Keesokan harinya, Nuri sudah bersiap dan rapi. Dia akan menghadiri sidang perceraiannya dengan Dika. Namun saat dia keluar, tiba-tiba saja Fatma menghentikan langkah Nuri."Nuri, kamu mau ke mana? Pagi-pagi gini sudah rapi pula. Apa mau kursus?" tanya Fatma sembari meneliti penampilan anaknya. Wanita paruh baya itu merasa ada yang aneh dengan Nuri, terlebih akhir-akhir ini sering terdiam dan melamun sendiri. Walaupun Nuri berkata tidak ada apa-apa dan baik-baik saja, tetapi firasatnya sebagai seorang ibu mengatakan kalau saat ini Nuri sedang menghadapi masalah besar. "Oh iya, kebetulan mau ketemu sama temen, Bu sebelum kursus. Ada hal penting yang mau kami bicarakan. Tidak lama, kok. Sebelum sore, aku sudah pulang," jawab Nuri berbohong. Dalam hati dia merutuki diri dan memohon ampun kepada Tuhan, karena sudah berani berbohong kepada ibunya sendiri. Namun bagaimana lagi? Hanya ini cara satu-satunya untuk menyembunyikan perceraiannya dengan Dika. Entah bagaimana reaksi ibunya jika t
"Jadi, bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Daniel kepada Nuri. Setelah mereka keluar dari pengadilan, keduanya sedang berjalan-jalan di taman kota. Ini sesuai dengan tawaran Daniel kepada Nuri. Awalnya Nuri ingin segera pulang dan mengurung diri di kamar, mengeluarkan sisa-sisa perasaan kesal dan sedihnya kepada Dika. Namun, ajakan Daniel juga menggiurkan, karena mungkin dia bisa melepas beban di taman dengan melihat berbagai macam tanaman dan menghirup aroma segar dari udara yang bersih."Kamu mau jawaban yang jujur atau bohong?" tanya Nuri sengaja mancing kekesalan Daniel. Dari tadi, mantan kekasihnya itu terus saja mengucapkan hal-hal yang membuat Nuri kesal dan tidak habis pikir. Daniel mengetuk-ngetukkan jarinya di dagu, seperti tengah memikirkan sesuatu. "Kalau begitu yang bohongnya saja dulu, deh," jawab Daniel membuat Nuri menaikkan sebelah alisnya. "Sebenarnya, aku bahagia karena bisa terbebas dari Dika," terang Nuri membuat Daniel terdiam, bahkan pria itu menghentikan
Siang hari, matahari terlihat begitu terik. Dika yang sedang duduk santai di ruang keluarga pun mengernyit heran saat mendengar pintu utama rumahnya diketuk. Pasalnya, dirinya tidak memiliki janji dengan siapa pun. Dan memang hari ini dirinya sedang berada di rumah karena hari libur. Di rumah yang cukup besar ini pun, Dika sendirian. Tidak ada Nuri ataupun anggota keluarganya, seperti mamanya. Perceraian yang ia lakukan dengan Nuri, membuat mamanya kecewa karena ia tidak bisa mempertahankan Nuri. Kalau memang tidak cinta, maka memang sangatlah susah untuk memulai semuanya dari awal. Ia dan Nuri sudah sama-sama selesai dan perpisahan mereka dilakukan dengan baik dan atas kesadaran masing-masing. Masalah pakaian mantan istrinya itu yang masih ada di lemari pakaian, tidak terlalu ia ambil pusing. Seteleh Bu Fatma nanti ikut Willy, maka ia bisa mengantar pakaian mantan istrinya itu.Dengan segera, Dika berdiri dan menggelengkan kepalanya saat ingatan itu kembali teringat di pikirannya
Selesai dengan kegembiraannya karena berhasil untuk kembali bekerja di rumah Dika, Tika segera masuk ke dalam rumah Dika. Rumah yang beberapa waktu lalu sebenarnya sudah pernah dirinya tempati. Namun, tentu saja sebagai seorang pembantu dan kini pun sama. Dirinya kembali ke rumah itu dengan status pembantu rumah tangga. Dalam hati, Tika terus menyemangati dirinya jika tidak lama lagi dirinya akan menjadi seseorang yang penting dalam rumah ini. Ya, Tika bertekad untuk itu. Dirinya akan melakukan apa pun untuk mendapatkan sesuatu yang dirinya inginkan. Terlebih dirinya sudah mendapatkan sesuatu yang akan membantu rencananya itu. Tika menghampiri Dika yang sedang duduk santai di depan televisi. Dan entah untuk keberapa kalinya, Tika mengagumi ketampanan majikannya itu. Di mata Tika, Dika benar-benar mempesona. Tika pun selalu ingin menatap wajah tampan itu. Namun, lagi-lagi dirinya disadarkan oleh kenyataan di mana dirinya hanya seorang pembantu. Sedangkan Dika adalah majikann
