya pun masih tercium. Kini aku tinggal sendiri disini, dan aku harus melakukannya sendiri karena aku tahu Danny-kun akan sibuk dengan sekolahnya disana."Apa yang harus kulakukan ya hari ini?" gumamku ketika duduk di kursi.Aku merasa kesepian karena dirinya sudah pergi menuju mimpinya. Sungguh kesepian yang kurasakan ketika hanya ada kesendirian. Mungkin dengan menulis surat untuknya aku bisa menghilangkan kebosananku. Namun aku terkadang merasa takut apakah dia akan membalasnya atau tidak kar
Sudah 3 bulan aku berkirim mail ke Danny-kun, walau hanya pesan singkat tetapi hal itu bermakna dikarenakan aku hanya bisa menghubunginya lewat smartphone saja. Karena kalau aku bertemu dengannya, mungkin bisa 3 hari kami mengobrol serta banyak ekspresi yang akan aku tampakkan padanya. Jarak antara aku dan Danny-kun hanya sebatas smartphone ini, dekat tapi tak tersentuh."Kalau begitu, bagaimana aku mengunjungi sekolahnya? Kuharap aku bisa melihat wajahnya walaupun dari kejauhan," ucapku sambil tersenyum tipis.Aku pun segera bersiap untuk esok hari mengunjungi Hope Peak's Academy yang sekarang Danny-kun bersekolah dan aku merasa deg-degan karena aku akan bertemu Danny-kun."Besok aku mesti pakai baju apa ya? Bingung," ucapku sambil mencoba mencocokkan baju.Namun selang beberapa lama, aku pun belum menentukan baju seperti apa yang akan aku pakai besok."Apa sebaiknya aku memakai pakaian yang biasa
Aku terus berlatih untuk menari Kagura yang sudah lama mendarah daging di tubuhku. Tak pernah kuperdulikan ocehan orang-orang di sekitarku karena belum tentu mereka mau melakukannya.Tapi aku tak memaksakan diriku karena Danny-kun akan marah padaku jika aku memaksakan diri. Karena baginya, yang penting sudah mencoba dan tahun berikutnya adalah kesempatan terakhirku untuk mengikuti ujian masuk atau lewat jalur undangan. Aku berharap hanya bisa lewat jalur undangan dikarenakan aku tak memiliki banyak uang untuk membayar ujian masuk, namun apabila hanya lewat ujian masuk Danny-kun akan membantuku membayar biaya ujian masuknya. Namun aku tersadar kalau ada cara lain untuk mendapatkan undangan tersebut, yaitu dengan film atau video ketika kita melakukan bakat kita. Namun siapa yang mau memfilmkan ketika aku lagi menari? Tidak mungkin Danny-kun yang melakukannya karena dia sudah ada kesibukan, sedangkan Karasu tidak tahu dia berada dimana setelah terakhir kudengar kabar kalau dia ju
Sudah 9 bulan aku menjadi murid Hope Peak's Academy yang merupakan salah satu cita-cita kami bertiga untuk berada di sekolah yang sama. Walaupun Danny-kun adalah seniorku di sekolah, namun di luar sekolah dia tetaplah tunanganku yang aku sayangi.Saat ini, aku berada di kelas dengan guru pembimbing kami yang bernama Takeshi Ueda. Guru yang penampilannya "seperti guru" adalah wali kelas kami. Kalau kamu ingin tahu siapa saja teman sekelasku, mereka adalah :1. Shiromi Ayako (Ultimate Designer)Gadis yang menyukai fashion ini hanya suka menjahit dan bisa meniru pakaian yang ada di toko merek terkenal.2. Akagi Ryuuta ( Ultimate Solo Artist)Pria berukuran small yang bisa bernyanyi, jujur aku suka dengan nyanyiannya yang menghibur itu. Ditambah lagi, dia ramah pada semua orang.3. Nala Yukina (Ultimate Matematician)Gadis penyuka matematika yang menurutku aneh ini sungguh menyebalkan, bahkan kehadirannya sungguh menyebalkan. Dan aku
Sejak aku mengalahkan Nozomi di pertandingan tinju, kami pun mulai adu popularitas di media sosial. Kami saling ejek dan menghina satu sama lain dan Nozomilah yang memulainya terlebih dahulu, bukan aku."Kanaya is thrash," begitulah kalimatnya memulai pertengkaran kami. Aku pun membalasnya dengan kalimat "if you say i'm thrash, you're devil milk,". Begitulah hampir setiap hari aku membalas kata-katanya yang membuatku jengkel."Sudahlah Mei ... mengapa kalian mesti bertengkar terus sih? Aku capek tahu membaca setiap komentar kalian," keluh Danny-kun."Siapa suruh memulainya," kesalku."Kenapa sih kalian tidak berteman saja?" tanya Danny-kun dengan menghela nafasnya."Berteman? Aku hanya ingin memukul wajahnya saja yang menyebalkan itu," kesalku."Bukankah ada pepatah yang mengatakan "teman terdekatmu adalah musuhmu?" ucap Danny-kun."Benar juga ... kalau aku musuhan dengannya, berarti dia temanku," ucapku.