Share

Bab 7 Menjebak

Author: Shanaya
Sasha tidak menanyakan keadaan pria itu, juga tidak melirik ke arahnya. Dia hanya menunggu Briar masuk ke lift, lalu pergi bersamanya.

Di rumah lama Keluarga Khamauri, kabar kepindahan Sasha sudah lebih dulu sampai. Kamar untuknya pun sudah dipersiapkan, berada di ujung lorong lantai dua.

Seorang pembantu mengantarnya sampai ke depan pintu. Sasha mendorong kopernya masuk.

Kamarnya luas, lengkap dengan kamar mandi di dalam, dan semua perlengkapan sudah tersedia.

Sasha membuka koper. Belum sempat mengeluarkan semua barang, ponsel yang diletakkan di atas ranjang sudah berbunyi. Lagi-lagi dari Angga.

Dia tetap tidak mengangkat. Kurang dari setengah menit setelah panggilan itu terputus otomatis, ponselnya kembali berdering. Kali ini dari pihak pengelola gedung.

Sasha ragu beberapa detik sebelum akhirnya mengangkat. Petugas di ujung sana langsung bertanya, "Bu Sasha lagi nggak di rumah ya?"

Sasha menjawab, "Nggak."

Kemudian, terdengar suara si petugas berbicara ke seseorang di seberang. "Dia benaran nggak di rumah. Lain kali saja datangnya ya. Kalian sudah mengganggu penghuni lain."

Suara Angga terdengar dari ponsel, "Mana mungkin dia nggak di rumah! Dia pasti sembunyi di dalam. Suruh dia cepat keluar!"

Sesuai dugaan Sasha, Angga akan mencarinya, bahkan secepat itu.

Terdengar lagi suara Angga. "Kalau nggak, kasih saja ponselmu ke aku?"

Meskipun terdengar seperti bertanya, tanpa menunggu jawaban, ponsel sudah berpindah tangan.

Angga berteriak ke arah ponsel, "Sasha, cepat buka pintunya! Jangan kira kamu bisa kabur dari semua ini. Cepat keluar!"

Sasha duduk di tepi ranjang. "Kenapa? Merasa kasihan setelah melihat istri dan anakmu dipukul?"

Dia bertanya, "Terus, soal kamu jual anak orang itu gimana?"

Angga tidak menyangkal seperti yang dilakukan Karen. Namun, keduanya sama-sama tidak tahu malu. "Siapa bilang jual? Mereka dapat anak laki-laki sehat dan gemuk, masa keluarin uang sedikit saja nggak boleh?"

"Lagian, kalau waktu itu Briar nggak buat onar, Pak Sandy pasti sudah investasi ke perusahaan kita. Karena dia penyebabnya, Keluarga Khamauri harus tanggung jawab dong. Masa kami yang rugi?"

Begitu nama Sandy disebut, Sasha nyaris tak bisa menahan makian di mulutnya. Empat tahun lalu, dia dijebak dan diberi obat, rencananya adalah untuk dikirim ke Sandy.

Saat itu, perusahaan Keluarga Aldiano sedang krisis keuangan dan butuh suntikan dana. Angga pun menjadikan dirinya sebagai alat tukar.

Entah apa yang salah di tengah jalan, akhirnya Sasha muncul di kamar Briar. Karena tidak mendapat keuntungan, Sandy pun tak jadi investasi. Sementara itu, Keluarga Khamauri yang saat itu sedang marah, jelas bukan orang yang bisa Angga datangi begitu saja.

Tanpa dana masuk, perusahaan Keluarga Aldiano nyaris bangkrut saat itu. Sekarang baru jelas, ternyata perusahaan bisa selamat karena mereka menjual Cody.

Dari ponsel, terdengar lagi suara Karen. "Ngapain kamu ngobrol lama-lama? Suruh dia cepat buka pintu!"

Kemudian, terdengar bunyi keras sepatu menendang pintu. Clara ikut berteriak, "Sasha, dasar jalang! Keluar kamu! Aku akan bunuh kamu hari ini!"

Sasha terkekeh-kekeh. "Aku nggak akan keluar. Kalau kalian punya nyali, dobrak saja terus sampai pintunya jebol. Kalau nggak bisa, kalian semua cemen."

Dia langsung menutup telepon. Belum sempat menenangkan diri, pintu kamarnya diketuk dua kali, lalu didorong terbuka.

Briar berdiri di ambang pintu, wajahnya datar. "Cody sudah bangun. Dia mau ketemu kamu."