Sungguh, Tika merasa jatuh cinta berlipat-lipat setelah melihat senyuman lebar dan kekehan Dika. Tika merasa jika semua yang terjadi padanya adalah mimpi. Mimpi yang membuatnya merasa begitu beruntung dan jika bisa meminta maka dirinya akan lebih memilih untuk tetap tertidur agar bisa melihat senyuman lebar milik Dika itu secara terus-menerus. "Kamu cantik, Tika." Dika memuji Tika, tangan kekarnya bahkan mengelus lembut pipi Tika. "Ya Tuhan, aku tidak sedang bermimpi." Tika berbisik dalam hati. Tadinya dirinya memang mengira jika semua yang terjadi adalah bunga tidurnya. Namun, setelah mendapatkan ucapan lembut di pipinya, Tika sadar jika semua yang terjadi adalah nyata. Tika benar-benar tidak menyangka jika reaksi yang akan ditimbulkan ramuan itu terjadi secepat ini. Tika tersenyum senang, perjuangannya untuk datang ke kampung halamannya tidak sia-sia. Karena sekarang ini, Dika menatap diirnya penuh rasa. "P-pak Dika? Teh hangatnya silakan diminum. Em, kalau begitu saya
Kedekatan Dika dan Tika semakin menjadi. Bahkan kini Tika tidak lagi pulang ke rumahnya karena Dika memintanya untuk tetap tinggal di rumahnya. Kedua sepasang anak manusia itu tidak lagi memikirkan tentang ikatan yang ada, yang mereka peningkatan adalah bagaimana cara mereka menghabiskan waktu bersama. Seperti sekarang ini, Dika dan juga Tika berniat untuk berjalan-jalan. Keduanya sudah merencanakan semua itu sedari tadi malam. "Kenapa lama sekali?" Dika bergumam gusar karena Tika yang tidak juga datang. Padahal dirinya sudah menunggu wanita itu selama setengah jam.Sementara itu, di dalam kamarnya Tika sedang mencari baju yang cocok untuk digunakannya sekarang. "Ke mana baju-bajuku, kenapa tidak ada yang cocok untuk kupakai sekarang?" Tika memekik, karena dirinya tidak juga menemukan pakaian yang menurutnya cocok untuk dirinya pakai. Setelah sekian lama, akhirnya Tika menemukan baju yang menurutnya sedikit cocok. Sebuah dress berwarna biru muda, dengan sneaker berwarna pu
Usai makan dan jalan-jalan bersama, Daniel dan Nuri memutuskan untuk segera pulang. Hubungan keduanya pun sudah semakin dekat. Baik Nuri maupun Daniel, keduanya merasa nyaman saat sedang bersama. Maka dari itu, keduanya semakin sering pergi dan menghabiskan waktu bersama. Semua yang telah dirinya dan Daniel lalui membuat Nuri sedikit lupa akan bagaimana pernikahannya dan Dika yang kandas. Bersama Daniel, Nuri merasa begitu terhibur, dia merasa begitu dihargai dan diistimewakan. Hal itu yang semakin lama membuat Nuri nyaman dan tidak ingin jauh dari Daniel. Di perjalanan pulang, Nuri dan Daniel saling diam. Keduanya sama-sama tengah memikirkan sesuatu yang selama ini menjadi beban bagi keduanya. Bagaimana tidak, orang tua Daniel masih tetap kekeh untuk menjodohkan laki-laki dengan seorang gadis kaya bernama Angel. Sedangkan saat ini Daniel sedang menjalin hubungan dengan Nuri. Bahkan Daniel pun begitu mencintai Nuri. Apalgi setelah mengetahui Nuri resmi menjanda, pasti peluang un
"Nuri, kamu belum menceritakan perceraian kamu pada Bu Fatma?" tanya Bu Widya saat wanita itu mengantar Nuri balik ke rumah. Nuri menggeleng."Saya sudah titip Willy, Ma. Willy yang akan bercerita pada ibu nanti, saat mereka sudah selesai mengurus kepindahan di sana." Bu Widya mengangguk paham. Sungguh luar biasa, saat sebuah perceraian bisa ditutupi dari orang tua. Untunglah semua dapat bekerja sama dengan baik, sehingga Bu Fatma benar-benar tidak tahu. Nura pun sama, adiknya itu juga belum mengetahui perihal perceraian. Nura hanya tahu, bahwa kakaknya dan Dika tidak terlalu akur. Tidak mesra ataupun manis seperti rumah tangga baru di luaran sana, tetapi untuk perceraian adiknya itu sama sekali belum tahu. "Jadi, kamu nanti akan tinggal di mana? Rumah Nura akan direnovasi dan kamu belum ada tempat tinggalkan?""Mama baik banget mengkhawatirkan saya. InsyaAllah hari ini, sore saya akan pindah, Ma. Gak jauh kok, dekat tempat kerja." Bu Widya menoleh dengan kaget. Ia tidak tahu sejak