Kopernya masih terbuka, barang-barangnya berantakan. Sasha buru-buru menutup koper. "Tunggu sebentar, aku mau ganti baju dan rapikan rambut."

Keadaannya sekarang terlalu berantakan. Tidak pantas menemui anak kecil.

Briar tidak berkata apa pun, hanya berbalik keluar.

Sasha memilih satu pakaian, mengganti bajunya, lalu mencuci muka. Di wajahnya ada bekas cakaran, kulitnya robek sedikit, untungnya tidak berdarah. Dia membiarkan rambutnya terurai, cukup menutupi luka-luka itu agar tak terlihat jelas.

Setelah itu, dia keluar dari kamar. Namun, Briar sudah tidak ada di depan pintu. Dia menyusuri lorong dan melihat Briar berdiri di ujung tangga, sedang menelepon.

Begitu mendekat, Sasha bisa mendengar isi percakapannya. "Tenang saja. Paling tambahin uang sedikit. Nggak akan ada masalah. Kalian urus saja bagian kalian. Aku tahu apa yang harus kulakukan."

Di seberang sana terdengar jawaban. Briar mengangguk dua kali, lalu menutup telepon.

Begitu menoleh dan melihat Sasha, ekspresinya tetap datar. "Yuk," katanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 254 Keegoisan

    Indah sadar saat sore hari. Setelah diberi oksigen, kondisinya sudah membaik. Hanya saja, napasnya masih berat.Vanessa memanggil perawat. Dia dan perawat membantu Indah duduk bersandar di kepala ranjang.Indah bertanya, "Mana Damian?"Vanessa juga tidak tahu ke mana Damian pergi, jadi dia hanya berkata, "Ada urusan di perusahaan. Dia akan datang setelah urusannya selesai."Indah menunduk dan berpikir sejenak sebelum bertanya, "Dia pasti ketakutan, 'kan?"Vanessa tidak tahu harus berkata apa karena menurutnya tidak begitu. Damian memang khawatir, tetapi sama sekali tidak ketakutan. Namun, Vanessa tetap mengiakan. Dia lalu berbalik menuangkan air untuk Indah dan berucap, "Minum dulu."Indah menggenggam tangan Vanessa sambil menyesap sedikit. Ketika menoleh dan melihat buah tangan yang diletakkan di lemari, dia bertanya, "Siapa yang datang?"Vanessa menjawab, "Helena. Begitu dengar Ibu sakit, dia segera datang ke sini. ""Keluarga Kusman ya? Mereka berdua datang bersama?" tanya Indah ber

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 253 Gadis Kesayangan

    Setelah naik ke lantai atas, Briar tidak melihat Sasha di kamar Cody. Dia menemani bocah kecil itu bermain sebentar, lalu turun lagi ke kamar Sasha.Briar mencoba mendengar dari pintu, tetapi tidak terdengar suara di dalam. Dia membuka pintu dan masuk, lalu tertegun.Sasha tertidur di ranjang tanpa mengganti piama dan tidak memakai selimut. Ponsel masih berada di telapak tangannya. Sepertinya Sasha bermain ponsel sampai mengantuk dan tertidur.Dengan sedikit rasa ingin tertawa, Briar berjalan mendekat untuk menggendong Sasha dan meletakkannya dengan hati-hati.Sasha terbangun sebentar. Begitu membuka mata dan melihat Briar, dia memejamkan mata lagi, membiarkan Briar bertindak sesuka hati.Briar melepaskan pakaian Sasha, lalu membantunya mengganti piama. Ketika mengenakan piama, pandangannya tertuju pada perut Sasha. Perutnya masih rata saat tidur telentang, tidak terlihat tanda-tanda kehamilan.Namun, Briar tetap menunduk, menempelkan telinganya ke perut Sasha untuk mendengar suara di

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 252 Banyak Pasangan yang Hanya Terlihat Mesra

    Setelah berpikir sejenak, Briar menambahkan, "Kapan kamu pernah bilang hal yang bisa buat aku senang?"Briar menatap Sasha seraya berucap, "Kalau nggak mau bilang, ya sudah."Tangan yang tadinya bertumpu di samping kaki Sasha tiba-tiba diangkat. Briar meraih dagu Sasha untuk membuatnya menengadah, lalu langsung menciumnya.Mulut ini memang sering melontarkan kata-kata yang kurang enak didengar, tetapi rasanya sangat nyaman saat dicium. Lembut, kenyal, dan sangat memikat.Sasha mendorong Briar dan menegur, "Minggir. Nanti ada orang yang masuk."Briar tidak peduli. Biarkan saja jika ada orang yang masuk dan melihatnya. Dia menindih Sasha dan membuatnya tidak bisa menghindar.Sasha tidak tahan untuk mengangkat kakinya. Lututnya tepat mengenai bagian bawah tubuh Briar. Briar tidak menghindar, seolah-olah yakin Sasha tidak akan menyerangnya.Sasha memang mengurungkan niatnya. Dia menurunkan kakinya, mengangkat tangan untuk mendorong Briar, dan memalingkan wajahnya.Briar menggigit bibir Sas

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 251 Dia Suka padaku, Itu Sudah Cukup

    Lantaran sudah membahas sampai sini, Rizky menambahkan, "Mungkin kamu juga nggak tertarik pada Nelly seperti aku. Tapi, aku dengar setelah kejadian empat tahun lalu, sikap Ayah sudah mulai melunak, nggak seperti Ibu yang masih bersikeras."Rizky menatap Briar sembari berujar, "Dulu, Ayah memilih beberapa gadis dengan latar belakang dan kepribadian yang baik. Ketika tanya pendapatmu, kamu nggak tertarik pada satu pun." Dia lalu bertanya dengan bingung, "Kenapa?"Briar berbalik membuka pintu mobil sambil membalas, "Kamu juga tahu soal itu? Itu cuma obrolan singkat kami berdua. Nggak ada yang anggap serius. Nggak kusangka kabar itu bisa sampai ke telingamu."Rizky tertawa, lalu ikut naik ke kursi penumpang depan dan menjelaskan, "Aku dengar dari Ibu. Dia bilang Ayah ikut campur, jadi mereka berdua mungkin sudah membahas hal ini diam-diam. Sepertinya Ayah bukan cuma asal bicara, tapi serius.""Begitu ya? Sudah berlalu terlalu lama. Aku sudah lupa," sahut Briar.Setelah mengencangkan sabuk

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 250 Mengapa Kamu Tidak Mau?

    Cody belum bangun dan masih tidur nyenyak. Sasha duduk di tepi ranjang, sementara Briar berdiri di depan jendela.Sekitar sepuluh menit kemudian, Wati tiba-tiba datang tergopoh-gopoh dan memanggil Briar. Dia berkata dengan sedikit panik bahwa telah terjadi sesuatu pada Indah.Briar berbalik dan bertanya dengan alis berkerut, "Ada apa?"Wati tidak bisa menjelaskan dengan terlalu baik. Dia hanya berkata bahwa kondisi Indah sedang tidak baik dan meminta Briar segera turun melihatnya.Mendengar itu, Sasha juga berdiri dan berjalan perlahan mengikuti Briar turun. Bukan karena mengkhawatirkan Indah, tetapi lebih karena penasaran.Saat mereka tiba, Damian sudah berada di kamar Indah dan sedang berjongkok di samping ranjang. Untuk pertama kalinya, Sasha melihat gejolak emosi di wajahnya. Pria itu terlihat sangat khawatir.Indah tergolek tak bergerak di ranjang dengan bibir membiru. Dia sadar dan matanya terbuka lebar. Mulutnya membuka dan menutup, tetapi tidak mampu bersuara terlalu keras.Riz

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 249 Sudah Ingat?

    Setelah keluar dari kelab, semua orang berbasi-basi sebentar di ruang terbuka di depan.Victor memutar lehernya ke kiri dan kanan, lalu menggerak-gerakkan kakinya. Dia berucap dengan raut malas, "Kalau begitu hari Senin saja. Aku akan menemui Pak Briar hari Senin dan membahas proyek yang kita bicarakan tadi lebih detail."Setelah Briar mengiakan, Victor mengibaskan tangannya dan berucap lagi, "Sudah, sudah. Pergilah."Pria itu sama sekali tidak memiliki aura seorang pebisnis, tetapi lebih mirip seperti kepala preman.Orang-orang tidak minum banyak, jadi tidak ada yang mabuk. Mereka mengangguk, berpamitan pada satu sama lain sebelum masuk ke mobil masing-masing.Briar merangkul Sasha ke mobil, lalu duduk di kursi penumpang di depan. Setelah duduk dengan nyaman, dia berkata, "Ayo jalan."Sasha memandang ke luar. Damian, Adeline, dan seorang asisten yang dibawa Damian masih berdiri di sana, menatap ke arah mereka tanpa bergerak.Keberadaan asisten Damian itu hampir tidak terasa di kelab t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status